Dark/Light Mode

Serbu Markas Partai NLD

Tembak Demonstran, Militer Myanmar Pakai Tangan Besi

Kamis, 11 Februari 2021 05:10 WIB
Militer Myanmar menggunakan meriam air atau water cannon untuk membubarkan demonstran. (Foto : ASSOCIATED PRESS).
Militer Myanmar menggunakan meriam air atau water cannon untuk membubarkan demonstran. (Foto : ASSOCIATED PRESS).

 Sebelumnya 
Di tempat terpisah, Amerika Serikat (AS), yang memimpin kecaman global atas kudeta tersebut, memperbarui seruannya untuk kebebasan berekspresi di Myanmar, dan menuntut para petinggi militer mundur. “Kami mengutuk keras kekerasan ter­hadap demonstran, serta men­desak militer mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan menahan diri dari kekerasan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price.

Ia menambahkan, permintaan AS untuk berbicara dengan pimpinan Partai NLD Aung San Suu Kyi yang ditahan, ditolak militer.

Baca juga : Rakyat Myanmar Acungkan 3 Jari

Kecaman atas aksi represif mi­liter juga datang dari Perserika­tan Bangsa Bangsa (PBB). Ola Almgren, Koordinator Penduduk dan Kemanusiaan PBB di Myan­mar mengatakan, penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para pengunjuk rasa, tidak dapat diterima.

Sedangkan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Bor­rell mengatakan, organisasi itu bisa saja menjatuhkan sanksi baru pada militer Myanmar. Namun dia menggarisbawahi, bahwa sanksi itu tidak boleh membuat warga semakin menderita. “Kami saat ini sedang meninjau semua opsi,” kata Borrell.

Baca juga : Empat Hari Berkuasa, Junta Militer Myanmar Mulai Ganas

Seluruh elemen masyarakat bergabung dalam aksi protes dan mogok kerja. Termasuk para pekerja pengawas penerbangan sipil dan pengawas lalu lintas udara. Hal itu berdampak pada penerbangan internasional yang ingin melewati ruang udara Myanmar, dan akan membebani kas pemerintah. Uang masuk dari penerbangan bisa mencapai hingga 182 ribu dolar AS per hari, atau sekitar Rp 2,5 miliar.

Tak cuma pekerja di bidang aviasi, sekelompok polisi di wilayah Negara Bagian Kayah, turut serta dalam aksi protes. Mereka berbaris memakai seragam, dan memekik­kan nada-nada protes terhadap junta. “Kami tidak ingin kedikta­toran,” tulisan di sejumlah poster dan spanduk yang mereka bawa.

Baca juga : Indonesia Tak Seperti Myanmar, Pengamat: Tentara Jangan Digoda Politik

Aksi massa yang terjadi di Myanmar saat ini mengingatkan pada pendudukan militer yang berlangsung selama hampir 60 tahun, dan diwarnai gelombang pemberontakan berdarah, hingga militer melepaskan sebagian kekuasaan pada 2011. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.