Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (53)

Batas Kewenangan Pemimpin Publik (2)

Kamis, 20 Juli 2023 06:32 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Jika seorang suami sudah memenuhi hak dan kewajibannya terhadap anggota keluarganya, seperti kecukupan sandang, pangan, dan papan, serta urusan pendidikan anak-anaknya, maka dianggap sudah menunaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin rumah tangga.

Berbeda halnya jika seorang Kepala Negara atau Presiden yang harus mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup warga dan negara yang dipimpinnya, termasuk kesejahteraan dan keadilan segenap warganya.

Makin luas wilayah yang dipimpin, makin besar pula tanggung jawab Kepala Negara itu.

Yang amat penting diperhatikan Kepala Negara ialah urusan stabilitas keamanan dan kesejahteraan segenap rakyat dan negaranya.

Dalam sebuah kaedah disebutkan: Tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manutun bi al-mashlahah (setiap kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya harus berdasarkan kemaslahatan).

Baca juga : Batas Kewenangan Pemimpin Publik (1)

Segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat, bukan hanya masalah administrasi pemerintahan tetapi juga segala urusan yang berhubungan dengan kebutuhan asasi manusia.

Wilayah tanggung jawab tersebut juga termasuk keberlangsungan pelaksanaan ajaran agama (Syari’ah), khususnya yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri itu.

Kemudian, urusan luar negeri dan keputusan-keputusan penting lainnya, seperti penentuan keadaan darurat, penentuan perang atau gencatan senjata dengan pihak musuh.

Itulah sebabnya dalam Islam, khususnya dalam mazhab sunny, keberadaan pemerintah dalam hal ini Kepala Negara merupakan suatu keniscayaan atau kewajiban.

Bahkan ada ungkapan sunny mengatakan: Lebih baik dipimpin 100 tahun pemerintahan dzalim daripada kosong kepemimpinan sehari.

Baca juga : Batas Kepatuhan Terhadap Pemimpin

Sehari tanpa pemimpin akan menyebabkan munculnya hukum rimba di dalam masyarakat manusia.

Yang kuat akan menerkam yang lemah dan yang kaya akan memperbudak yang miskin.

Akibatnya bisa sangat fatal, yang memungkinkan memerlukan beberapa generasi untuk memperbaikinya, tentu saja dengan ongkos yang amat mahal.

Batas tanggung jawab pemimpin publik, semisal Kepala Negara biasanya dibatasi sampai kepada wilayah privat atau keluarga.

Urusan keluarga atau rumah tangga menjadi domain kepala rumah tangga.

Baca juga : Pejabat Tidak Boleh Kebal Kritik

Kecuali kalau terjadi masalah di dalam rumah tangga itu mempengaruhi masyarakat, misalnya terjadi pelanggaran kriminal dan kekerasan dalam rumah tangga, itu sudah menjadi domain publik.

Sementara yang tidak termasuk tanggung jawab Kepala Negara ialah wilayah keimanan dan kepercayaan warga. Di Indonesia, hal itu dianggap domain pemimpin agama yang bersangkutan.

Negara tidak berhak mencampuri urusan dan problem internal antar umat beragama, kecuali jika ada problem internal bereskalasi lebih luas sehingga mempengaruhi keamanan warga masyarakat umum.

Barulah negara berhak ikut terlibat di dalamnya untuk mengamankan masyarakat secara luas.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.