Dark/Light Mode

Penculikan Nelayan Indonesia, Itikad Malaysia Diragukan

Rabu, 22 Januari 2020 06:20 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Di wilayah Timur Malaysia itu aparat militer yang bernama Eastern Sabah ecurity Command (Esscom), terdiri atas gabungan angkatan bersenjata. Logika mengatakan jika Esscom mau sungguh-sungguh bertindak, para perampok Abu Sayyaf bisa dihalau sebelum memasuki perairan Sabah.

Atas inisiatif Menteri Pertahanan indonesia (waktu itu) Ryamizard Ryacudu, sekitar pertengahan 2017 dibentuk Trilateral Cooperation arrangemen (TCA). Namun, TCS tampaknya kurang efektif, karena (a) Hanya terbatas pada sharing data intelijen, belum sampai ke tingkat operasional. Data intelijen tidak berguna jika tidak secepatnya ditindaklanjuti dengan mengejar dan menggem pur para perompak. (b) Kemampuan angkatan bersenjata ketiga negara, khususnya angkatan Laut, kurang seimbang. Pihak Filipina, mungkin, yang paling lemah dalam hal ini. Maka, angkatan Laut Filipina terkesan tidak berdaya menghadapi kelompok Abu Sayyaf yang cukup berjaya di perairan. (c) Maaf, pihak Malaysia tampaknya kurang serius untuk membantu Indonesia mengatasi permasalahan ini, padahal penculikan/penyanderaan terhadap nelayan-nelayan kita terjadi di Sabah yang merupakan yurisdiksi Malasia.

Baca juga : Hati Nurani Tidak Bisa Dibohongi

Insiden demi insiden yang merugikan nelayan kita di Sabah tentu berpotensi mengganggu stabilitas keamanan di kawasan, juga berpotensi mengganggu hubungan bilateral RI - Malaysia, sehingga harus ditangani secara komprehensif dan serius oleh lintas Kementerian dan Lembaga kita. instansi kita mana yang paling berkompeten mengatasi masalah ini? Secara koordinatif memang Kemenko Polhukam. Tapi Mahfud MD selaku Menko Polhukam tidak bisa berbuat apa-apa jika instansi bawahannya tidak secara cepat memeras otak untuk mencari solusi secara konkret. Jika tidak, penculikan dan penyanderaan nelayan-nelayan kita akan terus berlangsung, karena dinilai oleh kelompok Abu Sayyaf sebagai sasaran empuk.

Pemberitaan media portal Malaysia, Daily Express tanggal 19 dan 20 Januari yang baru lalu telah menciptakan persepsi yang buruk bagi pemerintah RI. Menurut Daily Express Malaysia, pemerintah Indonesia telah membayar uang tebusan untuk membebaskan 3 TKI nelayan, padahal pemerintah kita sejak awal menolak tunduk pada “Aksi pemerasan” penculik dalam bentuk apa pun, terutama membayar ransom.

Baca juga : Luhut, Bertindaklah, Jangan Omong Saja!

Isu penculikan nelayan kita di perairan Sabah memang kompleks. TKI ilegal misalnya yang berasal dari Buton dan Bau-Bau sering diterima oleh pemilik kapal ikan di Sabah sebagai nelayan. Tapi, aparat Indonesia, termasuk Kementerian Luar Negeri sudah waktunya bertanya kepada pihak Malaysia mengapa aparat keamanan Malaysia (Esscom) tidak bisa menjamin keamanan TKI Nelayan, bahkan cenderung mewadahi kepentingan pemilik kapal.

Jika pihak keamanan Malaysia mau bertindak tegas, aksi-aksi penculikan/penyanderaan terhadap WNI nelayan di Sabah pasti bisa dikurangi. Jika aksi-aksi penculikan berjalan terus dan aparat keamanan Malaysia tidak mampu memberikan keamanan kepada mereka, pemerintah Jokowi tampaknya perlu memikirkan opsi memulangkan semua nelayan kita yang tinggal dekat perairan Filipina ke Tanah air ! Untuk apa lagi? Mereka hanya jadi korban konyol dari kaum perompak untuk motivasi uang. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.