Dark/Light Mode

PICS-Wakatobi: Pesisir Cerdas Sadar Sampah sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Laut

Kamis, 29 Desember 2022 17:58 WIB
Sampah laut di Taman Nasional Wakatobi yang ditelan paus sehingga mati. (Foto: Istimewa)
Sampah laut di Taman Nasional Wakatobi yang ditelan paus sehingga mati. (Foto: Istimewa)

Sampah masih menjadi masalah besar bagi lingkungan hingga saat ini. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Pada dasarnya manusia akan melakukan aktivitas yang menghasilkan sisa kegiatan yang disebut dengan sampah. Bagi masyarakat, sampah dianggap sesuatu yang tidak bernilai ekonomis sehingga tidak diinginkan lagi dan dibuang ke alam. Pola konsumsi masyarakat yang meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi menyebabkan sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Dengan demikian, sampah masih saja menjadi masalah lingkungan yang terus diupayakan untuk diatasi.

Laut menjadi tempat pembuangan langsung bagi sampah atau limbah dari hasil berbagai aktivitas manusia. Laut juga merupakan muara bagi sampah yang dihasilkan di darat. Sampah dari darat dapat menuju ke laut dibawa oleh aliran sungai maupun air hujan kemudian menjadi sampah laut. Oleh karena itu, berbagai jenis sampah dapat dijumpai di laut. Menurut Greenpeace (2006) sampah laut merupakan material berbentuk padatan yang tidak dijumpai secara alami melainkan produk kegiatan manusia di wilayah perairan.

Sampah laut akan menjadi ancaman bagi ekosistem lautan baik di dasar laut, maupun di permukaannya. Sampah laut akan mengganggu produktivitas wilayah perairan laut dan pesisir. Sumber daya laut dan pesisir akan tercemar bahkan rusak karena limbah polutan yang mengandung racun seperti pestisida, limbah radioaktif, fenol, dan dioksin. Racun tersebut ketika terakumulasi di dalam tubuh biota laut maka akan sangat berbahaya jika dikonsumsi manusia. Hal tersebut perlu diperhatikan agar dapat mencegah dan meminimalisir dampak negatifnya.

Sebagai daerah kepulauan yang didominasi wilayah perairan, Kabupaten Wakatobi memiliki potensi laut dan pesisir yang luar biasa. Wilayah Kapupaten Wakatobi seluruhnya merupakan Taman Nasional Wakatobi yang terdiri atas 97 persen wilayah perairan dan 3 persen wilayah darat. Namun, keunikan ini membuat Taman Nasional Wakatobi harus menghadapi masalah sampah laut yang bisa datang dari berbagai penjuru. Sampah laut dapat di-transport oleh arus laut, sehingga sampah kiriman sering kali ditemukan di wilayah perairan dan pesisir Wakatobi.

Berdasarkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi (2020), produksi sampah di daerah ini mencapai 45 ton per hari. Yayasan Konservasi Alam Nusantara mengemukakan bahwa sampah laut di Wakatobi didominasi sampah kiriman yakni sebanyak 90 persen yang berasal dari luar kepulauan Wakatobi bahkan dari Negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Sampah laut ini tentunya dapat mengganggu aktivitas pariwisata karena Taman Nasional Wakatobi sangat mengungglakan wisata bahari. Sebagai pusat segi tiga karang dunia Wakatobi memiliki potensi bawah laut yang sangat besar, 75 persen dari total jenis terumbu karang di dunia ada di Taman Nasional Wakatobi sebagai rumah bagi berbagai macam jenis ikan. Oleh karena itu, sampah laut tidak boleh dibiarkan mencemari kawasan perairan dan pesisir Wakatobi, karena berkaitan dengan keberlangsungan ekosistem lautan dan keberlanjutan wisata bahari yang selama ini sudah memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian masyarakat Wakatobi. 

