Dark/Light Mode

Catatan Jurnalis ICJN Muhammad Rusmadi Di Denmark (4)

Danish Energy Agency: Ngurusin Energi Hingga Emisi Karbon

Kamis, 6 Juli 2023 08:00 WIB
Anders Kruse, Penasihat dan Ketua Tim Indonesia Denmark Energy Partnership Programme INDODEPP, Danish Energy Agency. [Foto: Rusma/Rakyat Merdeka/RM.id]
Anders Kruse, Penasihat dan Ketua Tim Indonesia Denmark Energy Partnership Programme INDODEPP, Danish Energy Agency. [Foto: Rusma/Rakyat Merdeka/RM.id]

RM.id  Rakyat Merdeka - Denmark. Salah satu Negeri Paling Bahagia di dunia ini, juga merupakan negara terdepan dalam menyikapi Perubahan Iklim (climate change). Pada 25 November 1973 hingga 10 Februari 1974, karena krisis minyak, Denmark pernah terpaksa memberlakukan hari Minggu tanpa mobil.

Pada Sabtu, 10 Juni hingga Sabtu, 17 Juni 2023, jurnalis Rakyat Merdeka & RM.id, Muhammad Rusmadi, berkesempatan berkunjung ke Denmark, untuk melihat langsung bagaimana salah satu negara Nordik itu menyikapi perubahan iklim.

Kunjungan ini bagian dari program Indonesian Climate Journalist Network (ICJN), kerjasama Climate Unit, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan Kedutaan Besar Denmark di Indonesia. Melalui program ini, sejumlah jurnalis Indonesia mengikuti rangkaian diskusi intensif tentang perubahan iklim, yang dikemas melalui rangkaian workshop pada Selasa, 28 Maret; Senin, 17 April; Rabu, 10 May dan Selasa, 30 Mei 2023.

(*)

Rabu, 15 Juni 2023, pukul 15:00, kami bertandang ke Badan Energi Denmark (Danish Energy Agency), di kawasan Carsten Niebuhrs Gade 43, 1577, Kopenhagen.

Kantor ini ternyata dekat dengan tempat kami menginap, di kawasan Arni Magnussons Gade 2. Cukup berjalan kaki. Kami disambut Birgitte Torntoft, Manajer Komunikasi Badan Energi Denmark.

Badan ini adalah bagian dari Kementerian Iklim, Energi dan Pendayagunaan (Ministry of Climate, Energy and Utilities) Denmark. Badan ini bertanggung jawab atas tugas-tugas terkait produksi, pasokan, dan konsumsi energi, serta upaya Denmark untuk mengurangi emisi karbon.

Anders Kruse (ke-6 kanan), Penasihat dan Ketua Tim Indonesia Denmark Energy Partnership Programme (INDODEPP); Birgitte Torntoft (ke-2 kanan); Manajer Komunikasi Danish Energy Agency; Pendiri dan Ketua FPCI, Dino Patti Djalal (ke-7 kiri) dan Jurnalis ICJN di kantor Danish Energy Agency, Kopenhagen, Denmark. [Foto: Rusma/Rakyat Merdeka/RM.id]

Baca juga : State of Green: Kolaborasi Global, Cara Tercepat Ke Transisi Hijau

Anders Kruse, Penasihat dan Ketua Tim INDODEPP (Indonesia Denmark Energy Partnership Programme) menjelaskan, lembaganya juga bertanggung jawab atas kondisi pengguna, kewajiban penyediaan dan statistik telekomunikasi, serta penyediaan air dan pengelolaan limbah.

Badan Energi Denmark didirikan pada 1976. “Di Badan Energi Denmark, kami memantau dan mengembangkan sektor energi dan pasokan di Denmark. Kami fokus menjadi lingkungan kerja yang beragam dengan selalu memperkuat kerja sama interdisipliner,” jelas Anders.

Badan ini bertanggungjawab pada banyak hal. Mulai dari bioenergi, penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS), negosiasi iklim, sistem perdagangan emisi Uni Eropa, listrik, politik energi & iklim, pulau energi, kebutuhan dan penghematan energi, energi panas bumi.

Lalu, kerjasama global, energi panas, gas alam, tenaga angin lepas pantai, minyak gas. tenaga angin darat, penelitian & pengembangan, kesiapsiagaan risiko, keamanan pasokan, energi matahari, energi gelombang & air hingga urusan limbah dan air.

