Dark/Light Mode

Etika Politik Nabi Muhammad SAW (9)

Jangan Memuja Pejabat (2)

Jumat, 25 September 2020 05:59 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Hadis-Hadis tersebut di atas menunjukkan betapa Nabi Muhammad SAW memiliki jiwa dan sikap bersahaja dan penuh pengabdian kepada warga masyarakatnya, meskipun ia kepala Negara, Nabi, dan Rasul.

Kebersahajaannya bisa disaksikan, setiap selesai tidur selalu ada bekas tikar di punggungnya. itu mengisyaratkan Nabi tidak tidur nyenyak di atas kasur empuk. Ia juga menjahit pakaiannya yang robek dan memasang kancingnya sendiri.

Meskipun ia suku Quraisy yang dikenal paling tinggi martabatnya saat itu, tetapi ia tidak segan bergaul dengan warga qabilah lain yang kastanya lebih rendah.

Baca juga : Semangat Sejatinya Sudah Tersimpul Dalam Pancasila

Nabi memberikan pelajaran kepada para sahabatnya agar tidak mengangkat derajatnya melampaui yang lain. “Yang paling mulia di sisi Allah ialah orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. Al-Hujurat/49:13).

Nabi selalu menampilkan diri seorang hamba sebelum Allah mengangkatnya sebagai seorang Nabi. Seorang sahabat pernah berbicara dengan Nabi dengan gemetar, lalu Nabi mengatakan kepadanya: Biasa-biasa saja, aku ini hanyalah seorang anak dari seorang perempuan Quraisy yang juga memakan daging dendeng.

Seorang pemimpin adalah manusia biasa seperti yang lain maka siapapun pun harus tunduk kepada aturan dan hukum yang berlaku. Ia pernah mengatakan: “Seandainya putriku Fathimah mencuri, maka ia pun harus dipotong tangannya”. Siapapun yang melanggar aturan harus dihukum seperti yang lain.

Baca juga : Perlindungan Penuh Kepada Minoritas

Pengalaman Nabi tersebut di atas cukup menjadi pelajaran berharga bagi kita bahwa pemerintahan di dalam islam bukan pemerintahan otoriter. Berbeda dengan pemerintahan otoriter bangsa-bangsa yang menganut sistem kerajaan mutlak, raja-raja dan keluarganya seolah kebal hukum.

Raja diklaim ibarat orang yang memiliki tetesan genetik Ilahi yang dianggap tidak pernah salah. Pameo yang mengungkapkan bahwa perkataan raja dianggap identik dengan perkataan Tuhan yang tidak boleh diban-tah adalah benar adanya pada masa awal kehidupan Nabi.

Raja dilukiskan dengan ungkapan: “The king can’t do wrong”. Hal seperti inilah yang berkembang di Eropa dan juga di seluruh dunia seperti dengan munculnya konsep ‘raja-dewa’ dalam tradisi Hindu di india, dan ‘raja-pendeta’ dalam tradisi bangsa-bangsa Eropa yang apabila diilmiahkan biasa dikaitkan dengan doktrin teokrasi yang berlumur kekejaman dan penindasan terhadap rakyat. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.