Dark/Light Mode

Cegah Kebocoran Impor Baja, Kemenperin Pakai Jurus Sibana

Jumat, 6 Desember 2019 13:35 WIB
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin Harjanto (tengah) saat memberikan arahan dalam acara Sosialisasi Sistem Database Supply Demand Besi Baja Nasional (Sibana) di Jakarta, Jumat (6/12). (Foto: Dwi Ilhami/Rakyat Merdeka)
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin Harjanto (tengah) saat memberikan arahan dalam acara Sosialisasi Sistem Database Supply Demand Besi Baja Nasional (Sibana) di Jakarta, Jumat (6/12). (Foto: Dwi Ilhami/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guna menciptakan transparansi dalam jalur supply demand industri baja nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) siap meluncurkan sistem database berbasis digital. Sistem tersebut diharapkan mampu menciptakan iklim industri baja yang lebih sehat.

Melalui Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Kemenperin ingin mendorong perusahaan baja dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan baja nasional.  Pasalnya dengan sistem tersebut, bakal terlacak berbagai data mulai dari spesifikasi, jumlah hingga ukuran baja yang ingin diimpor, yang nantinya akan di supply atau mampu disediakan oleh perusahaan baja dalam negeri.

"Bagaimana membangun sistem yang transparan sehingga tidak ada kecurigaan sana-sini. Kalau ada barang yang tak jelas, bisa dicek benar tidak keluar dari sistem ini," ucap Dirjen ILMATE Kemenperin Harjanto dalam kegiatan sosialisasi Sistem Database Supply Demand Besi Baja Nasional (Sibana) di Jakarta, Jumat (6/12).

Harjanto mencontohkan, misalnya ada ketersediaan barang hingga 100 pieces baja, namun yang ada di pasar ada justru mencapai 1.000 pieces. Kelebihan 900 barang itu nanti akan langsung bisa dicek. "Kalau sekarang kan kita tidak tahu, siapa yang menyediakan apakah legal atau ilegal. Yang impor perusahaannya bisa di track, dari mana kelebihan 900 itu lewat sistem ini," imbuhnya.

Baca juga : Korlantas Bakal Gelar Operasi Nataru Berkemanusiaan

Tak hanya menciptakan persaingan industri yang lebih sehat, melalui data, lanjut Harjanto, akan bisa dilihat pula tren industri baja ke depannya. Sehingga bisa mendorong investor untuk masuk agar pemasukan lebih tinggi.

"Pastinya akan ada feedback dari dunia usaha, untuk mengakomodir, kebutuhan dan pengembangan bisnis baja di Indonesia," cetusnya.

Diakui Harjanto, dari sisi spek dan kualitas, memang baja hasil produk hulu dan hilir di Indonesia sangat baik. Namun dari sisi persaingan industri terutama terhadap China, produk dalam negeri masih kurang bisa bersaing dari sisi harga. 

"Memang perlu beberapa hal yang perlu dibenahi. Kita mesti jujur, kenapa orang Indonesia senang impor? Karena harga mereka lebih murah, sering kali harga menjadi pertimbangan khusus bagi importir," katanya.

Baca juga : Belajar Kearifan dari Walisongo

Menurut Harjanto, ada hal krusial yg belum diselesaikan dalam industri besi baja nasional, yaitu cost energi yang masih mahal. Hal itulah katanya, yang mendorong industri hulur dan hilir tidak pernah akur. 

Secara bertahap, lanjut dia, hal tersebut ingin diselesaikan. Harjanto menyebut, di daerah Morowali, Sulawesi Tengah terdapat pelaku usaha baja stainless yang sangat berkualitas, sehingga produknya masuk di Korea dan tumbuh pesat di sana. 

"Akhirnya dari China yang selama ini kita tuduh dumping, sekarang kita yang dituduh dumping dan kena biaya margin yang lebih besar," ujarnya.

Ke depan, pihaknya mendorong untuk menekan cost dan menyediakan energi murah. Misalnya dengan membuat powerplan listrik murah, sehingga beban operasional dan produksi besi baja pun bisa ditekan.

Baca juga : Tarik Turis Milenial, Wamenparekraf Pakai Jurus Digital

"Mesti dipahami industri jangan sampai mati satu-satu karena kita nanti mengandalkan impor terus. Di industri baja, bukan hanya Kemenperin yang terlibat di dalamnya, tapi juga Bea Cukai maupun Kemendag untuk mendorong pertumbuhan industri besi baja nasional," tuturnya.

Kepala Bidang Sistem Informasi Kemenperin, Teguh Adhi Arianto menambahkan, dari sisi suplai Sibana mencatat terdapat 44.500 pack barang, 198 perusahaan besi baja dalam negeri yang sudah menginput dan sebanyak 2 kelompok produk 180 HS yang diimplementasikan di dalam Sibana.

"Jika perusahaan dalam negeri mampu menyuplai sehingga bisa dilihat siapa saja perusahaan yang bisa menyuplai barang yg akan diimpor tersebut. Begitu match keputusan akan lebih cepat," ujarnya.

Dari data The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) 2018, jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton dan di semester I 2019 masih terus mengalami peningkatan. Bahkan komoditas besi dan baja tercatat sebagai komoditi impor terbesar ke-3, yaitu sebesar 6,45 persen dari total importasi dengan nilai 10,25 miliar dolar Amerika Serikat (AS). [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.