Dark/Light Mode

Alga Sebagai Pahlawan Baru Dalam Pertempuran Melawan Perubahan Iklim

Rabu, 17 April 2024 00:52 WIB
Bioreaktor Alga. (Sumber: img.freepik.com)
Bioreaktor Alga. (Sumber: img.freepik.com)

Pendahuluan

Krisis perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi planet bumi. Meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) pada atmosfer akbiat aktivitas manusia menjadi salah satu faktor utama pemanasan global. Upaya untuk mengurangi emisi CO2 menjadi kunci dalam mengatasi krisis ini. Ditengah upaya global untuk memerangi perubahan iklim, alga muncul sebagai solusi alami dan berkelanjutan. 

Alga dan Karbondioksida

Alga, merupakan organisme fotosintetik yang hidup di laut dan air tawar. Alga memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap CO2 dari atmosfer melalui system fotosintesisnya, dan kemudian dapat mengubahnya menjadi biomassa. Kemampuan alga dalam menyerap CO2 sangatlah signifikan. Menurut Bilavonic (2009), 1 ton alga mikroba dapat menyerap hingga 2 ton CO2 per tahun. Kecepatan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode penangkapan karbon lainnya, seperti reboisasi.

Alga juga memiliki kemampuan untuk tumbuh di lokasi yang beragam, ini membuat alga tidak bersaing dengan tanaman pangan untuk mendapatkan lahan yang produktif. Lebih lanjut, alga memiliki produktivitas biomassa yang tinggi per unit luas. Biomass aini dapat dimanfaatkan secara ekonomis menjadi biofuel, pakan ternak, atau produk lainnya. Dengan potensinya tersebut, budidaya alga laut diprediksi dapat membantu mengurangi hingga 10% emisi CO2 global. 

Baca juga : Dasco: Pertemuan Dengan Megawati Inisiatif Pribadi Rosan Roslani

Manfaat alga tak hanya terhenti di situ. Alga tidak hanya berperan sebagai penyerap CO2, tetapi juga dapat diolah menjadi berbagai produk bermanfaat. Alga dapat menghasilkan biofuel, seperti biodiesel dan biogas, yang dapat menggantikan bahan bakar fosil. Alga juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah dan gleichzeitig menyerap CO2. Hal ini memberikan manfaat secara ganda, yaitu dapat membersihkan air dan mengurangi emisi CO2.

Carbon Capture

Dilansir dari website resmi New Atlas, Brilliant Planet yang merupakan salah satu start up asal London, berfokus pada penghapusan karbon dioksida yang sudah melakukan riset dan inovasi terhadap alga sebagai media penangkap karbon. Perusahaan ini menanam dan membudidayakan alga kemudian mengubahnya menjadi biomassa yang stabil. Setelah itu biomassa tersebut ditimbun di tempat penyimpanan bawah tanah. Proses tersebut memungkinkan COyang diserap alga selama pertumbuhannya tersimpan dengan aman dibawah tanah, system ini lebih dikenal dengan nama carbon capture. 

Carbon capture atau penangkapan karbon dapat diaplikasikan pada skala industri. Dilansir dari CNN Indonesia, bahwa emisi karbon global menyentuh rekor tertinggi pada tahun 2023. Mayoritas penyumbang emisi terbesar adalah dunia industri. Banyak proses industri yang menghasilkan emisi karbon, contohnya pada proses distilasi minyak bumi. Alga dapat menjadi salah satu solusi dari masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan implementasi bioreaktor. Bioreaktor merupakan sebuah sistem yang dirancang untuk menyediakan lingkungan yang optimal dan terkontrol untuk reaksi biologis dan kimia. 

