Dark/Light Mode

Pengamat: Uji Emisi Bukan Solusi, Polusi Lebih Banyak Dari Karhutla

Minggu, 3 September 2023 18:20 WIB
Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono (Foto: Ist)
Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono menilai, wacana menjadikan uji emisi kendaran sebagai syarat memperpanjang STNK tidak tepat.

Sebab, polusi udara lebih banyak disumbang dari kebakaran hutan.

Pria yang akrab disapa BHS ini mengatakan, saat ini pemerintah mengkambinghitamkan emisi gas buang sebagai biang kerok polusi udara Jakarta dan sekitarnya.

Padahal, tercemarnya udara belakangan ini merupakan buntut dari terbakarnya sejumlah hutan di Indonesia.

Adapun hutan yang terbakar berada di wilayah Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, termasuk Papua.

Baca juga : Hari Pertama Razia Emisi, Polisi Tilang 66 Kendaraan

Menurut BHS, persoalan ini tidak tertangani dengan baik. Sampai hari ini, berdasarkan data BMKG, titik hotspot kebakaran lebih dari 5 ribu titik api.

Paling parah, kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera.

"Kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang membawa asap kebakaran hutan tersebut ke pesisir pulau Jawa, termasuk Jabodetabek akibat angin berhembus dari barat ke timur agak ke selatan sesuai dengan informasi BMKG," ungkap BHS, Minggu (3/9).

Siklus ini, kata dia, kerap terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

"Sebelumnya selalu membawa dampak polusi udara di atas ambang batas di Jabodetabek yang jadi heboh tiap bulan Juli-Agustus," tutur BHS.

Baca juga : Perlakukan Polusi Seperti Pandemi

Sebagaimana tahun 2015, 2017 dan 2019 hutan Indonesia selalu terbakar saat di bulan Juli-Agustus akibat kemarau yang dimulai bulan Mei-Juni.

Hal ini yang selalu mengakibatkan pencemaran udara di Jabodetabek, Semarang, dan Surabaya.

"Ini bukannya ditangani, tetapi malah menyalahkan dan menyudutkan masyarakat, mulai dari emisi gas buang, asap industri yang berlebihan dan lain-lain," keluh mantan anggota DPR RI ini.

Menurutnya, ketika musim hujan datang setelah musim kemarau panjang, tidak akan ada masalah lagi pencemaran udara.

Kenapa demikian? Karena hutan-hutan yang terbakar mulai padam akibat guyuran hujan.

Baca juga : Tangkap DHE di Dalam Negeri, Ini Solusi Perbankan dari BNI

Siklus ini selalu diakhiri asap tersebut di akhir bulan September. Sehingga problem asap hilang.

Ia yakin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa menangani persoalan ini.

Mengingat, kementerian itu memiliki segala infrastrukturnya. Seperti pesawat dan helikopter untuk penanganan pengatasan pemadaman kebakaran hutan dan perawatannya. Termasuk, anggaran yang mencapai Rp 7,57 triliun.

"Sebaiknya WALHI menyoroti kebakaran hutan yang mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat," tandasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.