Dark/Light Mode

Soal Isu Kelangkaan Gula Di Jatim Yang Picu PHK IKM

Kemenperin: Hoaks Itu, Sudah Dikonfirmasi Ke Disnaker

Jumat, 9 Juli 2021 14:44 WIB
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian Supriadi (Foto: Humas Kemenperin)
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian Supriadi (Foto: Humas Kemenperin)

 Sebelumnya 
Saat gosip kelangkaan gula merebak pada April lalu, Kemenperin duduk bareng Disperindag Jatim dan pihak yang mencetuskannya waktu itu.

"Pihak tersebut justru bilang tidak ada kekurangan gula kristal rafinasi untuk IKM di Jatim. Adanya, masalah harga. Nah, kalau masalah harga, sudah dijawab oleh Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Bahwa, walaupun BtoB, AGRI siap mengkondisikan harga lewat subsidi silang, ditanggung industri atau asosiasi. Harganya disamakan dengan Jabar dan Jateng," terangnya.

Soal Permenperin No.3 Tahun 2021, Supriadi menerangkan, aturan itu sudah lama ada. Tahun ini, Kemenperin hanya menegaskan kembali. Agar industri gula berbasis tebu lebih fokus dalam memproduksi gula kristal putih, dalam upaya swasembada gula konsumsi.

Baca juga : Soal Bantuan Usaha Mikro Tahap II, Kemenkop UKM: Masih Diproses Kemenkeu

Supriadi mengungkapkan, dalam periode 2015-2020, ada sekitar 7 pabrik gula berbasis tebu yang didirikan, dengan kapasitas di atas 10 ribu TCD.

Namun, kehadiran 7 pabrik gula baru ternyata tidak mendukung produksi gula kristal putih mencukupi kebutuhan konsumsi, atau mendekati swasembada. Produksinya justru semakin turun.

"Tahun 2015, produksi gula kristal putih mencapai 2,5 juta ton. Tapi, tahun 2020, produksinya malah turun menjadi sekitar 2,1 juta ton. Itu turun terus sejak 2015. Ini kan jadi pertanyaan," cetusnya.

Baca juga : Soal Kondisi Keuangan Negara, Pemerintah Disarankan Lebih Transparan

Usut punya usut, pabrik gula kristal putih berbasis tebu itu ternyata tidak fokus membangun perkebunan tebu. Padahal, mereka diberikan fasilitas insentif dan investasi pabrik gula baru dengan impor raw sugar.

Bukannya untuk membangun perkebunan tebu, mereka malah membeli tebu dengan harga mahal dari petani tebu, yang memang sudah bermitra dengan pabrik gula lainnya yang sudah lama.

"Itu kan kasian jadinya. Pabrik gula berbasis tebu yang termasuk BUMN atau yang sudah lama-lama seperti Kebon Agung dan sebagainya jadi kalah bersaing, karena mereka tidak mendapat insentif impor raw sugar. Jadi, mereka cuma memanfaatkan bahan baku tebu yang ada, untuk memperebutkan bahan baku itu. Bukannya membangun perkebunan tebu sendiri. Padahal, di perjanjiannya, mereka harus membangun perkebunan tebu. Aneh kan? Inilah yang akhirnya melatarbelakangi Pak Menteri menerbitkan Permenperin No.3 Tahun 2021. Supaya mereka fokus memproduksi gula kristal putih, membangun perkebunan tebu supaya bisa memenuhi bahan bakunya," papar Supriadi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.