Dark/Light Mode

Plintat-Plintut Tentang Kebijakan Mudik

Sabtu, 27 Maret 2021 08:35 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Soal mudik Lebaran, apa tidak sebaiknya memang dilarang?

Pemerintah Jokowi jangan sok “PD” karena vaksinasi sudah berjalan lancar. Di banyak negara Eropa, pandemi Covid-19 sudah memasuki gelombang ketiga (third waves), makin hebat.

Brazil dan India tetap “gila” pandemi Corona-nya. Indonesia belum bisa dikatakan aman. Kemarin, 26 Maret, pasien terpapar corona mencapai 4.982, memang jauh lebih rendah dibandingkan angka 2-3 bulan yang lalu. Namun, angka itu tidak bisa dikatakan “menggembirakan”.

Di Jakarta, angkanya tetap di atas 1.000 orang per hari; 1.381 kemarin, 26 Maret 2021. Lalu, pemerintah DKI melonggarkan kebijakan; membuka museum, karaoke, dan lain-lain. Kamar karaoke yang umumnya sempit, dan kerap dipakai untuk muda-mudi berpacaran, disamping melampiaskan hobi menyanyi, apa tidak bahaya jika banyak berkunjung?!

Baca juga : Demi Integritasnya, Jokowi Harus Copot Moeldoko

Jangan lupa, orang yang sudah divaksin 2 kali tidak lalu jadi “superman”. Ancaman kena Covid-19 tetap terbuka. Seorang pengusaha CEO kosmetik baru-baru ini pergi ke Bali untuk menghadiri acara pernikahan anaknya. Tidak lama setelah kembali ke Surabaya, ia masuk rumah sakit dan meninggal dunia karena Covid-19. Kasus-kasus seperti ini bisa Anda baca di media sosial, dan banyak!

Sekali lagi, soal mudik lebaran, menurut hemat kita, memang sebaiknya dilarang. Apa pun embel-embelnya – harus menjalankan protokol kesehatan ketat, test Covid lebih dulu, tidak boleh berjejal-jejalan dan sebagainya, tetap rentan Covid-19. Jika permintaan mudik berjubel, semua aturan prokes itu pasti akan jebol.

Jika keputusan pemerintah akhirnya melarang mudik, harus ada kebijakan pelaksanaannya. Bus-bus pengangkut mudik harus diberikan sanksi seberat-beratnya jika bandel/melanggar aturan larangan mudik lebaran. Siapa pun yang melanggar aturan larangan mudik harus dikenakan sanksi berat!

Orang boleh saja memprotes keputusan pemerintah melarang mudik lebaran dengan berbagai alasan. Bukankah Mudik sudah tradisi sekian lama? Bukankah mudik jadi forum silaturahmi yang mempererat tali persaudaraan antar-keluarga yang hanya bisa dilakukan setahun sekali?

Baca juga : Siapa Otak Perpres No. 10 Tahun 2021

Pandemi Corona memang memukul berbagai aspek kehidupan manusia. Para pebisnis sudah lama berteriak keras. Hampir semua sektor bisnis limbung selama satu tahun; omzet bisnis jatuh, minimal 30-40%. Rasionalisasi karyawan tidak bisa dihindarkan.

Akibatnya, orang yang kehilangan pekerjaan – alias pengangguran -- juga terus bertambah. Akibat beruntunnya, kriminalitas meningkat tajam. Orang nekad berbuat jahat untuk “isi perut”. Sementara itu, ekonomi nasional juga anjlok. Bagaimana kita bisa genjot ekspor, sebab di hampir semua negara juga mengalami fenomena sama, yakni anjloknya penerimaan negara. Penerimaan pajak idem ditto. Yang naik, bahkan semakin naik hanyalah utang pemerintah, utang BUMN/BI dan swasta.

Antara nyawa dan ekonomi, mana yang lebih penting, mana yang harus didahulukan? Situasi dilematis ini amat sulit dipecahkan. Kebijakan yang diluncurkan pemerintah memang bagus: kesehatan dan ekonomi diperhatikan dan dijalankan secara paralel. Namun, de facto, jargon ini sulit dilaksanakan secara efektif.

Kalau kita terapkan ajaran Sigmund Freud, nyawa – survival instinct -- tetap nomor satu. Kontroversi tentang larangan atau pembebasan mudik Lebaran, sekolah tatap-muka atau daring, buka lagi bioskop, restoran dan karaoke, semua kembali pada pertanyaan akbar tadi: mau sayang nyawa atau ikatkan perut sekencangnya dengan segala konsekuensi yang tidak enak juga?

Baca juga : Catat Yuk, Rabu Ini Layanan SIM Keliling Hadir Di 5 Lokasi

Pesan kita kepada pemerintah: Ambillah kebijakan – bidang apa pun – yang betul-betul bijak dan jitu, dengan melibatkan banyak ahli di bidangnya untuk menghindari sikap plintat-plintut! (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.