Dark/Light Mode

Warga AS Tolak Dievakuasi Dari Kapal Pesiar Princess

Senin, 17 Februari 2020 09:44 WIB
Bus untuk mengevakasi warga Amerika Serikat dari kapal pesiar Diamond Princess, tiba di Daikoku Pier Cruise Terminal, Yokohama, selatan Tokyo, Jepang, Minggu (16/2). (Foto Reuters/Athit Perawongmetha)
Bus untuk mengevakasi warga Amerika Serikat dari kapal pesiar Diamond Princess, tiba di Daikoku Pier Cruise Terminal, Yokohama, selatan Tokyo, Jepang, Minggu (16/2). (Foto Reuters/Athit Perawongmetha)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penumpang asal Amerika Serikat (AS) yang dikarantina di kapal pesiar Diamond Princess di Jepang, mulai dievakuasi pada Minggu (16/2) waktu setempat. Para pejabat mengatakan mereka akan dibawa dengan pesawat sewaan ke salah satu dari dua pangkalan udara militer AS. Mereka, di sana, akan menjalani karantina 14 hari. Sebelum terbang, para penumpang akan diperiksa untuk mengetahui apakah memiliki gejala penyakit corona baru atau COVID-19 atau tidak.

Menurut Kedutaan Besar AS di Tokyo, orang Amerika yang memutuskan untuk tidak kembali dengan penerbangan carter, tidak akan dapat melakukan perjalanan ke AS hingga 4 Maret mendatang.

Pejabat Jepang mengatakan karantina di atas kapal itu harus berakhir pada 19 Februari. Ada 355 kasus virus yang dikonfirmasi menjangkit sekitar 3.700 orang dari total penumpang dan awak kapal.

Beberapa pemerintah lain juga telah mengumumkan rencana untuk memindahkan warganya dari kapal juga. Minggu malam dan menjelang Senin pagi ini, warga AS yang memilih untuk dievakuasi dibawa keluar dari kapal dalam kelompok, melewati kontrol paspor darurat.

Baca juga : Lagi, Warga AS Yang Baru Dievakuasi Kena Coronavirus, Total Korban Jadi 15

Menurut penumpang bernama Sarah Arana (52) kepada AFP,  tetapi tidak menjalani pemeriksaan kesehatan. Mereka naik bus yang disupiri personel berjas pelindung dari ujung kepala ke ujung kaki. Belasan kendaraan akan melakukan perjalanan dalam konvoi. Meninggalkan kawasan Daikoku Pier Cruise Terminal, Yokohama, selatan Tokyo, Jepang.

"Saya senang dan siap untuk pergi," kata Arana kepada AFP sebelum meninggalkan kapal.

"Kami membutuhkan karantina yang tepat, ini bukan, Pemerintah AS seharusnya melakukan intervensi "lebih cepat, pada awalnya," kata pekerja sosial medis itu.

"Ini terlalu berat bagi Jepang, dan mereka seharusnya tidak harus menanggung beban," tambahnya.

Baca juga : Dukung Satgas Antimafia Bola, Menpora Ingin Sepakbola Bersih dari Pengaturan Skor

"Orang-orang Jepang tidak pantas menerima ini. Saya sangat berterima kasih," imbuhnya.

Tetapi orang Amerika lain ada yang menolak evakuasi, meskipun mereka masih harus menunggu dua pekan dan tes negatif untuk virus sebelum diizinkan kembali ke AS.

"Kesehatan saya baik-baik saja. Dan karantina dua pekan hampir berakhir. Mengapa saya ingin naik bus dan pesawat dengan orang lain yang mungkin terinfeksi?" tweeted Matt Smith, pengacara. Ia bersama dengan istrinya di kapal itu.

Matt Smirh menggambarkan kelakuan penumpang seorang penumpang perempuan yang berdiri di balkonnya meneriakkan "AS, AS" ketika bus tiba untuk mengambilnya. "Tentu saja, bertentangan dengan aturan karantina, dia tidak mengenakan masker, dan dia berbicara dengan seorang penumpang di balkon ... Dan anda ingin aku naik bus dengannya?"

Baca juga : Kemenhub Dorong Sektor Transportasi Di Semua Destinasi Super Prioritas

Minggu (17/2), menteri kesehatan Katsunobu Kato mengatakan 1.219 orang di kapal itu telah dites. Ditemukan, 355 terinfeksi. Jepang belum dapat menguji semua yang ada di kapal karena terbatasnya pasokan alat pengujian, fasilitas dan tenaga kerja, yang juga dibutuhkan.

Tetapi Kementerian Kesehatan mengatakan, penumpang yang berusia lebih dari 70 tahun sedang diperiksa dan mereka yang pengujian negatif dan dalam kondisi sehat akan diizinkan meninggalkan kapal mulai Rabu (19/2). Tes pada penumpang yang lebih muda mulai hari Minggu dan orang sehat akan diizinkan untuk turun setelah Rabu.

Menurut statistik terbaru dari Komisi Kesehatan Nasional China, jumlah total kasus virus corona di Cina daratan telah mencapai 68.500, dan total kematian telah mencapai 1.665 kasus. [MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.