Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Golput singkatan dari Golongan Putih yang sering diartikan sebagai kelompok yang tidak mau menggunakan hak pilihnya di dalam musyawarah atau suatu pemilihan calon pemimpin.
Tentu mereka mempunyai alasan. Namun, apapun alasannya tetap dianggap memisahkan diri dari jamaah (mufaraqah li al-jama’ah).
Nabi dan para sahabatnya memandang Golput dengan konotasi negatif.
Sebuah hadis dari Muawiyah berkata: Aku mendengar Nabi bersabda: Barangsiapa yang meninggal dan ia tidak pernah memilih (mengangkat) seorang pemimpin maka matinya dianggap mati jahiliah. (HR Tabrani, al-Mu’jam al-Kabir, Jilid 19, hal. 334).
Redaksi yang hampir sama, hadis dari Ibnu Umar mengatakan, aku telah mendengar Nabi bersabda:
Baca juga : Memperkenalkan Kebebasan Yang Terukur
“Barangsiapa yang meninggal tanpa Imam (pemimpin) maka ia mati seperti mati jahiliah. Barangsiapa yang mencabut (tidak taat) kepada pemimpin maka ia di hari kiamat tidak memiliki hujjah (pembela)”. (HR Sulaiman bin Daud, dalam Musnad Abi Daud Attayyalisi, halaman 259).
Dalam Riwayat lain dikatakan Abdullah Ibnu Umar datang kepada Abdullah Ibnu Muti’, setelah ia melihatnya, ia mengatakan:
“Berilah Abdurrahman sebuah bantal. Lalu ia mengatakan: “Sesungguhnya aku datang bukan untuk duduk, tetapi aku datang kepadamu untuk menyampaikan sebuah hadis yang aku dengarkan dari Nabi, ia bersabda:
“Barangsiapa yang mencabut (tidak memberi pengakuan) kepada pemimpin maka ia akan menemui Allah di hari kemudian dalam keadaan tidak ada hujjah (pembela); dan barangsiapa yang meninggal dunia dan tidak pernah memilih (mengangkat) seorang pemimpin maka matinya dianggap mati jahiliah”. (HR Muslim, Sahih Muslim, Jilid 6, halaman 22).
Dalam hadis lain perlu juga diingat, dari Abdullah ibnu Amru, Nabi bersabda:
Baca juga : Kedudukan Etnik Quraisy
Tidak halal/boleh bagi tiga orang yang sedang berada (perjalanan) di padang yang luas kecuali mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin. (HR Ahmad, Al-Musnad, Jilid 11, halaman 227).
Dalam Riwayat lain disebutkan, dari Abu Hurairah mengatakan: Nabi bersabda:
Jika tiga orang sedang dalam perjalanan maka sebaiknya salah satu dari mereka menjadi pemimpin. (HR al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubra, Jilid 5, halaman 257).
Hadis-hadis tersebut dijadikan dasar oleh para ulama, terutama ulama sunni, bahwa mengangkat seorang pemimpin atau Kepala Negara hukumnya wajib; baik dalam situasi aman tenteram, maupun dalam keadaan tidak aman atau genting.
Logika yang dijadikan dasar ialah masyarakat tidak mungkin menjadi lebih baik, aman, sejahtera dan saling menghargai satu sama lain kecuali dengan kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah mereka, sebagaimana disampaikan Nabi di atas.
Baca juga : Keharusan Adanya Pemimpin
Kehadiran seorang pemimpin sangat menentukan ketenteraman hidup terutama dalam masyarakat yang heterogen.
Soal teknis pemilihan pemimpin atau kepala negara tergantung musyawarah dan persepakatan para tokoh masyarakat yang di kalangan ulama fikih siyasah biasa disebut al-ahwal al-syakhshiyyah.
Apakah nanti kelompok ini menyarankan penunjukan atau pemilihan melalui sistem formatur, berdasarkan perwakilan, atau pemilihan secara langsung.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.