Dark/Light Mode

Bos Apindo Tepis Proyeksi Pesimistis Kinerja Ekspor

Produk ‘Made In’ Indonesia Potensial Kuasai Pasar Dunia

Minggu, 30 Desember 2018 15:33 WIB
KetuaUmum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani  (Foto: Istimewa)
KetuaUmum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penurunan harga minyak dunia dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat pelaku usaha optimistis memandang kinerja perekonomian tahun depan. Kinerja ekspor bisa lebih baik dari 2018

KetuaUmum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tidak sependapat dengan banyak kalangan yang memproyeksi kinerja ekspor tahun depan cenderung stagnan dan sulit digenjot. Menurutnya, dengan adanya tren penurunan harga minyak dan menguatnya nilai tukar rupiah, kinerja ekspor berpeluang cukup besar untuk ditingkatkan. 

“Teori sederhananya begini, harga minyak turun dan ada penguatan rupiah walau masih tipis, itu akan membuat harga (produk) semakin kompetitif. Artinya, saat ini ada momentum untuk meningkatkan ekspor,” kata Hariyadi kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.  

Baca juga : Waspadai Diskon Abal-abal Jelang Tutup Tahun

Hariyadi yakin harga minyak itu akan bertahan sampai awal tahun. Dengan adanya momentum, menurutnya, kini tinggal bagaimana pemerintah mendukung pelaku usaha agar bisa optimal menggenjot ekspor.

Hariyadi mengakui perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mempengaruhi terhadap kinerja ekspor. Hanya saja, jika dilihat dari sisi pangsa pasar, peluang untuk mengerek kinerja ekspor cukup besar. Dia membeberkan, ada sejumlah produk Indonesia yang berpotensi mengambil porsi pasar internasional, khususnya di pasar Asia Tenggara.
 
“Banyak produk kita cukup kuat dan bisa menjadi pemain utama di pasar global. Saingan terberat kita itu kan sebenarnya China. Mereka kuat karena memang sudah lama melakukan perbaikan strategis manufaktur. Tapi kita punya iproduk tertentu yang tetap unggul,” ungkap Hariyadi.

Hariyadi mengapresiasi dukungan pemerintah kepada pelaku usaha untuk memproduksi bahan baku impor di dalam negeri seperti produksi baja dan petrokimia. Hal itu tentu sangat penting untuk pelaku usaha dalam meningkatkan daya saing. Diharapkannya, upaya memproduksi bahan baku sendiri untuk sektor lainnya terus dilakukan. 

Baca juga : Bisnis Gas PGN Semakin Kuat

Seperti diketahui, banyak ekonom memandang kinerja ekspor tahun depan cenderung stagnan. Dampak perang dagang AS dan China dinilai masih akan membayang-bayangi kinerja ekspor. Selain itu, kinerja ekspor Indonesia masih bergantung pada komoditas. Sedangkan harga komoditas sendiri cenderung turun.

Oleh karena itu, mereka mendorong pemerintah agar mengoptimalkan kinerja sektor konsumsi rumah tangga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Selain ekonom, pemerintah juga mengakui tantangan kinerja ekspor tahun depan berat. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, penyerapan produk Indonesia pada negara tujuan ekspor terbatas, terutama negara mitra dagang akibat perang dagang. 

Harga Minyak Fluktuatif Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan menilai, harga minyak mentah dunia masih sangat rentan berubahubah sampai awal tahun depan.

Baca juga : 2019, Pemerintah Kembali Impor Daging 256 Ribu Ton

“Negara pengekspor minyak (OPEC) berencana memangkas produksi sebesar 1.2 juta barel per hari agar tidak terjadi over supply sehingga ada kemungkinan harga naik lagi. Tapi, ada upaya juga dari Amerika Serikat untuk terus menaikkan produksi agar pemangkasan OPEC tidak berpengaruh,” ungkap Mamit kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan. 

Selain itu, Mamit mengungkapkan, pergerakan harga minyak juga akan dipengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi dunia. Menurutnya, banyak lembaga internasional memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menurun. Artinya, bila pertumbuhan ekonomi menurun maka kebutuhan minyak juga berkurang. Kondisi ini akan membuat supply berlimpah.

“Saya memperkirakan harga minyak dunia pada akhirnya akan stabil dengan harga tertinggi 70 dolar AS per barel,” ungkapnya. Harga minyak mentah belakangan ini terus mengalami penurunan. Harga minyak bergerak dikisaran 50 dolar AS per barel. Penurunan ini memberikan dampak positif untuk perekonomian masyarakat. Penurunan harga minyak membuat harga eceran BBM non subsidi di Tanah Air menurun. Selain itu, penurunan juga memastikan stabilitas harga BBM bersubsidi tidak mengalami penyesuaian.  KPJ/NOV
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.