Dark/Light Mode

Bos Apindo: Jam Kerja Buruh Tak Perlu Diatur

Minggu, 5 Mei 2019 05:58 WIB
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani. (Foto: Presidenpost)
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani. (Foto: Presidenpost)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mendorong pemerintah agar tidak hanya merevisi PP Pengupahan, tetapi juga Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tujuannya, agar pembenahan upah tidak dilakukan sepotong-sepootong tetapi secara menyeluruh.

“Isi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menjadi acuan pembuatan PP Pengupahan sudah usang sehingga harus direvisi juga,” ungkap Hariyadi kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.

Dia menyebutkan tiga ketentuan yang sudah tak relevan lagi di dalam UU Ketenagakerjaan dengan kondisi sekarang. Pertama, aturan tentang jam kerja pekerjaan. Aturan sudah tidak relevan dengan perkembangan.

Dalam UU Ketenagakerjaan disebut waktu kerja bisa dilakukan 7 jam per hari atau 40 jam sepekan untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Sementara, bagi perusahaan yang mewajibkan karyawannya masuk 5 hari dalam satu pekan, waktu kerja wajib 8 jam per hari atau 40 jam dalam satu pekan.

Baca juga : Produk Politik, Keputusan Ijtima Ulama III Tak Perlu Dipatuhi

“Jam kerja semestinya dibuat lebih fleksibel saja. Sekarang ada e-commerce, susah jika dibatasi 40 jam,” katanya.

Kedua, aturan penetapan gaji. Menurutnya, formula penyusunan gaji juga sudah tidak relevan dengan kondisi perekonomian. Namun demikian, Hariyadi enggan membuka rumusan cara menghitung upah versi pelaku usaha.

Dia ingin pemberikan gaji mengacu pada data dan fakta lapangan. Dan, ketiga, terkait jaminan pensiun. Dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha harus memberikan pesangon pensiun.

Padahal saat ini, pekerja telah mendapat jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan. Dia ingin ketentuan tentang jaminan pensiun dihapuskan dalam undang-undang tersebut.

Baca juga : Buruh Tangsel Tuntut Rumah Murah

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat meminta, emerintah ekstra hati-hati dalam merevisi PP Pengupahan. Menurutnya, isi PP Pengupahan sebagian besar sudah baik. Meskipun ada yang perlu diperbaiki terutama mengenai produktivitas pekerja.

“Revisi PP harus memperhatikan kepentingan investasi. Revisi jangan lari terlalu jauh,” ungkapnya.

Ade menekankan, pemerintah harus mendengarkan masukan kedua belah pihak, buruh dan pengusaha dalam melakukan revisi PP Pengupahan. Regulasi yang dihasilkan harus bagus untuk kepentingan perekonomian.

“Keduanya adalah dua sisi dalam satu mata uang. Tidak mungkin industri jalan tanpa ada pekerja, pekerja tidak akan dapat penghasilan kalau industri nggak jalan. Sama-sama penting," ujarnya.

Baca juga : Anggota DPR Tak Perlu Diberi Uang Pensiun

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri berjanji akan memperhatikan kepentingan kedua belah pihak. "Buruh memiliki pandangan. Dunia usaha juga punya permintaan. Harus dikaji dulu,” ungkapnya.

Hanif belum bisa memastikan kapan revisi PP Pengupahan selesai. Karena, pengkajian aturan cukup memakan waktu. Hanif meminta, para buruh bisa kreatif dan inovatif mengingat dunia kerja ke depan semakin dinamis dan kompetitif. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.