Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (48)

Jangan Menjadi Golput

Kamis, 13 Juli 2023 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Golput singkatan dari Golongan Putih yang sering diartikan sebagai kelompok yang tidak mau menggu­nakan hak pilihnya di dalam musyawarah atau suatu pemilihan calon pemimpin.

Tentu mereka mempunyai alasan. Namun, apapun ala­sannya tetap dianggap me­misahkan diri dari jamaah (mufaraqah li al-jama’ah).

Nabi dan para sahabatnya memandang Golput dengan konotasi negatif.

Sebuah hadis dari Muawiyah berkata: Aku mendengar Nabi bersabda: Ba­rangsiapa yang meninggal dan ia tidak pernah me­milih (mengangkat) seorang pemimpin maka matinya dianggap mati jahiliah. (HR Tabrani, al-Mu’jam al-Kabir, Jilid 19, hal. 334).

Redaksi yang hampir sama, hadis dari Ibnu Umar mengatakan, aku telah men­dengar Nabi bersabda:

Baca juga : Memperkenalkan Kebebasan Yang Terukur

“Barangsiapa yang me­ninggal tanpa Imam (pe­mimpin) maka ia mati seperti mati jahiliah. Barang­siapa yang mencabut (tidak taat) kepada pemimpin maka ia di hari kiamat ti­dak memiliki hujjah (pem­bela)”. (HR Sulaiman bin Daud, dalam Musnad Abi Daud Attayyalisi, halaman 259).

Dalam Riwayat lain dikatakan Abdullah Ibnu Umar datang kepada Abdul­lah Ibnu Muti’, setelah ia melihatnya, ia mengatakan:

“Berilah Abdurrahman sebuah bantal. Lalu ia mengatakan: “Sesungguh­nya aku datang bukan untuk duduk, tetapi aku datang kepadamu untuk menyam­paikan sebuah hadis yang aku dengarkan dari Nabi, ia bersabda:

“Barangsiapa yang mencabut (tidak memberi pengakuan) kepada pemimpin maka ia akan menemui Allah di hari kemudian dalam keadaan tidak ada hujjah (pembela); dan ba­rangsiapa yang meninggal dunia dan tidak pernah me­milih (mengangkat) seorang pemimpin maka matinya di­anggap mati jahiliah”. (HR Muslim, Sahih Muslim, Jilid 6, halaman 22).

Dalam hadis lain perlu juga diingat, dari Abdullah ibnu Amru, Nabi bersabda:

Baca juga : Kedudukan Etnik Quraisy

Tidak halal/boleh bagi tiga orang yang sedang berada (perjalanan) di padang yang luas kecuali mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin. (HR Ahmad, Al-Musnad, Jilid 11, halaman 227).

Dalam Riwayat lain dise­butkan, dari Abu Hurairah mengatakan: Nabi bersabda:

Jika tiga orang sedang dalam perjalanan maka sebaiknya salah satu dari mereka menjadi pemimpin. (HR al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubra, Jilid 5, halaman 257).

Hadis-hadis tersebut dijadikan dasar oleh para ulama, terutama ulama sunni, bahwa mengangkat seorang pemimpin atau Kepala Negara hukumnya wajib; baik dalam situasi aman tenteram, maupun dalam keadaan tidak aman atau genting.

Logika yang dijadikan dasar ialah masyarakat tidak mungkin menjadi lebih baik, aman, sejahtera dan saling menghargai satu sama lain kecuali dengan kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah mereka, sebagaimana disampaikan Nabi di atas.

Baca juga : Keharusan Adanya Pemimpin

Kehadiran seorang pemimpin sangat menentu­kan ketenteraman hidup terutama dalam masyarakat yang heterogen.

Soal teknis pemilihan pe­mimpin atau kepala negara tergantung musyawarah dan persepakatan para tokoh masyarakat yang di kalangan ulama fikih siyasah biasa disebut al-ahwal al-syakhshiyyah.

Apakah nanti kelompok ini menyarankan penunju­kan atau pemilihan melalui sistem formatur, berdasar­kan perwakilan, atau pe­milihan secara langsung.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.