Dark/Light Mode

Pembunuhan Kolumnis Jamal Khashoggi, AS Nggak Akan Hukum Saudi

Rabu, 3 Maret 2021 08:22 WIB
Mendiang Jamal Khashoggi (kiri) dan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS). [Foto: Agence France Presse]
Mendiang Jamal Khashoggi (kiri) dan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS). [Foto: Agence France Presse]

RM.id  Rakyat Merdeka - Amerika Serikat (AS) tidak akan memberikan sanksi tertentu terhadap Arab Saudi, terkait dugaan keterlibatan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Washington hanya akan mengawasi pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Saudi.

Jumat (27/2/2021) pekan lalu, dalam sebuah dokumen, AS mengumumkan bahwa, pada 2018, MBS menyetujui operasi untuk menangkap, atau membunuh Khashoggi. Dalam dokumen itu, AS juga menyetujui sanksi terhadap sejumlah tokoh dan lembaga di Saudi.

Langkah tersebut mengundang kritik dari kelompok pembela HAM. Mereka mempertanyakan komitmen Presiden AS Joe Biden dalam penegakan HAM. Padahal, sebelumnya dia berkomitmen untuk memprioritaskan HAM dalam kebijakan luar negerinya.

Ned Price, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS menjelaskan, pihaknya akan lebih berfokus pada pelaksanaan HAM di Saudi, di masa depan. Dan, kata Price, itu bukanlah sebagai tanda perpecahan kedua negara. Tapi, lebih sebagai peninjauan ulang.

Baca juga : Senin, AS Janji Bicara Soal Pembunuhan Wartawan Jamal Khashoggi

"Kami mencoba membahas masalah sistemik yang mendasari pembunuhan brutal Jamal Khashoggi," ujar Price, dikutip Reuters, kemarin.

Di saat yang sama, AS juga menyambut baik pembebasan dua aktivis HAM di Saudi baru-baru ini. Namun, dia juga meminta Saudi untuk berbuat lebih banyak dengan mencabut larangan perjalanan bagi mereka. "Kami juga mendesak Saudi untuk meringankan hukuman dan menyelesaikan kasus-kasus seperti para aktivis hak perempuan dan lainnya,” katanya.

Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki menambahkan, AS berhak memberikan sanksi pada MBS, jika dirasa perlu, dan dengan menggunakan cara mereka sendiri. Tapi secara historis, AS, dengan presiden yang berasal dari Partai Demokrat dan Republik, biasanya tidak memberikan sanksi pada para pemimpin pemerintah negara lain.

"Secara khusus di negara-negara tempat kami memiliki hubungan diplomatik," jelas Psaki.

Baca juga : Alhamdulillah, Nggak Merasakan Efek Samping Apapun...

Keputusan tersebut menuai kritikan dari pelapor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait kasus Khasoggi, Agnes Callamard. Seharusnya, kata dia, AS menargetkan aset MBS dan keterlibatan internasionalnya. Callamard mengatakan, laporan AS terkait keterlibatan MBS terlalu sedikit.

Callamard menilai, seharusnya ada lebih banyak bukti yang dirilis AS. Dan, menurutnya, mengetahui tindakan seseorang tanpa menghukumnya, sama saja dengan pembiaran untuk melanjutkan. "Itu adalah langkah yang sangat berbahaya yang dilakukan AS," ujar Callamard.

Kata dia, ada banyak hal yang bisa dilakukan AS terhadap MBS. Dan, satu hal yang tidak boleh dilakukan yakni, diam atas tindakan tersebut. "Serta tidak mengambil tindakan tegas atas temuan mereka," ujarnya.

Sebelumnya, dalam laporan AS dinyatakan, Rapid Intervention Force (RIF), sebuah unit pengawal kerajaan Saudi, terlibat dalam operasi kontra-pembangkang. Laporan itu juga mengeluarkan larangan visa pada 76 orang Saudi.

Baca juga : Kementan Kawal Kebijakan Pupuk Bersubsidi

Pangeran MBS, penguasa de facto berusia 35 tahun, membantah terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. Tapi dia mengaku jadi penanggung jawab utama. Karena hal itu terjadi dalam pengawasannya. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.