Dark/Light Mode

Tidak Semua Daerah Makan Nasi

Bos Bulog Ingin Sagu Jadi Alternatif Makanan Pokok

Sabtu, 24 Oktober 2020 06:54 WIB
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia tidak harus fokus kepada beras sebagai ketahanan pangan. Masih ada alternatif makanan pokok, antara lain sagu.

Hal itu disampaikan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas). Menurutnya, selama ini ketahanan pangan di Indonesia hanya melirik beras. 

Padahal tidak semua masyarakat menjadikan beras sebagai makanan pokok, terutama di wilayah Timur Indonesia. 

“Kita hampir tidak pernah melihat potensi lainnya, termasuk sagu. Kami sudah membuktikan bahwa produksi sagu itu besar, seperti di Papua, Meranti dan daerah lain-lainnya. Itu kan punya potensi besar,” kata Buwas dalam diskusi virtual, kemarin. 

Dia mengatakan, Indonesia sebagai negara tropis yang juga dikenal agraris, memiliki potensi besar untuk banyak bidang pertanian. Hanya saja perlu ada peningkatan cara mengelola, demi memaksimalkan potensi. 

Baca juga : Para Kepala Daerah : Teknologi Digital Permudah Pelayanan Publik

“Seperti sagu, sudah banyak daerah memproduksinya, terutama di wilayah Ambon. Sehingga kita tidak perlu takut kelaparan. Sebetulnya negara kita ini banyak potensinya,” tegasnya. 

Menurut dia, sagu menjadi alternatif yang tepat, ditambah lagi gaya hidup sehat yang sudah banyak dilakukan masyarakat. “Banyak orang juga sedang diet makan yang sehat rendah gula,” ucapnya. 

Buwas mengatakan, sagu memiliki potensi ekspor. Karena di luar negeri dibutuhkan sagu sebagai bahan dasar beberapa jenis makanan. Seperti di Korea Selatan, bahan baku mie instan sudah menggunakan sagu. Kebutuhan di Negeri Ginseng tersebut cukup besar. 

“Kami sudah mencoba merealisasikan agar mie di sini juga dibuat dengan sagu. Kami sudah mulai bekerja sama dengan swasta,” akunya. 

Dia berharap, selain tidak ketergantungan dengan beras, Indonesia juga jangan bergantung pada gandum sebagai bahan mie. Jika mie instan produksi dalam negeri hanya bergantung pada gandum, maka akan mendorong tingginya impor. 

Baca juga : AS Serahkan Fasilitas Cuci Tangan dengan Sabun kepada Kabupaten Bogor

Dia menjelaskan, beberapa daerah sudah sejak lama mendesak Bulog agar memperhatikan sagu. Diakui Buwas, sejumlah kepala daerah sudah mulai mengkritik Bulog karena tidak berinisiatif menjadikan sagu sebagai alternatif makanan pokok. 

Dia menegaskan, posisi Bulog sebagai pelaksana tugas. “Banyak yang tidak tahu peran Bulog sekarang. Bukan peran Bulog pada masa lalu. Kami ini dibatasi. Jadi tidak bisa kita berinisiatif terus langsung kita bisa lakukan,” tegas Buwas. 

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga sudah mendorong tumbuhnya industri pengolahan sagu. Upaya strategis ini diyakini bakal mendongkrak nilai tambah sagu, sekaligus mewujudkan ketahanan pangan nasional. 

Hilirisasi produk sagu diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan potensi pajak dan pendapatan asli daerah. 

“Pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Baca juga : Joe Biden Nggak Akan Ragu Lockdown Amerika Lagi

Kemenperin juga menyebut, saat ini wilayah Timur punya potensi yang besar untuk sagu terutama Papua. Sebanyak 50,33 persen total luas tanaman sagu Indonesia berada di Papua. 

“Pemerintah telah menjadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas,” ucap Agus. [JAR]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.