Dark/Light Mode

Menghemat Politik Identitas (43)

Mengindonesiakan Pemikiran Keagamaan

Rabu, 28 September 2022 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Lahirnya gerakan salafi jihadi yang berusaha membersihkan khurafat dan bid’ah di masyarakat seringkali berhadapan dengan tradisi keagamaan yang sudah mapan dan mendapatkan legiti­masi negara. Misalnya, hadirnya kelompok anti Perayaan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, peringatan 1 Muharram dan lain-lainnya, dianggap sebagai kegiatan bid’ah yang tidak berdasar.

Padahal acara-acara tersebut sudah menjadi tradisi kea­gamaan rutin dan di antaranya sudah dilembagakan dalam acara negara, seperti Peringatan Maulid Nabi, Peringatan Isra’ Mi’raj, dan Nuzulul Qur’an setiap tahun diacarakan sebagai acara kenegaraan. Jika itu dibid’ahkan, apalagi di­haramkan, bukan saja menimbulkan masalah internal umat Islam tetapi juga berdampak pada acara kenegaraan.

Baca juga : Menyikapi Komunitas LGBT (4): Pandangan Fuqaha (2)

Apa yang sudah dianggap positif dan sudah diterima baik di dalam masyarakat luas, apalagi sudah diakomodasi oleh negara sebagai acara kenegaraan yang diperingati scara nasional, sebaiknya tidak perlu diusik lagi. Pemurnian ajaran tidak mesti harus mengorbankan kearifan dan kreatifikas lokal, sepanjang hal itu tidak terang-terangan bertentangan dengan ajaran dasar agama.

Apa yang ditawarkan sebagai standar ajaran pemurnian sesungguhnya belum tentu murni. Apalagi kalau yang dijadikan standar ajaran untuk menilai lebih kental ajaran budaya Timur Tengahnya lebih kental ketimbang ajaran Islamnya. Contoh, adanya gerakan atau seruan penggunaan cadar atau niqab, yaitu pakaian perempuan yang menutupi seluruh anggota badan kecuali kedua bola mata.

Baca juga : Menyikapi Komunitas LGBT (4): Pandangan Fuqaha (1)

Juga penggunaan celana di atas tumit (cingkrang), ke­mestian memelihara jenggot, dan atribut fisik keagamaan lainnya. Menjadi seorang muslim yang baik tidak mesti harus menyerupakan diri dengan orang-orang Arab. Kita bisa menjadi The Best Muslim tetapi pada saat bersamaan kita tetap menjadi The Best Indonesian.

Namun, bagi mereka yang memilih bercadar atau celana cingkrang juga harus dianggap sebagai sebuah pilihan sadar sebagai warga bangsa yang dijamin hak-hak privasinya, termasuk memilih jenis kostum. Yang penting, mereka tidak mengekslusifkan pilihannya itu sebagai paling benar.

Baca juga : Menyikapi Komunitas LGBT (3): Pandangan Teologis

Di sinilah tantangan kita di masa depan, bagaimana para pemikir keagamaan mengkontribusikan konsep keutuhan dan kekuatan bangsa, bukannya mendesakkan pemikiran yang berpotensi menceraiberaikan bangsa. Allahu a’lam. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.