Dark/Light Mode

APBN Tekor 1.200 Triliun

Kocek Negara Senasib Dengan Dompet Rakyat

Jumat, 29 Mei 2020 05:55 WIB
Ilustrasi mata uang rupiah. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi mata uang rupiah. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi corona bikin kocek negara makin tipis. Pendapatan kian tergerus sementara belanja terus membengkak. Dalam proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) teranyar, defisit mencapai Rp 1.200 triliun. Duh, kondisi kantong negara senasib dengan dompet rakyat. Sama-sama kempis.

Pandemi corona memang bikin perekonomian kita gonjang-ganjing. Dunia usaha lesu, perusahaan banyak yang tutup, PHK di mana-mana, pengangguran meningkat. Akibatnya, berbagai prediksi ekonomi pemerintah meleset. Misalnya, awalnya pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 di level 4,5 persen. Kenyataannya, ekonomi kuartal I hanya tumbuh 2,9 persen.

Di tengah kondisi ini, perkiraan defisit APBN juga terus direvisi. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dua kali merevisi proyeksi APBN 2020. Awalnya, dalam postur APBN 2020 Perpres 54/2020 yang diterbitkan 3 April lalu, defisit dilaporkan sebesar 5,07 persen terhadap PDB. Dalam konferensi pers sebelum Lebaran, Sri Mulyani mengoreksi angka tersebut. Dia mengumumkan defisit APBN jadi 6,27 persen.

Baca juga : Pemerintah Fokus Pulihkan Kondisi Ekonomi Rakyat

Defisit meningkat karena pemerintah harus menambah belanja sekitar Rp 106,3 triliun untuk penanganan Covid-19. Seperti penambahan subsidi UMKM, penambahan diskon listrik, dan memberikan bansos tunai. Sementara, penerimaan diproyeksikan kembali menurun sebesar Rp 69,3 triliun dari Rp 1.760,9 triliun menjadi Rp 1.691,6 triliun.

Dari mana duit untuk menutupi defisit itu? Pemerintah berencana menerbitkan utang baru sekitar Rp 990,1 triliun. Berdasarkan draf kajian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diterima redaksi kemarin, hingga 20 Mei, pemerintah sudah menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 420,8 triliun. Nantinya, total utang akan senilai Rp 990,1 triliun, yaitu dengan penerbitan SUN secara keseluruhan baik melalui lelang, ritel, maupun private placement untuk dalam dan atau luar negeri.

Dalam bahan paparan itu diketahui, Kemenkeu memutuskan menaikkan target pembiayaan utang pada APBN. Kenaikan tersebut untuk membiayai pelebaran defisit anggaran dan tambahan pembiayaan investasi. Target pembiayaan utang tercatat meningkat dari Rp 1.006,4 triliun pada Perpres 54/2020 menjadi Rp 1.206,9 triliun atau meningkat Rp 200,5 triliun.

Baca juga : PAN Minta Negara Hadir Bantu Rakyat

Kemenkeu juga menyebutkan, bertambahnya utang membuat rasio utang pemerintah bakal naik dari 30,2 persen terhadap PDB di 2019 menjadi 37,6 persen di tahun ini. Bahkan, pada 2023, rasio utang bisa mencapai 38,3 persen terhadap PDB.

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menyebut, kondisi APBN sekarang ini mirip dengan dompet rakyat yang kempis. Saat dompet rakyat kempis, pemerintah pun kesulitan mencari pemasukan lewat pajak. "Sekarang kondisi ekonomi rakyat sedang sulit. Dunia usaha juga lesu. Sama-sama tak punya duit. Tak bisa kalau dikejar pajaknya," kata Eko, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

Eko memprediksi, defisit akan semakin melebar akibat dampak Covid-19 yang makin parah. Sejumlah lembaga analis di Singapura memprediksi defisit APBN bisa sampai 7-8 persen dari PDB.

Baca juga : MPR Dukung Pejabat Negara Nggak Dapat THR

Namun, Eko menyayangkan perubahan APBN yang cepat dan tiba-tiba. Menurut dia, dalam kondisi tertentu, perubahan APBN yang tiba-tiba mengindikasikan analisis yang kurang mendalam. Kredibilitas fiskal dipertaruhkan.

Eko mengingatkan, jangan sampai pelonggaran defisit membuat lalai dan situasi ekonomi kita jatuh tak terkendali. APBN harus tetap dikelola dengan tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, prudent, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan demi hajat hidup orang banyak.

Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Marwan Cik Asan ikut mengritik. Menurut dia, perubahan postur APBN dalam waktu singkat sangat langka. Waketum Demokrat ini menyebut, perubahaan dalam waktu cepat menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam merumuskan perencanaan dan pengelolaan APBN. "Ini akan berujung makin menurunnya kredibilitas dan kepercayaan pemerintah dalam pengelolaan fiskal. Bukan tidak mungkin ketidakpercayaan pelaku usaha dan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola fiskal,” kata Marwan, kepada Rakyat Merdeka, kemarin. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.