Dark/Light Mode

Meski Angkanya Belum Memuaskan

Pertumbuhan Ekonomi RI Masih On The Track Kok

Minggu, 19 Mei 2019 12:22 WIB
Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Hilton, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (18/5). FGD kali ini bertema “Kinerja, Tantangan & Prospek Perekonomian Indonesia”. Tampil sebagai narasumber (dari kiri) Wakil Kepala Kantor BI Jawa Barat Pribadi Santoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Wijanarko serta Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka)
Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Hilton, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (18/5). FGD kali ini bertema “Kinerja, Tantangan & Prospek Perekonomian Indonesia”. Tampil sebagai narasumber (dari kiri) Wakil Kepala Kantor BI Jawa Barat Pribadi Santoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Wijanarko serta Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2019 berada di kisaran level 5,07 persen Year on Year (YoY). Angka tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pemerintah yang berharap pertumbuhan dapat mendekati 5,2 persen.

Namun, Bank Indonesia (BI) menilai, angka pertumbuhan ekonomi tersebut masih on the track dan sesuai yang diharapkan.

Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono mengakui, angka tersebut memang belum memuaskan dan diharapkan masih bisa digenjot lagi. Nah, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi agar lebih tinggi lagi, salah satu caranya adalah dengan menggenjot domestic demand.

“Kami menyambut baik program pemerintah tentang B20, itu bagus. Ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah juga turun karena lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Apalagi program B20 akan ditingkatkan menjadi B30. Kalau kita akhirnya bisa mengurangi impor minyak, kan akan lebih baik lagi,” ungkap Endy dalam Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Hilton, Bandung, Sabtu (18/5).

Biodiesel 20 (B20) adalah bahan bakar alternatif yang dibuat dengan mencampur bahan bakar solar dengan biodiesel yang dihasilkan dari produk pertanian. Jumlah B20 menunjukkan persentase biodiesel, sehingga Biodiesel 20 merupakan perpaduan 20 persen biodiesel dan 80 persen solar minyak bumi.

Baca juga : Bamsoet Semangati Swasta Ikut Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi

FGD yang bertema “Kinerja, Tantangan & Prospek Perekonomian Indonesia” itu, dipandu Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Wijanarko sebagai moderator. Hadir pula Wakil Kepala Kantor BI Jawa Barat Pribadi Santoso sebagai narasumber.

Sektor lainnya yang masih bisa diandalkan untuk pertumbuhan ekonomi, lanjut Endy, adalah industri alas kaki. Juga industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Selain itu, prospek industri otomotif juga cukup bagus dan bisa bersaing.

Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, menurut Endy, pemerintah menggunakan pendekatan 3 P. Yaitu, produksi, promosi dan peraturan. “Kalau produksinya tidak bisa bersaing, lupakan aja. Tapi kalau produksinya baik, bisa bersaing, promosinya bagus dan peraturannya bisa diperbaiki, itu akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi,” papar Endy.

Endy menjelaskan, utang luar negeri (ULN) terdiri dari utang pemerintah dan swasta. Menurutnya, yang perlu lebih diwaspadai adalah ULN swasta. Sebab, belajar dari pengalaman krisis moneter tahun 1997-1998, sangat penting untuk menjaga sustainability ULN swasta. Beragam kebijakan pun sudah ditempuh BI. Antara lain lewat program lindung nilai alias hedging, risk liquidity dan solvability ratio-nya juga dikendalikan.

Dia mengakui, ada kenaikan jumlah ULN. Namun, Endy meyakinkan bahwa posisi ULN kita masih aman dan terkendali dibandingkan dengan zaman pemerintahan sebelumnya.

Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Di Bawah Ekspektasi

Menurut data BI, jumlah ULN Indonesia pada kuartal I-2019 tercatat 387,6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 5.542,6 triliun (kurs Rp 14.300). Dengan rincian, ULN pemerintah mencapai 187,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.684,1 triliun. ULN pemerintah ini mengalami pertumbuhan 3,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk ULN swasta sebesar 197,1 miliar dolar AS atau tumbuh 12,8 persen dibandingkan kuartal sebelumnya.

“Selama utang itu digunakan untuk kegiatan produktif seperti membangun proyek Infrastruktur, masih oke dan terkendali kok,” tegasnya.

Genjot Pariwisata

Onny juga menekankan, pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri kita masih aman. Hal itu bisa dilihat dari posisi cadangan devisa kita yang masih mampu menopang Current Account Deficit (CAD) dalam 7 bulan ke depan sesuai standar Internasional.

“Semua sektor berupaya untuk bergerak. Ada program B20, meski baru dimulai tapi sudah kelihatan perkembangannya. Sektor pariwisata juga terus digenjot. Sektor pariwisata misalnya, perlu dukungan Infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, jalan, memiliki amenities yang baik serta menghadirkan atraksi-atraksi kebudayaan yang menarik untuk mendatangkan turis. Tapi semua itu kan takes time (membutuhkan waktu),” ungkap Onny.

Baca juga : Triwulan I 2019, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,07 Persen

Onny menegaskan, sektor pariwisata akan terus digenjot untuk menghasilkan devisa. “Tentunya dukungan terhadap pertumbuhan sektor pariwisata nggak boleh berhenti di tengah jalan dan harus kita lanjutkan,” katanya.

Endy menimpali, Industri pariwisata berbeda dengan tambang. Di sektor pariwisata, kalau kita menawarkan pemandangan yang cantik, orang akan datang. Sementara industri tambang, setelah mereka mengeruk hasil bumi, yang ditinggalkan adalah tailing. [TIK]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.