Dark/Light Mode

Penemuan Ilmuwan Indonesia di AS

Kebutaan Akibat Amblyopia Dapat Dicegah dan Diobati

Kamis, 16 Juli 2020 06:17 WIB
Kepala Pusat Penelitian Otak Pacific Health Sciences University (PHSU) California Dr. Taruna Ikrar, Ph.D. (Foto: Istimewa)
Kepala Pusat Penelitian Otak Pacific Health Sciences University (PHSU) California Dr. Taruna Ikrar, Ph.D. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gangguan penglihatan pada anak-anak yang menderita Amblyopia kerap memicu cacat permanen pada mata. Temuan terbaru dari Dr. Taruna Ikrar, Ph.D. yang dimuat di jurnal internasional Current Biology, memberikan harapan untuk mencegahnya.

Para peneliti mengidentifikasi neuron jenis penghambat, yang menjadi kunci penting dalam perkembangan kemampuan melihat pada anak. Keberhasilan pengindenfitikasian tersebut yaitu dengan menemukan peran utama jenis inhibitory neuron yang menjadi kunci dalam memediasi bagian penting dari pengembangan penglihatan. Juga dalam penelitian ini, berhasil ditemukan Gate Ocular Dominance Plasticity yang terletak di Layer 4 dari struktur otak bagian cortex penglihatan.

Taruna Ikrar, ilmuwan asal Indonesia yang bekerja sebagai profesor dan Kepala Pusat Penelitian Otak PHSU (Pacific Health Sciences University) California dan Anggota (ACCP) American College of Clinical Pharmacology, Amerika Serikat bersama Saintis di UC Irvine dan Louisiana University telah menemukan pendekatan baru untuk memperbaiki gangguan penglihatan pada anak-anak yang menderita kelemahan yang dapat menyebabkan kebutaan. Bahkan dapat melakukan pencegahan sejak awal, sehingga kelak dapat mengurangi kecacatan pada penglihatan anak tersebut.

Baca juga : Djoko Tjandra Dapat Surat Jalan Dari Oknum Instansi

Anak-anak yang menderita amblyopia dan gangguan penglihatan akibat kerusakan saraf penglihatan dalam perkembangannya dapat mengakibatkan cacat permanen pada penglihatan, meskipun telah dilakukan operasi atau memperbaiki aksis amblyopia (kelemahan penglihatan). Kerusakan ini sering merupakan akibat dari perkembangan system saraf otak yang tidak benar atau dengan kata lain terjadi suatu kesalahan dapat perkembangan sistem saraf dalam fase pertumbuhan anak tersebut. Demikian pula karena kelemahan visual selama masa kanak-kanak. Sebaliknya, ketika terjadi katarak pada orang dewasa akan dilakukan pembedahan koreksi atau pemulihan penglihatan.

Pada penemuan tersebut, ditemukan fenomena menarik yang ditunjukkan jenis atau tipe tertentu pada inhibitory neuron (neuron penghambat), yang mengontrol fase atau waktu, “periode kritis,” dari pertumbuhan dan perkembangan dalam fase awal penglihatan, sebelum anak berusia 7 tahun. Hasil penelitian ini diterbitkan di Current Biology Journal secara online pada 25 Juni 2020 dan Edisi cetak Minggu ke-4 Juni 2020, dengan judul "Layer 4 Gates Plasticity in Visual Cortex Independent of a Canonical Microcircuit".

Para peneliti menemukan bahwa fungsi yang tidak tepat dari neuron atau saraf kunci selama periode kritis dalam perkembangan yang bertanggung jawab terhadap kecacatan penglihatan ini. Selain itu, dalam penelitian tersebut, Dr. Taruna Ikrar bersama timnya menggunakan senyawa obat tertentu dalam percobaan untuk membuka kembali fase atau periode kritis yang menunjukkan modifikasi dan pengaruh obat tersebut dapat merangsang dan mengobati kecacatan saraf, yang diakibatkan gangguan penglihatan mata selama fase awal pengembangannya.

Baca juga : PDIP: Kepemilikan Asing di Bank Lokal Dapat Gairahkan Ekonomi Nasional

Mereka menunjukkan bahwa obat yang ditargetkan pada neuron yang spesifik dan menjadi kunci pengaturan periode kritis tersebut, yang menunjukkan mengalami perbaikan gangguan penglihatan sentral pada anak-anak yang pernah menderita amblyopia yang menjadi awal pencetus kebutaan. 

“Jenis neuron yang spesifik tersebut meregulasi fase atau periode kritis selama perkembangan anak, yang selama ini masih menjadi misteri,” kata Dr Taruna Ikrar. “Terobosan kami menguraikan jalan baru untuk perawatan yang dapat mengembalikan penglihatan normal pada anak-anak yang memiliki gangguan penglihatan awal,” lanjutnya.

Penelitian ini dilakukan Taruna Ikrar bersama sejawatnya, Dr Areen di Lousiana University, UC, PHSU California. Penelitian ini dibiayai National Eye Institute (Grant EY01605) dan Institute National For Neurologic and Stroke Disorders. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.