Baca juga : Orang Muda Ganjar Jatim Distribusikan Peralatan Melaut

Upaya mengintervensi dampak sampah laut di Wakatobi ternyata tidak selalu sejalan dengan kondisi masyarakat Wakatobi yang masih kurang sadar akan pariwisata. Sampah laut masih belum begitu diperhatikan oleh masyarakat sehingga sulit teratasi. Sampah kiriman yang terdampar di pesisir sering kali dibiarkan begitu saja mengotori pantai yang menjadi destinasi wisata. Sampah hasil laut seperti cangkang bulu babi (echinoidea) dengan jumlah yang banyak, cangkang kerang dan siput, serta tulang ikan dibuang langsung ke laut. Hal tersebut jika tidak dimanajemen dengan baik maka akan menghambat aktivitas pariwisata di sekitarnya. Namun, ketika sampah kiriman maupun sampah hasil laut tersebut dapat dikelola dengan baik, maka akan menjadi potensi yang bisa meningkatnya perekonomian masyarakat karena dapat mendukung aktivitas pariwisata dan ekonomi kreatif di Taman Nasional Wakatobi.

PICS-Wakatobi

Salah satu bentuk upaya untuk mengatasi sampah laut di Taman Nasional Wakatobi adalah melalui program PICS-Wakatobi: Pesisir Cerdas Sadar Sampah. PICS-Wakatobi merupakan sebuah program pengelolaan sampah dengan memberikan nilai tambah berbasis recycle economy melalui pendekatan komunitas dengan terlebih dahulu memperbaiki modal sosial yang dimiliki. Program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dengan cara melakukan daur ulang sampah laut. PICS-Wakatobi dilakukan dengan tahapan-tahapan di antaranya, melakukan sosialisiasi sadar sampah, sosialisasi pemilahan sampah, lokakarya dan pelatihan pengelolaan sampah, dan mendirikan galeri PICS-Wakatobi sebagai tempat pameran produk-produk hasil daur ulang sampah laut.

Tahap pertama, melakukan sosialisasi sadar sampah kepada masyarakat Wakatobi. Proses penanganan masalah sampah laut dilakukan dengan pendekatan komunitas karena yang dapat menyelesaikan masalah masyarakat terkait sampah laut adalah masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat perlu sadar bagaimana dampak sampah jika tidak dikelola dengan baik. Dalam sosialisasi ini terdapat nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada masyarakat Wakatobi seperti keindahan (beautiful), kenyamanan (comfortable), dan kesadaran (awareness). Masyarakat harus sadar bahwasanya ketika sampah laut dapat dikelola dengan baik, maka akan menciptakan keindahan pada lingkungan di Taman Nasional Wakatobi sehingga aktivitas masyarakat dan aktivitas pariwisata dapat dilakukan dengan nyaman. Masyarakat juga harus menyadari tentang dampak yang ditimbulkan jika sampah laut tidak dikelola dengan baik, dibiarkan menjadi polutan di lautan, merusak keberlangsungan ekosistem laut dan pesisir, dan mengambat aktivitas pariwisata sebagai sumber ekonomi masyarakat. Dengan cara seperti ini, masyarakat akan lebih peduli dan memperhatikan masalah sampah laut sehingga dapat diatasi.

Tahap kedua, melakukan sosialisasi pemilahan sampah yang terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik yang dapat ditemukan di Taman Nasional Wakatobi diantaranya seperti cangkang bulu babi (echinoidea), cangkang kerang dan siput laut, tulang ikan, rumput laut mati yang banyak terdampak di daerah pesisir, dan masih banyak lagi. Sementara itu, sampah anorganik yang dapat ditemukan yaitu sampah plastik seperti botol, kemasan, kantong, tali, jaring ikan dan sebagainya serta sampah kaca seperti botol. Tujuan pemilahan sampah ini adalah memudahkan dalam mengolah kembali sampah tersebut, menghindari penumpukan sampah, serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Dalam mengolah kembali sampah, masyarakat perlu mengelompokkan sampah-sampah tersebut sesuai jenisnya, karena sampah akan diolah sesuai jenisnya yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya.

