Dark/Light Mode

Pakar Tegaskan, Pencalonan Gibran sebagai Cawapres Sah Secara Hukum

Jumat, 9 Februari 2024 19:20 WIB
Diskusi bertajuk Fenomena Infiltrasi Politisi Partisan di Kampus, di Jakarta, Jumat (9/2). (Foto: Istimewa)
Diskusi bertajuk Fenomena Infiltrasi Politisi Partisan di Kampus, di Jakarta, Jumat (9/2). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menanggapi pernyataan beberapa pihak yang menyinggung etika hukum di masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Menurut Margarito, pernyataan yang menyinggung soal etika dalam penerapan hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia Capres-Cawapres terlalu mengada-ada. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sesuai, karena etika dan hukum merupakan dua hal yang berbeda.

"Kalau Anda banding jeruk dengan apel pasti nggak bisa, itu dua hal yang dari sananya sudah berbeda. Dalam kaidah ilmu tafsir, interpretasi itu yang dibandingkan musti apple to apple, bentuk dan sifatnya sama baru Anda bisa logis. Anda banding moral banding etika dengan hukum, nggak ketemu sampai kapan pun," kata Margarito, di diskusi bertajuk "Fenomena Infiltrasi Politisi Partisan di Kampus", di Jakarta, Jumat (9/2).

Margarito menegaskan, soal etika dan hukum sangat berbeda sehingga tak bisa dijadikan satu rangkaian. Pria yang pernah menjadi Staf Ahli Menteri Sekretariat Negara itu menyebut, jika ada pihak yang terus menyandingkan hukum dengan etika, tetap saja percuma.

Baca juga : KPK Rekomendasikan Penyaluran Bansos Lewat Pos Atau Bank

"Anda takar hukum dengan etika bubar, Anda takar etika dengan hukum ya sudah bubar," kata Margarito.

Soal putusan MK yang akhirnya meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres, Margarito menegaskan, itu merupakan produk hukum yang berkekuatan tetap dan mengikat. Suka atau tidak, putusan tersebut tetap menguatkan pencalonan Gibran, karena bersifat final. Kalaupun mau menampik putusan tersebut, Undang-Undang yang menyebut putusan MK itu final harus diubah.

"Anda mau senang atau tidak senang, begitu putusan Mahkamah Konstitusi itu keluar, kita mesti terima itu sebagai hukum yang berlaku. Karena sistem mengatakan, Undang-Undang Dasar menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi itu final," kata Margarito.

Baca juga : APPKSI Kaltim Deklarasi Dukung Prabowo-Gibran Di Pilpres 2024

Di tempat yang sama, pakar hukum tata negara dari Universitas Pakuan Andi Asrun juga menyoroti pihak-pihak yang menggiring opini seakan-akan ada kecurangan dalam Pemilu 2024. Mulai dari penyaluran bansos hingga kritik terhadap hak kampanye Presiden terus digulirkan, dengan membangun narasi bahwa pemerintah tidak netral.

Guru Besar Universitas Pakuan ini menilai, upaya tersebut tak lepas dari meningkatnya elektabilitas Prabowo-Gibran. Semakin elektabilitas paslon nomor dua itu meningkat, isu-isu Pemilu curang pun terus digaungkan berulang-ulang.

"Kalau masih gerakan ini berlanjut, betul dugaan saya bahwa gerakan politik kritik terhadap pemerintah ini adalah sebuah mobilisasi politik," kata Andi Asrun.

Baca juga : Mahfud Tegaskan Program Insentif Guru Ngaji Untuk Semua Agama

Sejauh ini, Presiden Jokowi telah merespons kritik soal penyaluran bansos dengan menunda sementara program pemerintah tersebut. Bahkan, Jokowi juga secara gamblang mengatakan tidak akan berkampanye meski ia punya hak secara konstitusi.

"Jadi, dengan 2 tindakan ini, kalau masih berlanjut gerakan ini, gerakan protes cara pemerintah, ya kemudian dimobilisasi ke jalan, maka itu sudah sebuah pelanggaran hukum, bukan lagi sikap kritis," kata Andi Asrun.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.