Dark/Light Mode

Rupiah Melemah Lagi

Impor Barang Modal & Konsumsi Makin Mahal

Jumat, 5 Oktober 2018 09:27 WIB
Rupiah Melemah Lagi Impor Barang Modal & Konsumsi Makin Mahal

RM.id  Rakyat Merdeka - Terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipastikan bakal memberikan dampak terhadap perekonomian. Antara lain,  kenaikan harga barang modal dan konsumsi berasal dari impor.

Rupiah  kemarin terperosok ke level Rp 15.187 per dolar AS. Melemah dari satu hari sebelumnya Rp 15.065 per dolar AS. pelemahan rupiah itu cukup dalam bila dibandingkan awal tahun yang berada di kisaran Rp 13.200 per dolar AS. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) ementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil  Nazara  mengungkapkan, pihaknya memberikan perhatian serius terhadap pelemahan rupiah. Terus melakukan pemantauan dampaknya terhadap seluruh aspek ekonomi.

Baca juga : Yang Punya Dolar Banyak Senang, Rakyat Di Bawah Resah & Gelisah

“Konsekuensinya (pelemahan rupiah) impor akan lebih mahal, termasuk  untuk  impor  bahan modal, konsumsi dan lainnya. Setiap kali impor bahan modal meningkat  lebih  mahal,  itu ar tinya  proyek  infrastruktur juga akan lebih mahal, belanja p emerintah  juga  mengalami ke naikan,” ungkap Suahasil di Jakarta, kemarin. Namun begitu, Suahasil menu turkan,  ada  sisi  positif  dari pelemahan rupiah. penerimaan negara akan mengalami peningkatan. Bahkan peningkatannya bisa  saja  lebih  tinggi  dibandingkan  engeluaran. antara lain, peningkatan hasil ekspor. Makanya, dia mengajak semua pihak, untuk meningkatkan ekspor. Karena, berdasarkan teori, nilai ekspor akan meningkat jika rupiah mengalami pelemahan.

Tapi di sisi lain, pemerintah harus  bisa  menekan  impor. Sebab  jika  rupiah  melemah, kemungkinan  impor  melebar juga sangat besar. apalagi indonesia masih bergantung dengan barang­barang impor.Menurut  Suahasil, saat ini pemerintah  sudah  melakukan pengetatan impor. Selain upaya pemerintah, dia yakin bank sentral tidak  akan tinggal diam dan membiarkan rupiah makin melemah. “Saya yakin Bi akan menjaga stabilitas rupiah. Sekarang sudah banyak stimulus  yang  dikeluarkan  Bi untuk  stabilkan  nilai  tukar,” jelasnya. Sementara  itu,  Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati mengungkapkan, pemerintah akan mengontrol kebijakan yang sudah diambil untuk  menahan tekanan terhadap rupiah. Seperti, menekan laju pertumbuhan impor dengan mengendalikan impor  barang konsumsi  dan  penerapan  program  mandatori  biodiesel 20 persen (B20).

Baca juga : Kode Jokowi Untuk Nahkoda Pemberani

“Kami akan memonitor impor, nanti akan kami lihat laporannya setiap minggu. posisi terakhir sudah menunjukkan penurunan namun kita akan lihat Oktober minggu pertama ini,” kata ani panggilan akrab Sri Mulyani. Dia yakin, penerapan  B20 mampu  meredam  impor  minyak  mentah yang selama ini berdampak pada neraca pembayaran nasional. Seperti diketahui, Sri Mulyani menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (pMK) dalam rangka untuk mengatur impor terutama barang konsumsi. angkah ini juga diambil pemerintah untuk mengurangi devisit ransaksi berjalan.

Dalam  pMK  tersebut, ada 218 item komoditas yang tarifnya akan mengalami kenaikan dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Yang termasuk  dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang telah dapat diproduksi dalam negeri, seperti sabun, shampo, kosmetik serta peralatan masak atau dapur.Lalu ada ada sebanyak 719 jenis barang juga yang akan mengalami kenaikan tarif pph dari 2,5 persen menjadi 7,5 per sen.

Baca juga : Ekonomi AS Meriang, Kondisi Kita Sehat Kan?

Yakni kelompok yang dapat digunakan dalam proses konsumsi dan  keperluan  lainnya. Seperti keramik, ban, produk tekstil, hingga perlengkapan elek tronik. Meski demikian, ada 57 jenis barang yang tidak naik atau tetap berada pada besaran 2,5 persen%. Kelompok tersebut merupakan bahan baku penting yang tidak diubah kebijakannya. Harga Komoditas Turun Direktur  Eksekutif institute for Development of Economics and Finance (indef) Enny Sri hartati  menilai,  impor  masih menjadi beban terhadap upaya menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab kenaikan ekspor tetap  tidak  sebanding  dengan impor.

“Kenyataannya sekarang ekspor kita naik apa tidak? Kalau tidak ya  artinya kenaikan penerimaan negara juga nggak signifikan,” kata Enny. Dia menuturkan, saat ini hasil ekspor indonesia masih di­ dominasi komoditas. Sementara harganya di pasar dunia saat ini sedang turun akibat dampak dari  perang dagang amerika­China. “Ekspor terbesar indonesia, sawit dan batubara. Dua komoditas itu harganya sedang turun,” imbuhnya. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.