Dark/Light Mode

Tembus Rp 15.223, Rupiah Babak Belur Lawan Dolar AS

Rabu, 18 Maret 2020 14:44 WIB
Ilustrasi rupiah dan dolar. (Foto: net)
Ilustrasi rupiah dan dolar. (Foto: net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rupiah makin babak belur menghadapi keperkasaan dolar Amerika Serikat. Penyebaran virus corona (Covid-19) masih menjadi sentimen paling tinggi terhadap pelemahan rupiah.

Dari data referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di level Rp 15.223 per dolar AS di perdagangan Rabu (18/3). Angka ini naik dari capaian rupiah di Selasa (17/3) di level Rp 15.083 per dolar AS.

Baca juga : Gawat, Rupiah Terus Bergerak di Atas 15 Ribu Per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.085 per dolar AS hingga 15.223 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah tertekan 9,79 persen. Depresiasi rupiah ini dinilai cukup signifikan. 

Antara lain disebabkan oleh adanya stimulus yang dilakukan Presiden AS Donald Trump terkait penanganan pandemi corona. Seperti diketahui, Trump mengumumkan kebijakan stimulus sebesar 1 triliun dolar AS (Rp 15.227 triliun).

Baca juga : Son Pahlawan, Spurs Tembus Babak Kelima Piala FA

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira melihat, situasi pelemahan rupiah diprediksi akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan, lantaran kondisi yang terus memicu sentimen negatif. Bukan cuma terkait corona, keputusan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang kembali  menerapkan pogram quantitative easing (QE) senilai 700 miliar dolar AS (Rp 10.661 triliun) menjadi salah satu faktor pemicu pelemahan nilai tukar. 

Ia pun memprediksi, volatilitas rupiah akan makin tertekan dalam beberapa hari ke depan. "Bisa saja menembus sekitar Rp 15.500 per dolar AS," katanya kepada Rakyat Merdeka, Rabu (18/3).

Baca juga : Dijebloskan ke Penjara, Bupati Sidoarjo Ngaku Belum Terima Uang Suap

Jika kondisi ini terus memburuk, sambung Bhima, bahkan tak menutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pelaku industri. Untuk itu kata dia, industri harus bisa menyesuaikan harga jual, khususnya industri yang bergantung pada bahan baku impor. Harga jual produk-produk elektronik, farmasi, sampai otomotif semuanya dipastikan bakal naik.

"Memang tidak semudah itu bagi pelaku industri menaikkan harga ketika daya beli tertekan. Bagai buah simalakama, harga jual tidak naik yang rugi biaya produksi. Harga jual naik konsumen menahan belanja," ucapnya. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.