Dark/Light Mode

KKP Ajak Semua Pihak Jaga Indonesia dari Sindrom EMS

Selasa, 4 Juni 2019 11:22 WIB
Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto. (Foto: kkp.go.id)
Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto. (Foto: kkp.go.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia merupakan salah satu negara yang dinyatakan terbebas dari penyakit sindrom kematian dini (EMS) yang menyerang komoditas udang. Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengajak berbagai pihak untuk benar-benar menjaga hal ini.

"Upaya yang benar-benar serius untuk mempertahankan status tersebut harus kita lakukan. Salah satunya dengan memastikan proses pembenihan udang benar-benar aman dari kontaminasi penyakit EMS/AHPND, tidak terkecuali dengan menggunakan induk udang yang benar-benar terbebas dari penyakit ini," kata Slamet, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/6).

Menurut Slamet, induk udang, baik vaname maupun windu, dari tambak sangat berpotensi menularkan penyakit. Sebab, dipelihara di tempat terbuka. Sangat rawan terpapar atau tertular berbagai penyakit serta potensial menciptakan dan menyebarkan penyakit lokal ke daerah lain. Selain itu, proses pembuatan induk udang di tambak seringkali menyalahi atau tidak sesuai dengan protokol produksi induk. Akibatnya, induk udang yang dihasilkan tidak dapat dijamin secara genetik baik atau unggul.

Baca juga : Peringkat Daya Saing Indonesia Meroket

"Jika kita ingin udang kita tetap aman dan bebas EMS, langkah pertama ya dari proses pembenihannya harus aman. Induk yang dihasilkan harus melalui dan sesuai protokol produksi induk udang," terang Slamet.

KKP secara resmi telah melarang penggunaan induk udang asal tambak, baik jenis udang vaname maupun udang windu. Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor 4575/DJPB/2019 tanggal 22 Mei 2019.

Larangan ini merupakan bentuk antisipasi serta upaya meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap potensi timbulnya penyakit EMS yang disebabkan oleh infeksi vibrio parahaemolyticus yang dapat menyebabkan penyakit acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND). Ada tiga poin utama dalam edaran larangan tersebut.

Baca juga : Peringkat Daya Saing Indonesia Melesat

Pertama, setiap hatchery (skala besar dan skala kecil) dan naupli center dilarang menggunakan induk udang dari tambak. Kedua, hatchery dan naupli center yang selama ini menggunakan induk udang dari tambak diharuskan untuk mengganti induk udang dari hasil breeding program broodstock center udang vaname yang dimiliki pemerintah maupun swasta atau mengimpor induk udang bebas penyakit dari negara yang dinyatakan bebas penyakit. Ketiga, pemerintah berupaya menyediakan induk udang hasil breeding program dari broodstock center.

"Saya mengimbau semua pihak terkait untuk berkomitmen dan berpartisipasi aktif dalam mencegah masuk dan tersebarnya penyakit EMS/AHPND ke dalam wilayah RI. Caranya dengan menggunakan induk udang yang sehat, bebas penyakit dan pakan induk udang yang juga bebas penyakit," ucap Slamet.

Ada sejumlah langkah lain yang telah dilakukan Pemerintah dalam mencegah penyakit ini. Antara lain peningkatan kewaspadaan terhadap gejala-gejala serta cara penanganan EMS/AHPND melalui sosialisasi, peningkatan kapasitas pengujian laboratorium, serta meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas induk, calon induk, benur, serta pakan alami (polychaeta dan artemia), khususnya dari negara wabah.

Baca juga : Jokowi Ajak Seluruh Rakyat Indonesia Doakan Almarhumah Ibu Ani

Kemudian, mengajak untuk penebaran benur intensif 80-100 ekor per meter persegi, melakukan persiapan seperti prinsip-prinsip dasar atau panca-usaha, melarang menggunakan induk tambak untuk HSRT atau Naupli Center, mengembangkan kawasan budidaya perikanan berbentuk klaster secara terpadu dan terintegrasi dalam satu kesatuan pengelolaan, baik lingkungan, teknologi, input produksi maupun pemasaran, serta mempertahankan keberlanjutan usaha budidaya perikanan melalui pengaturan izin lokasi dan izin lingkungan (AMDAL/UKL-UPL), penyediaan saluran inlet/outlet yang terpisah.

Sepanjang April hingga Mei 2019, KKP bersama stakeholder perikanan budidaya seperti Shrimp Club Indonesia (SCI), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), usaha pengolahan dan lainnya melakukan road show sosialisasi pencegahan penyakit ini di Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, dan Nusa Tenggara Barat. 

KKP juga membentuk dan mengintensifkan peran tim gugus tugas pencegahan penyakit AHPND beranggotakan unsur pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan pakar. "KKP terus melakukan surveilance atau pengawasan terhadap cara budidaya ikan yang baik, penggunaan induk, dan memonitor residu. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut sosialisasi ini DJPB akan menerjunkan pengawas pembudidaya ikan untuk memonitor kegiatan budidaya di masyarakat," lanjutnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.