Dark/Light Mode

Lebih Banyak Pemimpin Perempuan, Covid-19 Lebih Cepat Diatasi?

Sabtu, 18 April 2020 16:10 WIB
(Searah jarum jam) Silveria Jacobs, Angela Merkel, Tsai Ing-wen, Jacinda Ardern, Katrín Jakobsdottir, Sanna Marin, Erna Solberg, Mette Frederiksen. (Foto Nihaoindo)
(Searah jarum jam) Silveria Jacobs, Angela Merkel, Tsai Ing-wen, Jacinda Ardern, Katrín Jakobsdottir, Sanna Marin, Erna Solberg, Mette Frederiksen. (Foto Nihaoindo)

RM.id  Rakyat Merdeka - Para pemimpin perempuan memanen pujian karena dinilai berhasil menekan penyebaran Covid-19 di negaranya. Ada Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Presiden Taiwan Tsai Ing Wen, Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottri hingga Perdana Menteri Silveria Jacobs dari Sint Maarten, Kepulauan Karibia.

"Karena tidak banyak perempuan yang bisa jadi pemimpin negara. Jadi, saat ada yang memimpin, mereka akan bekerja sepenuh hati dan tenaga," kata asisten profesor Ilmu Politik dan Keamanan Nasional Anderson University, Abigail Post kepada USA Today.

Selain itu menurut Post, pemimpin perempuan lebih cenderung mau mendengar nasihat ahli dan bertindak dengan empati selama krisis. Post mencontohkan keputusan Merkel mengisolasi mandiri dirinya selama dua pekan, sesuai anjuran dokter.

"Bagi saya itu merupakan taktik kepemimpinan yang lebih mungkin kita lihat dari seorang pemimpin wanita daripada seorang pria," kata perempuan itu.

"Itu membuatmu bertanya-tanya seperti apa infeksi pandemi dan jumlah kematian jika  pemimpin negara banyak yang perempuan."

Baca juga : JHL Group Berikan Bantuan Untuk Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19

Namun Post mengingatkan, tidak bisa juga menyimpulkan jika lebih banyak perempuan yang memimpin akan menekan penyebaran Covid-19. "Kepatuhan rakyat terhadap anjuran pemerintah juga berperan penting," tegasnya.

Post menilai, hampir semua pemimpin wanita itu didukung penuh warganya, sehingga imbauan sang pemimpin dijalankan.

Hal senada disampaikan Kepala Virologi Rumah Sakit Universitas di Heidelberg Hans-Georg Krausslich. Menurutnya, keberhasilan, Jerman dipengaruhi pengambilan keputusan dan kapabilitas perawatan pasien serta dukungan warga.

"Mungkin kekuatan terbesar di Jerman adalah pengambilan keputusan rasional di tingkat pemerintahan tertinggi dikombinasikan dengan kepercayaan masyarakat," kata Hans, dilansir CNN.

Mengutip pemberitaan RMco.id berjudul Tanpa Menebar Ketakutan, Jurus Sukses Pemimpin Perempuan Atasi Covid-19, sejumlah pemimpin negara itu tidak hanya menyampaikan kejujuran mengenai kondisi negaranya akibat Covid-19, tapi juga mengambil langkah tegas dan strategis dibalut empati dan cinta kepada rakyat. 

Baca juga : Korsel Lebih Hebat dari Amerika Serikat dan Prancis

Untuk menekan penyebaran virus tersebut, para pemimpin itu melakukan pengetesan massal hingga tak segan melakukan karantina wilayah/lockdown.

Merkel yang biasanya tampil di publik hanya untuk pernyataan Natal, seketika menggelar pengumuman disiarkan di televisi ketika kabar wabah Covid-19 mencuat. Merkel tenang dan jujur mengakui ada hal yang serius menimpa negaranya. Ia meminta semua pihak menganggapinya dengan serius. Kemudian, memulai pengujian.

Di Taiwan, Presiden Tsai Ing-wen mengambil langkah agresif, cepat melakukan pengujian. Dia memperkenalkan 124 langkah untuk membendung penyebaran virus tanpa harus melakukan karantina wilayah.

Selandia Baru memiliki Jacinda Ardern yang tegas melakukan karantina wilayah alias. Ia juga membuat Negeri Kiwi itu tertutup bagi turis.

Lalu di bawah kepemimpinan Jakobsdottri, Islandia melakukan pengujian virus Covid-19 secara gratis untuk semua warga negaranya. Negara ini telah melakukan skrining lima kali lebih banyak dari orang Korea Selatan.

Baca juga : Pelatih Barcelona Nggak Yakin La Liga Dilanjutkan

Begitu juga dengan langkah Marin (34), kepala negara termuda di dunia ketika dia terpilih Desember lalu di Finlandia. Tak hanya melakukan tes massal, dia menggandeng influencer media sosial menyebarkan informasi berbasis fakta tentang pengelolaan pandemi karena tidak semua orang membaca berita di media massa.

Ada Erna Solberg di Norwegia memiliki ide inovatif menggunakan televisi untuk berbicara langsung dengan anak-anak di negaranya. Seperti yang dilakukan Mette Frederiksen. Ide tersebut membuat rakyat terharu.

Tak kalah tegas, Silveria Jacobs dari Sint Maarten. Meski memerintah sebuah pulau kecil di Karibia yang berpenduduk hanya 41.000 orang, tetapi videonya yang tanpa basa-basi memberitahu warga untuk tetap di rumah selama dua pekan.

"Jika Anda tidak memiliki jenis roti yang Anda sukai di rumah Anda, makan kerupuk. Jika Anda tidak memiliki roti, makan sereal. Makan gandum," katanya tegas namun berempati terhadap kondisi rakyat. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.