Dark/Light Mode

Jangan Salah Paham Soal Food Estate, Ini Penjelasan Dekan Pertanian Unbraw

Rabu, 17 Januari 2024 22:09 WIB
Evaluasi terhadap keberhasilan food estate baru bisa dilakukan, setelah minimal tiga kali siklus panen. (Foto: Istimewa)
Evaluasi terhadap keberhasilan food estate baru bisa dilakukan, setelah minimal tiga kali siklus panen. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guru Besar Sosiologi Pertanian yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (Unbraw) Mangku Purnomo menjelaskan sejumlah kesalahpahaman terkait food estate (lumbung pangan).

Menurutnya, manfaat dari food estate memang tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat.

“Yang bilang food estate tidak sukses hanya karena satu kali gagal panen. Itu jelas-jelas tidak mengerti pertanian. Evaluasi baru bisa dilakukan, setelah minimal tiga kali siklus panen,” kata Mangku dalam wawancaranya dengan Media Center Indonesia Maju, Rabu (17/1/2024).

“Paling cepat, kita bisa merasakan manfaat food estate. Kalau infrastrukturnya sudah bagus, maka dalam 3 tahun bisa dirasakan. Tapi, kalau membangunnya dari awal, setidaknya butuh 5 tahun,” sambungnya.

Infrastruktur yang dimaksud adalah irigasi, gudang pengolahan, jalanan ke sentra produksi, dan jalanan ke pusat industri.

Mangku memaparkan, lumbung pangan bukan sekadar pembebasan lahan dan membangun pertanian. Inti utamanya, bagaimana hektaran tanah pertanian bisa dikelola secara terpadu oleh pihak tertentu.

Baca juga : Generasi Muda Mesti Peduli Sektor Pertanian

Food estate juga harus diperluas definisinya, tidak selalu diartikan membuka lahan baru. Tetapi juga kemampuan agregasi produksi. Artinya, jika ada perusahaan yang mampu mengagregasi dan mengatur manajemen untuk produksi pangan sekitar ribuan ton, maka itu bisa disebut food estate,” papar dia.

Peraih gelar doktor dari Gottingen University Jerman itu menambahkan, tujuan utama food estate adalah menjaga pasokan pangan di dalam negeri.

Hasil pertanian dari food estate hanya dikeluarkan saat ada kejadian tertentu, seperti untuk menjaga inflasi, menghindari kelangkaan, atau distribusi di tempat bencana.

Dengan demikian, hasil dari lumbung pangan tidak akan merusak harga pasar atau mengganggu kesejahteraan petani.

Mangku menerangkan, food estate sebagai upaya menjaga pasokan itu menjadi keniscayaan. Fokusnya kepada cadangan pangan.

Dia bilang, food estate seharusnya tidak masuk pasar umum pangan. Jadi untuk non-komersil, karena tidak bisa langsung berhasil dari sisi teknis agronomis.

Baca juga : Kunjungan Ke Banten, Alam Ganjar Dapat Pengalaman Tentang Peradaban Banten Lama

“Perlu dibedakan juga dengan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Jika PIR, maka modal dan tanah menjadi tanggung jawab perusahaan, semacam kewajiban memberikan lalu memotong hasil. Kalau food estate integrasi pertanian, jadi petani bisa menyetor atau tidak tinggal disesuaikan bentuk kerja samanya,” bebernya.

Mangku pun menyoroti perdebatan lain di masyarakat, soal mana yang lebih diuntungkan, food estate atau contract farming?

Menurut Mangku, dua hal itu bisa diintegrasikan dan tidak seharusnya dipertentangkan.

Food estate itu konsepnya mass food product. Contract farming adalah interaksi ekonominya. Jika saya kaitkan, maka bisa diintegrasikan antara food estate dengan petani melalui contract farming. Food estate lebih realistis, karena nyatanya kita butuh site baru, tetapi terkoneksi dengan pertanian rakyat,” urai Mangku.

Salah paham lainnya adalah relasi antara food estate dengan petani. Wacana yang beredar adalah food estate akan mengganggu keberlangsungan petani tradisional.

Sebaliknya, program yang digagas di era Presiden Jokowi ini justru bisa meningkatkan kesejahteran petani.

Baca juga : Kampanye Di Salatiga, Kaesang Ajak Relawan Menangkan Prabowo-Gibran 1 Putaran

"Food estate justru bisa jadi penggerak kesejahteraan. Malah, bisa jadi inti pertumbuhan. Jika membuka lahan baru, petani-petani sekitar harus diintegrasikan dengan food estate. Jika itu bisa dilakukan, maka mereka akan lebih sejahtera. Yang kita butuhkan sekarang adalah roadmap food estate yang lebih detail,” paparnya.

Mangku pun mengapresiasi kebijakan yang dikomandoi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sebagai upaya Indonesia untuk mewujudkan swasembada pangan.

“Swasembada bukan sekadar realistis atau tidak, tapi kewajiban. Apa pun upaya harus dilakukan, kalau kita masih ingin Indonesia ini ada. Oleh karena itu, kita harus pisahkan fungsi food estate dengan pertanian rakyat. Yang satu fokus pada stok nasional atau cadangan, satunya lagi market based,” tutup Mangku.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.