Dark/Light Mode

Soal Perppu Nomor 2 Tahun 2022

Mahfud: Saya Yang Bertanggung Jawab Ini Sah, Alasannya Masalah Ekonomi Global

Minggu, 8 Januari 2023 20:18 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (8/1). (Foto: Instagram)
Menko Polhukam Mahfud MD saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (8/1). (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan mempertimbangkan situasi ekonomi global yang terus cukup pelik.

"Ini saya bicara dunia global, seperti halnya di sidang-sidang kabinet. Kalau saya tidak ikut sidang kabinet, mungkin saya ikut ngritik. Tapi, karena ikut, saya tahu, ada hal-hal yang harus segera dikeluarkan. Tanpa harus melanggar UU. Meskipun tidak membuat UU. Yaitu Perppu Cipta Kerja," papar Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Minggu (8/1).

Mahfud menjelaskan, tahun 2023, dunia internasional sudah pasti akan mengalami perfect storm alias badai ekonomi yang sempurna. Ada resesi, inflasi, stagflasi, krisis energi dan sebagainya.

Empat lembaga keuangan internasional menilai, Indonesia akan mengalami masalah pertumbuhan, terkait perkembangan ekonomi global.

Keempat lembaga itu adalah World Bank, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Mereka memperkirakan, ekonomi RI di tahun 2023 hanya akan tumbuh di kisaran 4,7 hingga maksimal 5 persen. Sementara untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, pemerintah menargetkan pertumbuhan minimal 5,3 persen.

Resesi ekonomi dunia sudah pasti terjadi. Belum lagi kondisi geopolitik, yang terus bergejolak. Perang Rusia-Ukraina juga akan menyebabkan krisis energi, lonjakan harga-harga, dan inflasi.

Baca juga : Main Kaca Mata Lawan Tunisia, Pelatih Denmark: Kami Mainnya Lambat

"Dalam situasi ini, pemerintah harus melakukan antisipasi berdasarkan hitungan ekonomi empat lembaga dunia itu. Pemerintah harus membuat kebijakan strategis dari sekarang, untuk menyelamatkan rakyat. Menyelamatkan ekonomi Indonesia," terang Mahfud.

Kebijakan strategis yang dimaksud, tidak bisa dikeluarkan, sebelum UU Cipta Kerja diundangkan. Karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengamanati pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja yang ada, dalam waktu 2 tahun.

Caranya, dengan memasukkan sistem Omnibus Law dalam tata hukum kita.

Sistem Omnibus Law itu, sudah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022. Sudah diuji ke MK oleh masyarakat. Sah. Tinggal UU Ciptaker-nya.

Untuk membuat UU Ciptaker, harus diproses melalui UU. Padahal, pemerintah tidak boleh mengambil langkah strategis, untuk menghadapi ekonomi global yang sangat mengancam.

"Karena itu, cara lain harus ditempuh. UU Cipta Kerja itu harus disahkan dulu, dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan UU. Maka dikeluarkanlah Perppu. Alasan mendesaknya ya itu, masalah ekonomi global," jelas Mahfud, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Perppu tersebut, kata Mahfud, sudah disesuaikan dengan perintah MK. Bahwa UU Cipta Kerja harus disesuaikan dengan sistem Omnibus Law yang sudah disahkan.

Baca juga : Bos Kadin: Perempuan Berperan Penting Dalam Pemulihan Ekonomi Global

"Sekarang, sudah sah. Kalau dari sudut prosedur, sudah selesai. Sah. Bahwa ada yang mengatakan itu tidak sah atau macam-macam, itu bukan prosedur. Itu bicara materi. Kalau bicara materi, nanti di DPR," beber Mahfud.

Bicara prosedur, Mahfud berpendapat, ahli hukum tata negara sudah menilai sah. Kalaupun mungkin dianggap curang, ya silakan saja. Nanti dibahas. Begitu katanya.

Dan sekarang ini, pemerintah sudah mulai mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis.

"Kalau ada yang bilang tidak benar, itu ahli hukum tata negara yang mana? Siapa coba. Pak Jimly? Tapi Pak Yusril kan juga ahli hukum tata negara juga. Begitu pula Satya Arinanto, Irman Putra Sidin. Semuanya bicara tegas. Dari sudut prosedur dan alasan, semuanya sudah sah. Tinggal mau apa sekarang?" papar Mahfud.

Februari-Maret nanti, sidang DPR sudah mulai bergulir. Di situ, perdebatan boleh dilakukan.

"Benar nggak Presiden melakukan ini. Kan cuma begitu sebenarnya prosedurnya. Sekarang, ancaman resesi ekonomi itu nyata. Tadi saya sudah menyebut, tantangan selalu ada. Kalau anda bicara sah, ini sah. Kalau bicara, wah nanti ditentang buruh, ini sudah pasti," tutur Mahfud.

Sekarang ini, lanjutnya, UU belum ada saja, sudah dilakukan judicial review.

Baca juga : Eros Djarot: Mahfud MD, Sosok Yang Berani Lawan Mafia Dan Oligarki

Bagi Mahfud, itu tak masalah. Karena menurutnya, itu adalah bentuk kemajuan dalam tata hukum kita.

Nanti dibahas lagi, kan begitu. Kalau pertentangan, buruh juga kan ada yang menentang, ada yang tidak. Ahli tata negara, juga begitu. Ada yang setuju, ada yang tidak.

Itu silakan saja. Karena kita ini kan berdemokrasi. Yang penting, adu argumen. Bukan masuk ke soal-soal pribadi yang tidak ada hubungannya.

"Kalau Anda menang, kan bisa jadi hukum. Wong ada prosedur. Tak ada seorang pun yang berhak meminta pemerintah menunggu seseorang yang tidak setuju, kalau kebijakan itu memang diperlukan. Itulah gunanya ada pemerintah," urai Mahfud.

"Makanya saya katakan, seandainya saya ini dosen yang bukan anggota kabinet, mungkin saya akan ikut ngritik karena saya tidak tahu. Tapi setelah saya tahu peta dunia, yang dipresentasikan di sidang kabinet untuk memilih apakah ini Perppu atau UU, melalui perdebatan yang cukup dalam, ini sah. Saya yang bertanggung jawab ini sah. Soal persetujuan isinya, nanti di DPR," tegasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.