Dark/Light Mode

Hanya Bayar Cicilan Seperlima

Program Restrukturisasi Ringankan Beban Rakyat

Rabu, 28 Oktober 2020 06:10 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso

RM.id  Rakyat Merdeka - Kebijakan restrukturisasi utang terbukti meringankan beban ekonomi masyarakat kecil. Hal itu menjadi salah satu alasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang program itu.

Masyarakat membutuhkan berbagai stimulus agar bisa survive. Sebab, akibat pandemi Corona, pendapatan mereka berkurang. Sementara cicilan harus disetorkan dengan jumlah yang sama seperti sebelum pandemi. 

Seakan mendengar keluhan wong cilik, Otoritas Jasa Keu angan (OJK) mengeluarkan aturan terkait keringanan pembayaran kredit, yang tertuang dalam dituangkan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020. 

Debitor yang terdampak pandemi, diperbolehkan menunda pembayaran cicilan kreditnya selama maksimal satu tahun. 

Aturan ini membuat girang Muhammad Asnawi (37). Pria yang berstatus guru honorer di sebuah sekolah swasta di Jakarta Barat tersebut, memilik cicilan motor, yang masih harus dilunasi selama dua tahun lagi. 

Per bulannya, ia harus mencicil Rp 1,25 juta. Sejak April lalu, dia mengaku kebingungan membayar cicilan. Sebab, honornya berkurang karena sekolah tempatnya kerja melakukan pembelajaran secara online. 

Mendengar adanya program restrukturisasi, dia mencoba mengajukan keringanan ke perusahaan pembiayaan alias leasing. Dia girang, prosesnya ternyata tidak ribet. 

Baca juga : Pertamina Pastikan Masa Transisi Restrukturisasi Berjalan Lancar

“Hari ini saya minta keringanan, besoknya saya harus menyerahkan beberapa dokumen persyaratan. Dua hari kemudian restrukturisasi saya disetujui,” cerita Asnawi kepada Rakyat Merdeka. 

Hasilnya, bapak dua anak itu diperbolehkan membayar bu - nganya saja sekitar Rp 250 ribuan selama tiga bulan. Artinya, tiap bulan dia hanya membayar cicilan seperlima dari nilai sebelumnya pandemi.

“Kebijakan ini sangat membantu saya, yang sedang dalam kesulitan ekonomi,” tuturnya. 

Restrukturisasi Diperpanjang 

Dari catatan OJK, hingga 13 Oktober 2020, total restrukturisasi di lembaga pembiayaan (multifinance) mencapai Rp 175,21 triliun, yang terdiri dari 4,73 juta debitor di 181 perusahaan multifinance. 

Jika dirinci, pelaku UMKM dan Ojek Online (Ojol) sebanyak 651 ribu debitor, dan non-UMKM dan Ojol 4,08 juta debitor. 

Sementara di perbankan, realisasi restrukturisasi kredit per 28 September 2020 mencapai Rp 904,3 triliun. 

Baca juga : Imam Besar Istiqlal: Santri Harus Proaktif Jalankan Protokol Kesehatan, Harus Jadi Contoh

Terdiri dari 7,5 juta nasabah yang tersebar di 100 bank, di mana 5,82 juta debitor UMKM dan 1,64 juta debitor non-UMKM. Informasi saja, pengajuan restrukturisasi pada beberapa bu lan terakhir mulai melamban, bahkan cenderung flat (datar). 

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, hal itu lantaran pemberian restrukturisasi sudah optimal. Meski begitu, OJK tetap memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun atau hingga Maret 2022. 

Wimboh menjelaskan, perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi, untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitor restrukturisasi. 

“Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank. Ini untuk menghindari moral hazard, agar debitor tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini,” katanya. 

Tak lupa bos wasit perbankan ini juga mengingatkan, agar lembaga jasa keuangan tetap menjaga prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menjalankan program restrukturisasi. 

Ia mengimbau bank meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). 

“OJK senantiasa mencermati dinamika dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, untuk menjaga kestabilan di sektor jasa keuangan. Ini tak lain guna mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” terang Wimboh. 

Baca juga : Rerie Imbau Pemerintah Cegah Penolakan Vaksin Corona

Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Aviliani menyambut baik langkah OJK tersebut. Menurutnya, kebijakan OJK telah sesuai dengan kondisi saat ini. Di mana daya tahan UMKM maupun perusahaan mulai goyang. 

“Bagi usaha yang belum membaik, pasti membutuhkan lagi restrukturisasi. Di Oktober ini, perusahaan sudah mulai batuk-batuk. Apalagi masyarakat kecil,” ujarnya saat dihubungi Rakyat Merdeka. 

Diakui Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso, perpanjangan restrukturisasi akan meringankan beban banyak debitor BRI terdampak Covid-19. 

“BRI menyambut baik perpanjangan tersebut. Kebijakan ini membuat kami lebih leluasa mencari dan memberi restrukturisasi untuk para nasabah,” ujarnya. 

Menurut Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto, pihaknya telah mengerek rasio cadangan kerugian tahun ini cukup tinggi, di mana kuartal III tahun lalu hanya sebesar 52,67 persen. “Antisipasi BRI, yak ni mempersiapkan CKPN di kisaran 200 persen,” tuturnya kepada Rakyat Merdeka. 

Senada, Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Corina Leyla Karnalies mengakui, demi mengantisipasi perpanjangan restrukturisasi, perseroan membentuk pencadangan yang lebih konservatif. 

“Sehingga coverage ratio berada pada level 206,9 persen di kuartal III-2020. Ini naik jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sebesar 159,2 persen,” jelasnya kemarin kepada Rakyat Merdeka. [DWI]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.