Dark/Light Mode
Menghemat Politik Identitas (37)
Menghargai Kepemimpinan Perempuan (2)

Tausiah Politik
Sebelumnya
Memang ada ayat yang seolah memberikan dukungan terhadap teks hadis di atas, yaitu:
Berita Terkait : Menghargai Kepemimpinan Perempuan (1)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S. Al-Nisa’/4:34).
Berita Terkait : Menolak Nepotisme
Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai implementasi ayat-ayat di atas. Syekh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar-nya tidak memutlakkan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan. Alasannya karena ayat ini menggunakan kata: bi ma faddhalahum ‘alaihinna atau bi tafdhilihim ‘alaihin, maksudnya sebagaimana kelebihan yang dimiliki laki-laki atas perempuan, tetapi menggunakan kata: bima faddhalallah ba’dhahum ‘ala ba’dh, yakni sebagaimana Allah berikan di antara mereka di atas sebagian yang lain). Dengan demikian, secara redaksional ayat ini tidak bisa dijadikan pegangan untuk menolak kepemimpinan perempuan, apalagi ayat tersebut bukan ayat public tetapi ayat yang turun dalam kasus keluarga.
Berita Terkait : Menghindari Tasyaddud Dan Ghuluw
Pemikir muslim kontemporer mencoba menafsirkan ayat tersebut ke arah penafsiran yang mengandung nilai kesetaraan dan keadilan. Fazlur Rahman misalnya, menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan bukanlah perbedaan hakiki tetapi fungsional. Jika seorang isteri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri, baik karena warisan atau kemampuannya sendiri, dan memberikan sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan suaminya akan berkurang karena sebagai seorang manusia, ia tidak memiliki keunggulan dibanding isterinya. ■