Dark/Light Mode

APPKSI Minta Aturan Pungutan Ekspor CPO Direvisi

Kamis, 4 Mei 2023 20:43 WIB
Kelapa sawit. (Foto: Istimewa)
Kelapa sawit. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arief Poyuono mengomentari perihal pungutan ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO).

Arief menilai, dengan sudah dikenakannya bea keluar CPO yang cukup tinggi, tidak perlu lagi dilakukan pungutan ekspor CPO.

Pasalnya, PE CPO ini akhirnya oleh perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit (PKS) dan para trader CPO dibebankan pada harga tandan buah segar (TBS) petani sawit, dan juga harga TBS perusahaan kebun sawit.

"Jutaan petani sawit saat ini merugi akibat jatuhnya harga TBS petani yang disebabkan oleh bea keluar dan pungutan ekspor CPO yang begitu tinggi," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/5).

Baca juga : Kemendagri Minta Pengukuran ITKPD Kudu Berdampak Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Arief membeberkan data mengenai dampak PE CPO terhadap harga TBS petani di PKS. Di mana pada minggu pertama April 2023 lalu masih di harga rata-rata sekitar Rp 2.400-2.700 per kilogram.

Kemudian harga TBS petani sawit bermitra anjlok menjadi rata-rata Rp 2.100-2.200, dari sebelumnya rata-rata Rp 2.600-2.950 per kilogram.

"Dan untuk harga TBS Petani Swadaya (mandiri), di beberapa provinsi sawit seperti Sulawesi Selatan, Riau Kaltara Kalbar, Sulbar, Sultra, Papua dan beberapa provinsi lainnya, harga TBS sawit Petani Swadaya di PKS sudah anjlok diharga Rp 1.650-Rp1.800 per kilogram. penurunannya sangat jauh bila dibandingkan awal April lalu yang masih bertengger di harga Rp 2.200-2.350 per kilogram," beber Arief.

Arief menyebutkan, tentu saja ini sangat merugikan petani sawit yang mandiri maupun petani plasma. Sehingga bisa berdampak buruk bagi macetnya pembayaran kredit ke perbankan oleh para petani sawit.

Baca juga : Bos BP2MI Minta Bea Masuk Barang PMI Dibebaskan

Begitu juga angsuran kredit oleh Perusahaan Perkebunan Sawit yang mana mayoritas dana investasinya diperoleh dari perbankan.

Sementara di sisi biaya produksi rata-rata telah meningkat bersamaan dengan peningkatan lainnya dalam biaya pupuk, biaya perawatan tanaman, biaya tenaga kerja, kekurangan pupuk dari curah hujan yang tinggi, kerugian akibat banjir, perbaikan batu dan jalan, penanaman kembali, dll.

Berangkat dari hal itu, APPKSI meminta kepada Presiden Jokowi untuk merevisi PE CPO.

"Mohon revisi aturan yang merugikan bagi masyarakat sawit di luar pulau Jawa yang hidupnya banyak bergantung pada industri sawit Indonesia," harapnya.

Baca juga : Pemerintah Berjuang Lindungi Dan Evakuasi WNI Di Sudan

Sebelumnya, bea keluar dan tarif layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) untuk periode 1-15 Mei 2023 berada di angka 955,53 dolar AS per MT.

Harga tersebut diketahui menguat sebesar 22,84 dolar AS per MT atau 2,45 persen dari harga referensi CPO periode 16-30 April 2023 lalu yang berada di 932,69 dolar AS per MT.

Tak berhenti sampai situ, pemerintah juga mengenakan Bea Keluar CPO sebesar 124 dolar AS per MT dan Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar 100 dolar AS per MT untuk periode 1-15 Mei 2023. â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.