Salah satu dari puluhan tanggungjawab Danish Energy Agency tentu adalah penghematan energi. Hasilnya terlihat, dalam 25 tahun terakhir, Denmark telah mencapai pengurangan yang besar dalam konsumsi energi dan secara signifikan, juga meningkatkan efisiensi energi. Ini karena upaya khusus dari perusahaan swasta, lembaga publik dan konsumen, antara lain.

Dengan mengurangi konsumsi energi, Denmark memperoleh sejumlah keuntungan. Antara lain, mengurangi dampak terhadap iklim dan lingkungan, kurang terekspos pada fluktuasi harga energi, memperkuat keamanan pasokan energi, hingga meningkatkan landasan untuk mematuhi kewajiban iklim internasional.

Baca juga : Amager Bakke, Fasilitas Pembakaran Sampah Terbersih Di Dunia

Keberhasilan ini, ternyata juga karena adanya dukungan kesepakatan politik, yang menyediakan kerangka kerja. Perjanjian Energi (Energy Agreement) dari 2012, pada dasarnya memberikan kerangka keseluruhan untuk kebijakan energi Denmark.

Menurut perjanjian tersebut, Denmark harus mengurangi total konsumsi energi sebesar 7 persen pada 2020, dibandingkan dengan konsumsi energi pada 2010. Tujuan jangka panjang dari perjanjian tersebut adalah, pasokan energi Denmark menjadi mandiri dari bahan bakar fosil pada tahun 2050.

Saat ini, hampir 40 persen dari total konsumsi energi Denmark terkait dengan bangunan. Dan masih ada potensi signifikan untuk mengurangi konsumsi tersebut.

Sarana untuk mengubah potensi menjadi penghematan nyata adalah, pertama dan terutama, standar kinerja energi minimum dalam peraturan bangunan. Tetapi pajak energi dan sejumlah kebijakan lain juga berperan.

Tanggung jawab Danish Energy Agency lainnya yang tak kalah menarik disorot adalah Pulau Energi. Saat ini, Denmark memanfaatkan energi angin laut yang kuat melalui ladang angin lepas pantai yang terisolasi, yang memasok listrik langsung ke jaringan listrik Denmark.

Dengan pulau energi ini, turbin angin dapat ditempatkan lebih jauh dari pantai dan mendistribusikan tenaga yang dihasilkannya ke beberapa negara dengan lebih efisien.

Ilustrasi pulau energi yang dikelilingi turbin-turbin angin berukuran besar. [Foto: Danish Energy Agency]

Baca juga : Danish Council on Climate Change, Pengawal Ambisi Iklim Denmark

Pulau-pulau tersebut berfungsi sebagai hub -atau pembangkit listrik hijau- yang mengumpulkan listrik dari ladang angin lepas pantai di sekitarnya, lalu mendistribusikannya ke jaringan listrik di Denmark serta langsung ke negara lain, memberikan akses ke listrik hijau ini bagi banyak rumah tangga dan kalangan bisnis.

Hal ini memungkinkan listrik dari daerah dengan sumber daya angin yang besar, disalurkan dengan lebih mudah ke daerah yang paling membutuhkan. Sekaligus memastikan, bahwa energi yang dihasilkan dari turbin digunakan seefisien mungkin dalam hal permintaan listrik.

Sejauh ini ada dua pulau energi, yang didasarkan pada konsep yang sama, di mana ladang angin lepas pantai terhubung ke fasilitas elektroteknik di pulau-pulau tersebut, tetapi keduanya tidak sepenuhnya identik.

Pertama, pulau energi di Laut Baltik akan didirikan di Bornholm --pulau kecil dan bercadas milik Denmark di Laut Baltik, yang berarti peralatan elektroteknik yang memungkinkan pengumpulan dan distribusi energi dari turbin angin lepas pantai akan ditempatkan di darat.

Kedua, pulau di Laut Utara --di Lautan Atlantik, terletak di antara Norwegia dan Denmark di sebelah timur. Ini akan menjadi pulau buatan yang dibangun khusus untuk tujuan pulau energi. Keputusan untuk menambahkan pulau baru ke peta Denmark ini dicapai oleh para pihak dalam kesepakatan 4 Februari 2021. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.