Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Janji Perbaiki Kinerja
Bank Banten Ngarep Kecipratan Dana PEN
Senin, 25 Januari 2021 05:07 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Tahun ini, pemerintah memberi sinyal bakal kembali memarkirkan dananya sebesar Rp 66,99 triliun di perbankan. Meski belum ada keputusan, namun diperkirakan bank penerima stimulus akan sama dengan tahun lalu.
Sebagai catatan, dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 diprioritaskan ditempatkan untuk empat bank pelat merah, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN. Kemudian, tiga bank syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah. Dan, 11 Bank Pembangunan Daerah (BPD). Yakni, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR), PT Bank DKI, PT Bank Jateng, PT Bank Sulutgo, PT Bank Jatim, PT Bank BPD DIY, PT Bank BPD Bali, PT Bank Sulselbar, PT Bank Kalbar, PT Bank Sumut, dan PT Bank Jambi.
PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten), salah satu BPD yang berlokasi dekat dengan Pemerintahan pusat, tidak masuk daftar.
Menurut Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, Bank Banten tidak kecipratan dana PEN karena masih dililit masalah likuiditas.
Sejak 2016, Bank Banten terus membukukan kerugian sebesar Rp 414,940 miliar. Satu tahun kemudian, jumlah kerugian bisa ditekan menjadi Rp 76,22 miliar. Pada akhir 2018, jumlah kerugian kembali meningkat menjadi Rp 94,960 miliar. Sempat diwacanakan akan di-merger dengan BJB, tetapi Bank Banten memilih penyehatan mandiri. Dan, baru-baru ini Bank Banten menerima suntikan modal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sebesar Rp 1,55 triliun.
Baca juga : Machfud-Mujiaman Bongkar Kecurangan Di Pilkada Surabaya
Masalahnya, penyuntikan modal tersebut berasal dari dana kas daerah yang masih tertahan di Bank Banten. Rencananya suntikan modal itu akan dikonversikan sebagai penyertaan modal ke PT Banten Global Development, selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Banten sekaligus pemegang saham pengendali perseroan. Dan saat ini, Bank Banten masih dalam status Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalau mau menyelamatkan rakyat dari Covid-19, (likuiditas) bank-nya harus aman dulu. Pertimbangannya, saya rasa cukup jelas, mengapa Bank Banten belum masuk kriteria ini,” terang Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Emiten berkode saham BEKS, sambung alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, dinilai sudah kewalahan dengan dana Pemprov yang masih menumpuk, tapi belum dicairkan. Menurut perhitungan Bhima, ada sekitar Rp 218 triliun dana Pemprov, yang sebagian berasal dari transferan Pemerintah pusat.
Karena itu, ia khawatir, jika Bank Banten kebagian dana PEN, maka belum tentu bisa disalurkan ke sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sebagaimana yang diamanatkan Pemerintah. Apalagi sekarang ini kondisi kredit sedang tumbuh negatif.
“Jadi, Bank Banten sebaiknya fokus dulu mendorong pencairan simpanan dalam bentuk kredit. Atau, meminta Pemprov segera melakukan belanja,” saran peraih gelar master dari Universitas Bradford, Inggris ini.
Baca juga : KPK Usut Para Pejabat Yang Kecipratan Duit Suap
Kendati demikian, Direktur Utama Bank Banten, Fahmi Bagus Mahesa masih menaruh harapan perseroan bisa mengantongi dana PEN.
“Kami berkomitmen untuk terus mendukung segala program dan kebijakan Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Terutama dalam keadaan sulit di masa pandemi Covid-19, yang memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia,” ucapnya saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Namun, imbuh Fahmi, untuk bisa ikut menyalurkan dana PEN, pihaknya berharap OJK sudi mencabut status BDPK tersebut.
Apalagi, imbuh Fahmi, saat ini Bank Banten tengah meningkatkan pelayanan terhadap nasabah. Salah satunya dengan menaikkan status perseroan. Dari semula BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) I yang modal intinya di bawah Rp 1 triliun, menjadi BUKU II (modal inti Rp 1-Rp 5 triliun).
“Dengan naiknya status tersebut, akan dibarengi juga dengan kemudahan transaksi secara digital oleh para nasabah Bank Banten. Sehingga akan lebih memudahkan dalam bertransaksi,” tuturnya.
Baca juga : Aplikasi Cari Temu Baznas Bantu Temukan Keluarga Yang Hilang
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyebut, alokasi penempatan dana pemerintah di perbankan untuk 2021 itu sama besarnya dengan pagu tahun lalu, yakni Rp 66,99 triliun. Penempatan dana Pemerintah itu akan menjadi salah satu program dalam stimulus UMKM yang paling banyak memakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dari penempatan dana tersebut, total penyaluran kredit telah mencapai Rp 254,37 triliun, atau memiliki leverage (daya ungkit) empat kali. Dengan rincian, bank pelat merah menyalurkan kredit senilai Rp 218,36 triliun, BPD Rp 30,12 triliun, dan bank syariah Rp 5,89 triliun. [DWI]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya