Dark/Light Mode

Sergub Anies Larang Pajang IHT Tuai Tanda Tanya

Jumat, 15 Oktober 2021 14:50 WIB
Sarpol PP menutup produk Industri Hasil Tembaku (IHT) di sebuah swalayan. (Foto: Ist)
Sarpol PP menutup produk Industri Hasil Tembaku (IHT) di sebuah swalayan. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seruan Gubernur (Sergub) DKI Jakarta Anies Baswedan Nomor 8 Tahun 2021 tentang larangan menampilkan produk Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai tanda tanya. Akademisi hingga politisi menilai Sergub tersebut mesti dikaji ulang.

Sebab, mengapa IHT yang legal dilarang memajang produknya. Bahkan di tempat berdagang saja, penjual merasa khawatir. Padahal IHT legal dan pajaknya bermanfaat bagi negara.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mempertanyakan urgensi Sergub tersebut. Dia mengingatkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa rugi karena kebijakan ini.

"Urgensinya apa? Pemprov malah tidak dapat pajak dari situ. Pemprov DKI Jakarta tidak ada pajak pengganti substitusi itu," tutur Trubus kepada RM.id, dikutip Jumat (15/10).

Baca juga : DPR Desak TNI Tindak Tegas FS

Dikatakannya, kebijakan Pemprov DKI Jakarta bertentangan dengan peraturan yang lain. Salah satunya PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Trubus mengatakan, dalam PP tersebut rokok diizinkan untuk ditampilkan di reklame dalam ruang.

Kebijakan tersebut juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 54/PUU-VI/2008 dan 6/PUU-VII/2009. Dalam keputusan MK tersebut, rokok tidak ditempatkan sebagai produk yang dilarang untuk ditampilkan produknya.

Terlebih lagi tidak ada larangan untuk diperjualbelikan. Begitu juga tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang.

Lebih jauh, Trubus mengatakan Sergub DKI Nomor 8 Tahun 2021 juga kontrapoduktif dengan kebijakan Pemerintah Pusat terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menurutnya, menghidupkan kembali ekonomi setelah 2 tahun terdampak pandemi merupakan hal yang lebih perlu segera dilakukan.

Baca juga : Kemenag Dan Kemenkes Matangkan Persiapan Ibadah Umroh

"Sergub ini menyusahkan baik pemerintah pusat yang tengah melakukan pemulihan, maupun nasib masyarakat kecil," terangnya.

Terpisah, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Sudarto menilai, penerbitan Sergub ini hanya manuver politik. Ini  berpotensi melanggar peraturan yang lebih tinggi.

"Tujuannya apa kalau tidak mencitrakan bahwa rokok yang sejatinya legal dan ada regulasinya, seolah menjadi barang yang berbahaya. Apalagi dengan show off nya Pemprov DKI yang mengerahkan Satpol PP," katanya.

Menurutnya, alih-alih mengendalikan konsumsi tembakau, Sergub ini justru mematikan perdagangan dan industri. "Kalau sudah begitu, berarti buruh dan petani tembakau tidak boleh hidup," tegas Sudarto.

Baca juga : Energi Terbarukan Dan Lumbung Pangan Jadi Andalan Investasi Di Kaltara

Politisi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak mempertanyakan dasar dari Sergub yang lahir di tengah pandemi. "Kami mempertanyakan dasar dari aturan tersebut. Apakah yang menjadi dasarnya. Atau hanya ujug-ujug?" ujar Gilbert.

Seruan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada Juni lalu dan dinilai berdampak tidak hanya bagi industri ritel di sektor hilir. Tetapi juga kepada jutaan petani tembakau dan cengkih. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.