Dark/Light Mode

Daur Ulang Polutan Udara sebagai Solusi Menghadapi Krisis Iklim

Rabu, 17 April 2024 22:46 WIB
Krisis iklim dan buruknya pencemaran udara (Foto: Istimewa)
Krisis iklim dan buruknya pencemaran udara (Foto: Istimewa)

Perubahan iklim merupakan permasalahan signifikan yang mengancam seluruh manusia di planet ini. Sedangkan solusi untuk masalah ini tidak akan terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia (Luthfia et al., 2019). Perubahan iklim disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang berinteraksi satu sama lain dalam ekosistem global. Salah satu penyebab utamanya adalah aktivitas manusia, terutama dalam hal emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida yang dilepaskan ke atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas industri, dan deforestasi. Indikasi perubahan iklim mencakup peningkatan suhu global, perubahan  pola cuaca dan curah hujan, pencairan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan, serta peningkatan frekuensi kejadian bencana alam.

Menurut Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), perubahan iklim menyebabkan naiknya suhu global, yang mempengaruhi manusia serta spesies dan keanekaragaman hayati yang terancam punah. Selama beberapa dekade terakhir, suhu rata-rata global meningkat sekitar 1℃, yang telah berdampak pada meningkatnya frekuensi bencana alam (Nur & Kurniawan, 2021).

Dampak perubahan iklim yang lainnya juga dapat dirasakan pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan akibat perubahan iklim yang ekstrem dan tidak menentu. Selain itu, sektor pertanian dan ekonomi juga terpengaruh, dengan perubahan pola dan gagal panen pada tanaman seperti padi, tebu, dan sayuran, yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Perubahan iklim juga mengacaukan keseimbangan alam, menyebabkan badai karena perubahan curah hujan, kekeringan karena suhu meningkat, dan kelangkaan air (Sumampouw, 2019). Ketika dampak dari perubahan iklim ini menjadi semakin bersifat menghancurkan dan merugikan, serta tidak terkendali maka kategori perubahan iklim telah berubah menjadi krisis iklim. Krisis iklim ini dapat mengancam keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan kesejahteraan makhluk hidup.

Baca juga : Kemenhub Berikan Mudik Gratis Via Udara Bagi 17 Penyandang Disabilitas

Salah satu masalah utama dari indikator perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya krisis iklim adalah pencemaran udara. Berdasarkan laporan kualitas udara dunia pada tahun 2020 yang diterbitkan oleh IQAir mengungkapkan bahwa 84% dari semua negara yang dipantau mengamati peningkatan kualitas udara. Termasuk Beijing (-11%), Chicago (-13%), Delhi (-15%), London (-16%), Paris (-17%) dan Seoul (- 16%), akan tetapi hanya 24 dari 106 negara yang memenuhi pedoman tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada tahun 2021 ditemukan bahwa hanya 3% kota dan tidak ada satu negarapun yang memenuhi pedoman tahunan kualitas udara. Hanya wilayah Kaledonia Baru, Kepulauan Virgin Amerika Serikat, dan Puerto Rico yang memenuhi pedoman kualitas udara. Laporan tahun 2022 menunjukan bahwa 6 negara yang memenuhi pedoman WHO seperti Australia, Estonia, Finlandia, Grenada, Islandia, dan Selandia Baru. Sebanyak 118 atau sekitar 90% dari 131 negara dan wilayah melebihi nilai pedoman yang ditetapkan. Kualitas udara pada tahun 2023 menujukkan hanya 10 negara yang memenuhi pedoman kualitas udara WHO. Sebanyak 124 dari 134 negara dan wilayah melampaui nilai pedoman yang ditetapkan.

Laporan kualitas udara yang diterbitkan oleh IQAir dari tahun 2020 hingga 2023 menunjukkan bahwa kualitas udara di banyak negara mengalami penurunan kualitas dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar negara masih melampaui nilai pedoman kualitas udara yang telah ditetapkan oleh WHO. Kecenderungan peningkatan kualitas udara dunia masih jauh dari memadai. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran udara masih menjadi masalah serius yang belum teratasi secara luas di seluruh dunia.