Baca juga : Pakai Jalur Darat, Jokowi Kembali Tinjau Penanganan Gempa Cianjur

Tahap ketiga, melakukan lokakarya dan pelatihan pengolahan sampah laut. Sampah akan diolah kembali sesuai jenisnya setelah dipilah atau dikelompokkan. Jenis sampah yang berbeda maka akan berbeda juga cara mengolahnya. Sampah organik seperti cangkang bulu babi (echinoidea) dan limbah pengolahan ikan dapat dijadikan pupuk kompos. Bahan ini juga telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat Wakatobi sebagai pupuk tanaman pertanian seperti bawang merah dan berbagai jenis sayuran. Masyarakat Wakatobi biasanya mengambik cangkang bulu babi sisa dari pembuatan kukure (makanan khas masyarakat Wakatobi) yang ditimbun dan dibiarkan mengering. Cangkang bulu babi kering dan telah hancur kemudian dicampurkan dengan abu, dan siap dijadikan pupuk. cangkang bulu babi dan limbah pengolahan ikan mengandung banyak nitogen (N) phosphorus (P) dan kalium (K) yang merupakan komponen penyusun pupuk organik.

Dengan demikian, jenis sampah tersebut dapat dijadikan produk pupuk organic dengan metode kompos. Sedangkan sampah organik seperti cangkang kerang dan siput laut dapat diolah kembali menjadi kerajinan tangan/hiasan. Pelatihan juga dilakukan untuk jenis sampah anorganik yaitu dengan mengolahnya kembali menjadi kerajinan tangan. Tujuan dari lokakarya dan pelatihan ini adalah untuk memberikan keterampilan kepada masyarakat Wakatobi dalam mengolah kembali sampah laut dan memberikan nilai ekonomi sehingga mampu menghasilkan produk-produk yang dapat digunakan lagi. Produk-produk yang dihasilkan juga dapat dijual karenanya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Tahap keempat, mendirikan galeri PICS-Wakatobi sebagai tempat pameran bagi produk-produk kerajinan yang dihasilkan dari daur ulang sampah laut. Galeri ini dibangun untuk mendorong terciptanya aktivitas pariwisata baru. Wisatawan yang datang ke Wakatobi dapat mengunjungi galeri PICS-Wakatobi untuk membeli produk kerajinan atau hanya sekedar melihat-lihat berbagai macam produk kerjanan yang unik-unik. Galeri PICS-Wakatobi dirancang dengan menggunakan unsur kearifan lokal Wakatobi sebagai daerah maritim yang akan menjadi daya tarik tersendiri.

Kesimpulan

Masalah sampah laut di Taman Nasional Wakatobi masih menjadi masalah yang belum putus. Dibutuhkan solusi kreatif untuk mengatasi masalah sampah laut di Wakatobi. PICS-Wakatobi mendorong terciptanya masyarakat pesisir yang cerdas dan sadar akan sampah dan pengelolaannya. Program PICS-Wakatobi bermanfaat untuk memberdayakan masyarakat Wakatobi, mendorong perekonomian, serta dapat menjadi penunjang pariwisata di Taman Nasional Wakatobi. Ekositem ekonomi kreatif berbasis daur ulang di Wakatobi dapat diwadahi dengan program ini. Program ini juga bermanfaat untuk penanganan sampah laut yang mengkhawatirkan. Melalui PICS-Wakatobi, sampah-sampah yang dianggap tidak lagi memiliki nilai ekonomis dapat didaur ulang dan digunakan kembali.

Baca juga : IEA: Efisiensi Energi Di Industri Solusi Pengendalian Perubahan Iklim

Daftar Pustaka

Antara. (2020). DLH: Sampah di Wakatobi-Sultra Capai 45 Ton Per Hari. Diakses tanggal 26 Desember 2022 https://m.antaranews.com/amp/berita/1322082/dlh-sampah-di-wakatobi-sultra-capai-45-ton-per-hari

Djaguna, A. (2019). Identifikasi Sampah Laut di Pantai Tongkaina dan Talawaan Bajo. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 7 (3), 174-182.

Lepongbulan, W. (2017). Analisis Unsur Hara Pupuk Organik Cair dari Limbah Ikan Mujair, (Oreochromis mosambicus) Danau Lindu dengan Variasi Volume Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang. Jurnal Akademika Kimia, 6 (2), 92-97.

Mallapiang, F. (2020). Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Asset-Bassed Community Development (ABCD) di Wilayah Pesisir Bulukumba Sulawesi Selatan. Riau Journal Of Empowerment, 79-86.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.