Dark/Light Mode

Pasukan Taliban Secepat Internet 5G

Rabu, 18 Agustus 2021 07:25 WIB
Diplomat senior Prof. Imron Cotan. (Foto: Ist)
Diplomat senior Prof. Imron Cotan. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Oleh: Prof Imron Cotan

Ibu kota Afghanistan, Kabul, secara de facto telah dikuasai oleh Taliban, Minggu, 15 Agustus 2021. Secara sinis, penduduk Kabul mengatakan bahwa kecepatan pasukan Taliban memasuki ibu kota Afghanistan tersebut, seakan-akan mengalahkan kecepatan internet 5G. Apalagi, Presiden Ashraf Ghani, sebagai pemegang kedaulatan negara, telah terlebih dahulu melarikan diri ke Tajikistan. Senin malam lalu, Presiden Ghani dikabarkan sudah berada di Uzbekistan (BBC World News, 16/8).

Kesinisan penduduk Kabul cukup beralasan. Bocoran laporan intelijen Amerika Serikat (AS) memperkirakan bahwa Kabul masih mampu bertahan setidak-tidaknya untuk 90 hari ke depan. Kenyataan menunjukkan hal yang berbeda. Dalam hitungan hari, pasukan Taliban secara de facto telah menguasai kota Kabul. Sementara para tetua Afghanistan masih berupaya menyusun rencana tentang penyerahan pemerintahan secara damai.

Baca juga : Jadikan Pandemi Sebagai Momentum Introspeksi Diri

Pada saat ini, situasi masih relatif tenang, dan proses evakuasi staf diplomatik Kedubes AS masih berlangsung di Bandara Kabul, yang masih dikuasai oleh militer Negeri Paman Sam.

Sebenarnya, rencana penarikan diri pasukan AS adalah keputusan politik yang digagas oleh Presiden Donald Trump, melalui serangkaian perundingan rahasia dengan Taliban di Doha, Qatar. Kebijakan tersebut diteruskan oleh Presiden Joe Biden, yang melihat kenyataan pahit bahwa walaupun Washington telah menghabiskan sekitar 2 triliun dolar AS sejak 2001 (Time, 15/8/2021), AS tetap tidak mampu menaklukkan Taliban.

Kekesalan AS tergambar ketika Presiden Biden mengatakan, tidak dapat menerima keadaan pasukan AS bertempur di negara asing. Sementara angkatan bersenjata Afghanistan, tidak menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan negaranya.

Baca juga : Menteri ESDM: Ayo, Genjot!

Di Washington, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengucapkan: “Kita tidak bisa membeli kemauan bertempur dan kepemimpinan”, untuk diberikan kepada angkatan bersenjata Afghanistan. Suatu ekspresi yang juga mengggambarkan betapa kecewanya pemerintah AS terhadap kemampuan tempur angkatan bersenjata Afghanistan.

Ketika Taliban mulai menduduki Istana Kepresidenan, termasuk kediaman mantan panglima perang era Uni Soviet, Jenderal Abdul Rashid Dostum, sejumlah pengamat mulai mereka-reka, ke mana arah pemerintahan Taliban ke depan. Serangkaian perubahan yang kemungkinan luput dari perhatian para pengamat tampaknya dapat dijadikan indikasi awal untuk mengetahui arah tersebut.

Perubahan yang cukup menyolok antara lain masuknya Taliban ke ibukota Kabul, praktis dilakukan secara damai. Pasukan yang diperintahkan untuk menduduki kota tidak mengambil formasi serang. Bahkan terlihat relatif bersahabat kepada penduduk kota.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.