Dark/Light Mode

Bappenas Dorong Bahan Baku Obat Diproduksi Di Dalam Negeri

Selasa, 8 Oktober 2019 21:51 WIB
Diskusi panel urgensi optimalisasi manajemen pengelolaan obat dan vaksin terkait efisiensi anggaran. (Foto: ist)
Diskusi panel urgensi optimalisasi manajemen pengelolaan obat dan vaksin terkait efisiensi anggaran. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Kesehatan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, sebagian besar bahan baku obat masih merupakan produk impor. Karena itu, dia berharap bahan baku obat dapat diproduksi di Indonesia.

“Selain untuk penyediaan bahan baku yang lebih efisien, juga untuk mendukung pengembangan industri farmasi dalam negeri,” ujarnya saat membuka diskusi Urgensi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Terkait Efisiensi Anggaran yang digelar Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (08/10).

Dalam diskusi itu hadir juga Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Sadiah, Direktur Pengembangan Sistem Katalog, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang-Jasa Pemerintah Gusti Agung Aju Diah Ambarawaty, Heatlh Economist Auliya Abdurrohim Suwantika, dan Ketua Indonesian Health Economist Association Prof. Hasbullah Thabrany.

Baca juga : Kementan Dorong Pendampingan Pengembangan Korporasi Petani Padi

Dia menambahkan, ketersedian produk farmasi, terutama obat dan vaksin, yang cukup di dalam negeri tentu diharapkan dapat menurunkan pengeluaran pemerintah. Menurut dia, perkembangan teknologi di sektor kesehatan sangat cepat.

“Selama ini, kita masih belum mampu membiayai keseluruhan kebutuhan obat dan vaksin di dalam negeri. Oleh karena itu kita masih perlu mendatangkannya dari luar negeri. Dalam kondisi demikian, efisiensi harga menjadi pertimbangan yang sangat penting,” paparnya.

Kebutuhan vaksin, paparnya, terus meningkat karena perlu juga mengenalkan vaksin-vaksin baru. Terutama dengan adanya berbagai jenis penyakit yang sangat efektif dicegah oleh vaksin.

Baca juga : DEN Dorong Produsen Segera Produksi Motor Listrik

“Sebagai contoh, untuk menekan angka kematian bayi kita perlu pencegahan pneumonia dan diare. Dan ini vaksin yang belum menjadi bagian dari pengembangan vaksin ke depan, jika kita ingin menekan angka kematian bayi secara serius,” katanya.

Ekonom kesehatan dari Universitas Padjadjaran, Auliya Suwantika menjelaskan, Indonesia menempati peringkat ketujuh, negara dengan angka kematian bayi berusia di bawah lima tahun akibat pneumonia. Data memperlihatkan rata-rata kematian akibat penyakit pneumonia terhadap anak di bawah 5 tahun mencapai 25.000 orang per tahunnya. Kematian akibat penyakit pneumonia menyumbang 17 persen dari total kematian anak di bawah lima tahun.

“Fakta ini harus diperhatikan, lantaran Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka kematian bayi akibat pneumonia, yang tidak memasukkan vaksin pneumonia sebagai wajib imunisasi dasar,” katanya.

Baca juga : Kapolda Metro Jaya: Tak Ada Peluru Dalam Pengamanan Demo

Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sadiah mengatakan, pemerintah sedang mengupayakan agar vaksin pneumonia dapat masuk dalam paket imunisasi dasar dan dapat diakses masyarakat dengan harga yang terjangkau.

“Kita sedang bahas langkah itu dalam sejumlah pertemuan lintas kementerian dan lembaga. Sebab upaya tersebut membutuhkan regulasi yang pasti, yang bukan hanya dari Kemenkes saja, namun dari kementerian lain,” katanya. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.