Dark/Light Mode

Living Qur`an (21)

Allah: Huwa la Huwa

Selasa, 2 April 2024 06:02 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Ibnu ‘Arabi salah seorang sufi atau (teosof?) agak berbeda dengan lainnya yang lebih menekankan aspek tasybih dan menafikan aspek tanzih, karena bagaimanapun juga Zat Tuhan adalah transenden dan sunyi dari segala aspek ketidaksempurnaan (munazzah). Ibnu ‘Arabi mengkhawatirkan kalau mena­fikan aspek tanzih seseorang bisa jatuh ke lembah kemusyrikan, karena menduplikasikan Tuhan dengan makhluknya.

Dari segi Zat-Nya, Tuhan tidak per­nah dan tidak akan pernah diketahui oleh siapun juga. Ia tak dapat dipikirkan dan tak dapat dilukiskan dengan sesu­atu apapun. Kalaupun ada orang yang menganggap dirinya berhasil menge­tahui dan memahami zat Tuhan pasti itu bukan Tuhan atau Tuhan menurut persepsi yang bersangkutan.

Dalam beberapa artikel lalu sudah dijelaskan bagaimana misteri Zat Tuhan dalam berbagai agama. Hampir semua agama sama bahwa Zat Tuhan Maha Misteri. Pengetahuan kita tentang Zat Tuhan hanya sejauh Tuhan berikan kepada kita melalui asma’ dan sifat-Nya.

Baca juga : Allah: A God dan The God (3)

Dari segi asma’ dan sifat-Nya Tuhan dapat diketahui melalui cosmos dan prilakunya. Jika Tuhan menyatakan diri-Nya melihat, mendengar, dan mencintai, maka itu artinya Tuhan mengejawentahkan diri-Nya kepada cosmos, yaitu Tuhan berkorespondensi dengan makhluk-Nya. Seperti diketahui bahwa Tuhan adalah substansi (jauhar) seluruh makhluk, maka wujud ke-Dia-an (Huwiyyah)-Nya ialah setiap apa yang melihat, mendengar, dan men­cintai maka itulah jauhar-Nya. Jika kita melihat yang al-khalq (makhluk) maka ssungguhnya kita melihat al-Haq (Tuhan). Al-Haq memiliki sifat-sifat yang dimiliki al-khalq, yaitu sifat-sifat al-Muhdatsah. Sebaliknya al-khalq memiliki sifat-sifat al-Haq.

Ibnu ‘Arabi datang dengan menawarkan konsep penggabungan antara kualitas al-tanzih wa al-Tasybih, yang dihimpun di dalam suatu stetmen “Huwa la Huwa”. Kata Huwa la Huwa berarti “Dia dan Bukan Dia”.

Ungkapan pendek dan seder­hana ini mampu mewadahi sebuah ilmu besar dan sekaligus menjembatani ketegangan konseptual antara mutakallimin/teolog dan para sufi. Cara Ibnu ‘Arabi memadukan kedua konsep ini ialah menghubungkan aspek tanzih kepada Zat Tuhan dan konsep tasybih dihubungkan dengan sifat Tuhan. Dilihat dari segi zat-Nya, Tuhan samasekali berbeda dengan makhluknya. Ia masuk kategori puncak rahasia (sir al-asrar/sacred of the sacred). Ia tak dapat dibandingkan (incomparabil­ity) dengan apapun dan siapapun.

Baca juga : Allah: A God Dan The God (3)

Dilihat dari segi nama-nama (asma’) dan sifat-Nya, Tuhan memiliki keserupaan (comparability) dengan makhluk-Nya. Alam yang secara kebahasan mempunyai kesamaan arti dengan ayat yang artinya “tanda” untuk menginfor­masikan keberadaan Tuhan. Alam atau kosmos adalah lokus pengejahwentaan diri (mutajalli) Tuhan dan sekaligus sebagai lokus penampakan asma’ dan sifat-sifat Tuhan.

Di sinilah kekhususan konsep al-tan­zih wa al-Tasybih Ibnu ‘Arabi. Ia tidak sependapat dengan para mutakallimin yang lebih menekankan aspek tanzih dan menafikan aspek tasybih, karena bagaimanapun juga silit diingkari secara logika bahwa Tuhan dengan makh­luknya seperti alam raya dan manusia tidak bisa dipisahkan dengan manusia.

Memisahkan antara keduanya juga bertentangan dengan beberapa nash Al-Qur’an, seperti: “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hadid/57:4), “Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”. (Q.S. Qaf/50:16), dan “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah”. (Q.S. Al-Baqarah/2:115).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.