Dark/Light Mode

Matinya Harian Suara Pembaruan (1)

Senin, 1 Februari 2021 05:25 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Sinar Harapan

Seiring kian jayanya media portal di seantero dunia, satu per satu media catak di Indonesia juga berguguran.

Pada era Orde Baru, dua harian merajai dunia pers Indonesia: Kompas dan Sinar Harapan (SH). Sinar Harapan didirikan oleh HG Rorimpandey pada 27 April 1961, empat tahun lebih lebih tua dari Kompas. Harian sore ini seperti sudah biasa “mati-hidup”, beberapa kali dihentikan pener­bitannya karena berita-beritanya yang dinilai “keras”. Memang sejak awal, “Sinar Harapan” dikenal dengan laporan investigatifnya yang berani dan keras – tapi memikat pembacanya --dengan Panda Nababan sebagai “bintang jurnalisnya”.

Baca juga : Ketika Jokowi Marah di Raker Soal Pupuk (2/Selesai)

Pada 2 Oktober 1965, “SH” ditutup sementara pasca tragedi G30S/PKI. Seminggu kemudian, diperbolehkan terbit kembali. Januari 1972, koran ini mendapat teguran dari Dewan Kehormatan Pers karena pemberitaan 31 Desember 1971 gara-gara tu­lisannya berjudul “Presiden larang menteri-menteri beri fasilitas pada proyek Mini”.

Pada 2 Januari 1973, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) mencabut sementara Surat Izin Cetak Sinar Harapan berkaitan dengan pemberitaan RAPBN dengan judul “Anggaran ‘73-’74 Rp 826 milyard”. Padahal pemerintah dalam pertemuan dengan para Pemred sudah mengingatkan pers, berita itu baru boleh diterbitkan pada 8 Januari 1973.

Koran ini “tersandung” lagi pasca Tragedi Malari 1974. Empat tahun kemudian, 20 Januari 1978 malam, penguasa memerintahkan “SH” untuk tidak terbit esok harinya karena –bersama beberapa media lain­nya--dituding memanaskan situasi politik yang melancarkan aksi-aksi unjuk rasa massal.

Baca juga : Ketika Jokowi Marah di Raker Soal Pupuk (1)

Setelah berkali-kali ditutup sementara, Sinar Harapan tewas selamanya (pembatalan SIUPP) pada 9 Oktober 1986 gara-gara berita utama di halaman I berjudul “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor”.

Penulis pertama kali kirim artikel dan dimuat di SH tidak lama setelah kembali dari ku­liah di University of Chicago pada pertengahan 1974; menulis tentang pengalaman kuliah di universitas kondang itu.

Daud Jusuf, Menteri P & K dalam satu pernyataannya mengutip tulisan Penulis terse­but, tentang kewajiban maha­siswa membaca sekitar 400 halaman textbook per kuartal (3 bulan). Setelah itu, sebulan dua kali artikel kami muncul di SH. Pada peringatan 25 tahun “SH” yang dirayakan cukup meriah, Penulis dianugerahkan plakat penghargaan sebagai kolumnis yang rajin menyumbangkan artikel ke “SH”.

Baca juga : Terorisme Domestik Di Kongres Amerika

Setelah dibredel pada Oktober 1986, H.G. Rorimpandey dan kawan-kawan setianya berusaha melobi Departemen Penerangan untuk mendapatkan SIUPP baru untuk menggantikan “SH”. Upayanya berhasil. Pada 4 Februari 1978 Deppen mener­bitkan SIUPP kepada PT. Media Interaksi Utama untuk mener­bitkan Suara Pembaruan dengan susunan redaksi yang baru. Tapi, konsep, logo dan rubrikasinya tidak berbeda jauh dari harian Sinar Harapan. (Bersambung)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.