Bioreaktor Alga

Baca juga : Pesan Lebaran Pj Heru: Jadikan Momen Idul Fitri Pererat Persaudaraan

Bioreaktor alga merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk menangkap dan mengurangi emisi CO2. Bioreaktor alga yang bekerja dengan cara yang menarik. Secara umum, proses akan terjadi saat air dan nutrisi untuk alga (hasil emisi) seperti CO2, nitrogen, dan fosfor dimasukkan ke dalam bioreaktor. Alga di dalam bioreaktor, kemudian memanfaatkan cahaya matahri untuk melakukan fotosintesis, mengubah air dan CO2 menjadi biomassa alga dan oksigen. Setelah fotosintesis, biomassa alga dipisahkan dari air melalui proses filtrasi, sentrifugasi, atau flokulasi. Biomassa alga yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai produk bermanfaat, seperti biofuel, bahan makanan, produk farmasi, dan bahan baku bioplastic. Sementara itu, air yang telah dipisahkan dari biomassa alga dapat digunakan kembali atau dibuang.

Bioreaktor alga dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu open systems (sistem terbuka) dan photobioreactors (PRB). Open systems merupakan bioreaktor yang memiliki sistematika lingkup yang terbuka ke udara, sedangkan PRB memiliki lingkup jangkauan yang terbatas ke udara. Open systems, juga dikenal dengan kolam terbuka, memiliki desain yang sederhana dan relatif murah. Namun, kualitas alga dan konsentrasi CO2 dapat bervariasi, dan open systems lebih rentan terhadap kontaminasi benda asing.

Sementara itu, PRB memiliki desain yang lebih kompleks dan relatif mahal, tetapi memilki kontrol yang lebih baik terhadap lingkungan alga, sera rendahnya resiko kontaminasi benda asing. Pada kedua bioreaktor dapat digunakan sinar ultraviolet (UV) buatan untuk membantu proses fotosintesis pada alga, apabila tidak terdapat sinar matahari pada waktu atau daerah tersebut. Akan tetapi, penggunaan sinar UV buatan ini juga memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan mengandalkan sinar UV dari matahari yang bisa didapatkan secara gratis dari alam semesta ini.

Gambar 1. Open Systems Bioreactor.Sumber gambar: https://gencraft.com/prompt/4ee6793d-8228-4fd9-a983-4c3a16897dfb?

Gambar 2. Photobioreactors.

Sumber gambar: https://emamarket.anfaco.es/gb/catalogo_detalle.php?nar1=108&var1

Baca juga : Fenomena Antre dalam Perhelatan Mudik

Dalam pemilihan jenis bioreaktor, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, seperti skala produksi, biaya operasi, dan kualitas alga yang diinginkan. Open systems lebih cocok untuk skala kecil atau eksperimen, sementara PRB lebih cocok untuk skala produksi yang lebih besar, contohnya industri. Hal itu menunjukkan keefektifan bioreaktor yang dapat digunakan untuk skala kecil ataupun besar, semua kembali pada kebutuhan yang diinginkan. Tidak menutup kemungkinan juga untuk bioreaktor open systems dapat digunakan dalam skala industri, begitupun sebaliknya, PRB juga dapat digunakan pada skala kecil atau eksperimen.

Kesimpulan

Meskipun alga memiliki potensi besar, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memaksimalkan penggunaanya sebagai penangkap karbon. Biaya budidaya alga yang masih tinggi menjadi salah satu kendala utama. Selain itu, kurangnya infrastruktur untuk pemanfaatan dan pengolahan alga serta kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari budidaya alga skala besar juga perlu diperhatikan. Namun, peluang untuk mengatasi tantangan tersebut dan memanfaatkan potensi alga dalam memerangi perubahan iklim akibat emisi COsangatlah besar.

Dengan penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan, alga dapat menjadi pahlawan baru dalam pertempuran melawan krisis iklim. Pemanfaatan alga sebagai solusi dari penangkapan emisi karbon bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja, tetapi juga individu. Masyarakat dapat mendukung pengembangan teknologi alga dengan memilih produk-produk yang terbuat dari alga dan mendorong kebijakan yang mendukung budidaya alga yang berkelanjutan juga mendukung penelitian atau inovasi yang terkait dengan alga sebagai sumber daya untuk menngurangi emisi global. 

Dewa Setyo Wibowo
Dewa Setyo Wibowo
Mahasiswa Teknik Pengolahan Migas, PEM AKAMIGAS Cepu

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.