Dark/Light Mode

Kebijakan PSBB di Pasar dan Masjid

Wamenag: Harus Bersyukur Umat Beragama Paling Taat

Minggu, 3 Mei 2020 06:44 WIB
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid. (Foto: Kementerian Agama RI)
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid. (Foto: Kementerian Agama RI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah menepis bersikap diskriminatif terhadap kegiatan peribadatan dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Larangan melakukan beribadah di masjid pada wilayah zona merah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang menganggap kebijakan itu tidak adil karena sejumlah tempat berkerumun lainnya seperti pasar dan pabrik lebih longgar, tidak dilarang. Sementara, kegiatan ibadah di masjid ditutup.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid menilai, tidak tepat menghadapkan pembatasan sosial di masjid dengan pasar. Jika dihadap-hadapkan pasti akan menimbulkan salah paham dan anggapan perlakukan diskriminatif.

Menurutnya, pembatasan sosial berkaitan dengan upaya penyelamatan jiwa manusia. Sehingga harus dimaknai sebagai kewajiban dan perintah agama yang berlaku untuk siapa saja dan di mana saja.

Baca juga : Kabar Gembira, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Segera Dibuka Untuk Umum

“Umat beragama seharusnya bersyukur karena dari sekian pembatasan yang ada, umat beragama termasuk yang paling banyak menaatinya. Dengan begitu, upaya keselamatan akan kembali kepada dirinya sendiri," ungkap Zainut di Jakarta, kemarin.

Dia menegaskan, anjuran pemerintah dan tokoh agama agar umat muslim melaksanakan ibadah di rumah selama bulan ramadhan semata-mata sebagai upaya menghambat penyebaran Covid-19 dan melaksanakan penerapan physical distancing.

Menurutnya, menjaga keselamatan jiwa (hifdzu an-nafs) merupakan salah satu kewajiban utama dalam beragama. Selain itu, menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali.

Hal ini tercantum dalam Al-Maidah ayat 32 yang artinya, ‘Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya’.

Baca juga : Ini Kebijakan Deregulasi dan Regulasi Kemendag untuk Jaga Harga Pangan Stabil

Anjuran larangan melakukan ibadah di masjid selama ini berjalan cukup baik. mayoritas masjid menutup kegiatan ibadah baik salat lima waktu maupun tarawih.

Adapun masjid yang menggelar kegiatan ibadah berjamaah karena wilayahnya tidak masuk zona merah dan sudah mendapatkan restu dari pemerintah. Misalnya, di Mojokerto, Jawa Timur. Sejumlah masjid menggelar salat Jumat karena Pemda setempat sudah membolehkannya.

Namun demikian, kegiatan peribadatan digelar dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Jamaah diwajibkan cuci tangan dengan sabun, menggunakan masker serta menjaga jarak. Kegiatan ibadah berjalan dengan kondusif.

Kondisi berbeda terjadi di Kota Pare-pare, Sulawesi Selatan. Seorang Camat dilaporkan ke polisi karena telah membubarkan jamaah salat Jumat di masjid Ar Rahma Cappa Ujung pada 17 April 2020. Hal itu terjadi karena cara Camat membubarkan salat dinilai berlebihan dengan meneriaki umat yang sedang salat. Camat itu dituduh melakukan penodaan agama.

Baca juga : Fahira: Kita Harus Mundur Selangkah Untuk Maju Dua Langkah

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Ibrahim Tompo membenarkan laporan itu. “Benar ada laporannya, namun kami masih mendalami apakah terpenuhi unsur pidananya atau tidak,” kata Tompo. Menurutnya, hasil pemeriksaan awal, pembubaran dilakukan camat dengan tujuan melindungi warganya dari penyebaran Covid-19. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.