Beberapa kebijakan telah dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara, antara lain seperti menerapkan beberapa regulasi yang mengatur emisi dari berbagai sumber dan pengelolaan lingkungan hidup, penggunaan teknologi ramah lingkungan dan energi terbarukan, peningkatan trasportasi publik berkelanjutan, dan pengelolaan ruang terbuka hijau. Penerepan regulasi tentang emisi dan pengelolaan lingkungan hidup telah diterapkan di berbagai negara, seperti perjanjian paris pada konferensi perubahan iklim PBB pada tahun 2015, regulasi carbon trading, Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan masih banyak lagi.

Baca juga : Kocek Negara Bakal Nambah

Selain itu, pada saat ini pemerintah mulai memaksimalkan penggunaan mobil listrik agar masyarakat berpindah ke mobil yang ramah lingkungan. Peningkatan transportasi publik juga merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk mengurangi polusi udara yang terjadi. Langkah-langkah lainnya seperti penghijauan kota, pengendalian sumber industri dan pembangkit listrik dan memperluas jaringan pemantauan adalah upaya pemerintah menangani polusi udara yang ada (Saly & Metriska, 2023).

Penerapan langkah-langkah pencegahan pencemaran udara yang telah disebutkan sangatlah baik, namun bukan tanpa tantangan. Pada kenyataanya implementasi kebijakan perlindungan lingkungan sering kali menghadapi tantangan dalam penegakan hukum dan pemantauan yang efektif, sehingga efektivitasnya dalam mengurangi polusi udara terbatas. Selanjutnya, meskipun kendaraan listrik menjadi solusi yang menjanjikan, tantangan terkait infrastruktur pengisian daya yang belum tersebar secara merata dan biaya yang tinggi masih menjadi kendala dalam proses penerimaan terhadap masyarakat luas.

Sementara itu, penghijauan kota memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara dan memperluas jaringan pemantauan polusi udara adalah langkah yang penting, tetapi membutuhkan sumber daya dan teknologi yang memadai untuk memastikan data yang akurat dan dapat diandalkan.

Menjawab persoalan krisis iklim dan peralihan menuju energi terbarukan yang belum menyeluruh, kami memiliki sebuah inovasi untuk mengubah polutan udara menjadi bahan bakar dan produk kimia bernilai guna. Mengembangkan proses berkelanjutan dengan memanfaatkan langsung polutan udara sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia melalui konversi elektrokimia membuka peluang di berbagai sektor, termasuk produksi senyawa berharga dari daur ulang limbah disektor industri dan penyimpanan bahan kimia dari sumber terbarukan di sektor energi.

Baca juga : Persebaya Surabaya Fokus Hadapi Derbi Jatim

Proses reduksi elektrokimia untuk mengubah CO2 menjadi produk kimia berharga dan NOx menjadi amonia, merupakan salah satu cara yang mempunyai keuntungan dalam mengurangi  polutan yang terus bertambah. Mengubah polutan (CO2 dan NOx) kembali ke bahan mentah (raw material) merupakan cara yang menjanjikan untuk meminimalkan emisi dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya takterbarukan untuk produksi sekaligus merespons kebutuhan produk kimia. Penggunaan listrik dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin untuk proses reduksi elektrokimia juga membuka jalan bagi teknologi baru ini menuju praktik industri. 

Proses reduksi elektrokimia untuk mengubah CO2 menjadi produk kimia bernilai guna dan NOx menjadi amonia, merupakan salah satu cara yang mempunyai keuntungan dalam mengurangi  polutan yang terus bertambah. Mengubah polutan (CO2 dan NOx) kembali ke bahan mentah (raw material) merupakan cara yang menjanjikan untuk meminimalkan emisi dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya takterbarukan untuk produksi sekaligus merespons kebutuhan produk kimia. Penggunaan listrik dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin untuk proses reduksi elektrokimia juga membuka jalan bagi teknologi baru ini menuju praktik industri. Energi terbarukan yang bersifat intermiten dapat dengan mudah disimpan dalam ikatan kimia (bahan kimia perantara atau bahan bakar) untuk berbagai kegunaan.

Energi terbarukan dapat memberikan solusi yang kuat dan mengurangi ketergantungan pada pembakaran bahan bakar fosil, sumber energi bersih seperti matahari dan angin dapat mengurangi emisi polutan udara yang berbahaya. Dengan demikian, penggunaan energi terbarukan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan juga menjaga kualitas udara yang lebih bersih dan sehat bagi manusia dan lingkungan.

Muhammad Tito Arya Wijaya
Muhammad Tito Arya Wijaya
Muhammad Tito Arya Wijaya

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.