Dark/Light Mode

Urusan Perizinan, Seperti Masuk Hutan, Paling Ribet Di ASEAN

Jumat, 13 September 2019 09:04 WIB
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro

RM.id  Rakyat Merdeka - Investor masih menganggap, kalau berinvestasi ke Indonesia itu sama kayak masuk hutan belantara, tidak jelas mana awal dan ujungnya.

Pemerintah akan merombak 72 undang-undang (UU) terkait perizinan investasi. Perombakan itu dilakukan untuk menarik lebih banyak investor ke dalam negeri. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Panjaitan menyatakan, perubahan UU ini akan dilakukan dengan skema omnibus law. 

Skema tersebut, bisa diartikan sebagai konsep pembuatan aturan yang menyatukan sejumlah aturan menjadi satu UU yang akan dijadikan payung hukum baru. 

“Presiden Jokowi sudah memerintahkan kepada kami, omnibus law harus digunakan untuk merevisi lebih dari 72 UU yang satu sama lain lain sudah tidak cocok,” katanya. 

Luhut mengungkapkan, ada beberapa aturan yang dibuat pada era 90-an, tetapi belum direvisi kembali sehingga tidak tepat untuk mengatur situasi saat ini. 

Baca juga : Pisang Barelang Siap Masuk Pasar Singapura

Menurutnya, proses revisi itu sudah dikerjakan oleh Sekretariat Kabinet (Setkab) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

Namun, Luhut tak merinci secara pasti UU apa saja yang akan direvisi. Yang pasti, aturan itu berkaitan dengan pemberian izin investasi di Indonesia. “Di ASEAN, Indonesia paling rumit untuk investasi karena peraturan perizinannya. Jadi pada lari ke tempat lain,” jelasnya. 

Luhut optimistis investasi akan mengalir deras ke Indonesia jika 72 UU tersebut selesai direvisi. “Kalau sudah ada kepastian dengan aturan yang jelas, orang akan berbondong-bondong ke Indonesia,” ujarnya. 

Peninggalan Belanda 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai, banyak aturan investasi di Indonesia yang belum mengalami perubahan dari awal dibuat. Padahal, seharusnya aturan bisa mengikuti perkembangan terkini. 

“Untuk ekosistem investasi ada yang harus diperbaiki, termasuk peraturan perundang-undangan. Banyak peraturan undang-undang yang tahun 1980 atau tahun zaman penjajahan Belanda itu masih ada, yang belum sepenuhnya di-update, bahkan harusnya itu di-remove,” ujarnya. 

Baca juga : Korban Tragedi KM Mina Sejati di Maluku Dilindungi BPJS TK

Menurutnya, aturan yang dibuat saat zaman Belanda tentunya berbeda dengan kondisi Indones ia saat ini. Seharusnya, aturan saat ini lebih diutamakan untuk melayani masyarakat dan perbaikan lingkungan investasi. 

“Tentunya zaman Belanda mindset-nya kolonial terhadap koloni. Bukan serve the people atau perbaiki lingkungan terjadinya investasi,” kritiknya. 

Mantan Dirut Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, seharusnya Indonesia bisa mulai memperbaiki birokrasi tersebut. Dia mencontohkan, Korea Selatan yang saat ini sudah menjadi negara maju. 

“Padahal Korea bersama kita mengalami krisis moneter, krisis ekonomi juga waktu 97-98. Makanya, untuk menuju visi itu harus perbaiki seluruhnya. Tidak ada guarantee everything is gonna be smooth and safe, there is always dynamic yang kita hadapi,” ucap Menkeu. 

Sementara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengakui, investor cenderung masih ogah untuk menanam duitnya di Indonesia. 

“Investor masih menganggap, saya kalau berinvestasi ke Indonesia itu sama kayak masuk hutan belantara, tidak jelas mana awal dan ujungnya,” kata Bambang kemarin. 

Baca juga : Turun Peringkat, Jakarta Masih Belum Merdeka Dari Polusi Udara

Menurut Bambang, faktor regulasi dan institusi menjadi kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi. Regulasi di Indonesia dinilai tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis. 

Bahkan cenderung membatasi khususnya regulasi investasi. Bambang mencontohkan pembatasan terhadap investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) mencegah terbentuknya bisnis di Indonesia yang dapat menarik teknologi dan mendorong ekspor. 

Regulasi investasi sektor jasa di Indonesia lebih terbatas dibandingkan ratarata negara G20. Tahun lalu, stok investasi langsung Indonesia hanya 22,1 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan Filipina 25,1 persen, Malaysia 43 persen, Thailand 45,7 persen, dan Vietnam 60,1 persen. 

Pembatasan terhadap investasi asing juga mengakibatkan hilangnya 8 persen investasi berorientasi ekspor yang masuk ke Indonesia. Dampak lain dari pembatasan investasi asing adalah rendahnya upah tenaga kerja Indonesia se besar 15 persen dari yang seharus nya. 

Namun, ada juga contoh sukses relaksasi peraturan investasi yaitu Relaksasi Daftar Negatif In vestasi (DNI) industri film pa da 2016 yang berdampak pada semakin berkembangnya produsen film domestik, munculnya 600 layar bioskop baru, dan meningkatnya jumlah penonton sebesar 200 persen dalam tiga tahun. Sementara itu, dari sisi kualitas institusi juga relatif masih ren dah, di mana korupsi masih ti nggi dan birokrasi tidak efisien, serta lemahnya koordinasi antar kebijakan. [KPJ]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.