Dark/Light Mode

Belajar Dari Kasus di Negeri Abang Sam

Bagaimana Mestinya Hubungan Muslim-Yahudi?

Senin, 2 Desember 2019 12:59 WIB
MAKAN BERSAMA: 
Suasana keakraban antara warga Yahudi dan Muslim Amerika, yang tergabung dalam Komunitas the North Peninsula Jewish and Muslim, usai shalat Jumat di  Yaseen Foundation, Belmont, California, Amerika Serikat, 15 Maret lalu. (Foto: Courtesy Stephanie Levine/www.jweekly.com)
MAKAN BERSAMA: Suasana keakraban antara warga Yahudi dan Muslim Amerika, yang tergabung dalam Komunitas the North Peninsula Jewish and Muslim, usai shalat Jumat di Yaseen Foundation, Belmont, California, Amerika Serikat, 15 Maret lalu. (Foto: Courtesy Stephanie Levine/www.jweekly.com)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bagaimana sebenarnya hubungan antara orang Islam dan Yahudi di Amerika Serikat? Apakah tak saling peduli, seperti umumnya gaya kehidupan di Barat? Atau hidup berdampingan dengan damai, namun biasa-biasa saja? Atau bahkan mereka justru bisa membangun kerjasama dalam kehidupan sosial?  

Bagi sebagian orang, atau mungkin bagi kebanyakan orang, pertanyaan ini mungkin biasa-biasa saja. Atau bahkan tak penting sama sekali. “Who cares?” Tapi bagi orang Muslim Indonesia, pertanyaan ini sebenarnya amat penting.

Selama ini bagi kebanyakan orang Indonesia yang mayoritas Muslim, konflik Israel-Palestina nyaris identik dengan konflik Yahudi Vs Islam. Namun karena keyakinan itu, ditambah upaya justifikasi dengan ayat-ayat suci Al-Quran, kebencian terbangun, hingga cenderung kepada munculnya semangat membenci Israel, Yahudi, bahkan hingga Amerika Serikat atasnama agama (jihad).     

Padahal, tentu mesti dibedakan antara ketiga hal di atas. Karena, pertama, dalam konteks konflik Israel-Palestina, tak semua orang Israel, Yahudi dan Amerika mendukung Israel. Apalagi langsung menuding, ketiganya (Israel, Yahudi dan Amerika) sama-sama membenci, atau anti Islam. 

Baca juga : Kena Virus TikTok, Menteri Luar Negeri Goyang Entah Apa Yang Merasukimu

Namun, ketika pemerintah Amerika Serikat selalu mendukung Israel, lalu ada generalisasi, bahwa Amerika seringkali nyaris diidentikkan dengan Israel dan Yahudi. Lalu muncul semacam kesimpulan, sebagaimana Yahudi dan Israel, Amerika sebenarnya anti Islam dan musuh umat Islam!        

Anggapan demikian tentu saja tidak adil, bahkan berbahaya, karena memicu kebencian tanpa dasar sama sekali. Hal ini tak ada bedanya dengan anggapan yang salah kaprah, bahwa semua orang Muslim atau semua orang Arab adalah teroris. Yang kemudian memicu munculnya phobi Islam, yang bahkan hingga hari ini masih bisa dirasakan di beberapa kawasan tertentu. 

Adanya tudingan bahwa Amerika anti Islam dan umat Islam, sebenarnya sudah dengan mudah dibantah. Karena secara politik, hubungan diplomatik Amerika dan negara-negara Muslim, termasuk Indonesia selalu harmonis, bahkan kerjasama dijalin secara luas. Terlepas dari umumnya anggapan umat Islam Indonesia, AS selalu dituding sebagai pelindung berbagai kebijakan kontroversial Israel terhadap Palestina. 

Selain itu, data dan fakta menunjukkan, pasca tragedi 911 hingga hari ini, Islam justru berkembang dengan bebas dan pesat di AS. Sayangnya, tentang Israel dan agama Yahudi, secara umum Muslim Indonesia sama sekali tak punya referensi atau bayangan, kecuali apa yang hanya muncul di pemberitaan dunia internasional selama ini. Yaitu konflik dan kekerasan antara Israel-Palestina.

Baca juga : Nurbaya Bahas Aspek Keamanan Lingkungan Hutan Ibu Kota Baru

Sehingga, tak sedikit orang Indonesia yang mayoritas Muslim ini beranggapan, bahwa agama Yahudi sama saja dengan Israel, musuh umat Islam, yang karenanya dibenci. Tak peduli di manapun, semua orang Yahudi sama saja. Termasuk orang Yahudi Amerika. 

Dalam konteks konflik Israel-Palestina, Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia dengan penduduk Muslimnya mayoritas, tak heran sebenarnya, bila bangsa Indonesia punya hubungan emosi yang kuat dengan Palestina.  

Kemudian, imbas lanjutan konflik ini adalah, Indonesia hingga hari ini masih menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sebaliknya, hanya membuka pintu diplomasi untuk Palestina. Ini masih ditambah fakta, Indonesia tidak mengakui agama Yahudi sebagai agama resmi di Indonesia. Bahkan sulit menemukan orang Yahudi di Indonesia yang berani terbuka menyatakan identitasnya sebagai penganut agama Yahudi. 

Di tengah berbagai persoalan semacam inilah, menyoroti pola relasi, bahkan mungkin kerjasama antara umat Islam dan Yahudi di Amerika Serikat sebagai sampel, tak hanya menarik, tapi juga amat penting. Terutama karena jumlah penganut agama Yahudi terbesar di luar Israel ada di Amerika Serikat. 

Baca juga : Jempolmu Harimaumu, Apa Istrimu Harimaumu?

Selain itu, tentu juga karena Amerika berbeda dengan kondisi di Israel, yang merupakan wilayah terjadinya konflik antara Israel-Palestina, sehingga sedikit banyaknya juga berpengaruh pada pola relasi warga Muslim-Yahudi di sana. 

Setidaknya, ketika Muslim Amerika bisa hidup berdampingan dengan Yahudi Amerika, ini sebuah penegasan, konflik Israel-Palestina tak boleh dianggap sebagai konflik agama. Orang Muslim dan Yahudi, termasuk juga penganut agama apapun tak boleh berkonflik atas nama agama. Karena, bukankah, Islam tak pernah dilarang tumbuh berkembang di Barat sana, termasuk Amerika? (*)

Catatan Muhammad Rusmadi (Redaktur Eksekutif Rakyat Merdeka)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.