Dark/Light Mode

Erick Thohir: Pak Yusril Tak Ada Deal Politik

Sabtu, 10 November 2018 09:03 WIB
Erick Thohir: Pak Yusril Tak Ada Deal Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Keputusan Ketua Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menerima tawaran menjadi kuasa hukum kampanye duet Jokowi-Ma’ruf Amin cukup mengejutkan umat Islam, khususnya pendukung duet Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Makklumlah, Yusril sebelumnya kerap mengkritik dan tampil berseberangan dengan Presiden Jokowi. Salah satunya, saat dia menjadi kuasa hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Seperti apa proses yang terjadi, hingga akhirnya Yusril berubah haluan? Adakah kesepakatan politik, hingga Yusril mau menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf Amin. Berikut penjelasan Ketua Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Erick Tohir.

Seperti apa sih ceritanya hingga akhirnya Yusril bersedia menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf?
Ya, saya rasa positif kalau tokoh-tokoh nasional seperti Pak Yusril, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pak Rosan Perkasa Roeslani dan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Pak Bahlil Lahadalia, yang jejak rekamnya tidak perlu diragukan lagi, mendukung  Pak Jokowi. Apalagi, Pak Yusril yang memiliki jejak rekam di bidang hukum, lalu percaya pada kepemimpinan Pak Jokowi. Bagi kami, kepercayaan orang-orang tersebut bukan hanya kepercayaan semata. Namun, sikap mereka dan nama besar mereka disandingkan mendukung capres pasti ada risikonya.

Baca juga : Kabasarnas M Syaugi: Operasi SAR Diperpanjang 3 Hari Lagi

Maksudnya?
Tidak mungkin nama-nama yang sekarang mendukung (Jokowi) seperti Yenny Wahid, hanya buta mendukung seorang calon pemimpin. Pasti dia berpikir (Jokowi) merupakan calon pemimpin yang terbaik.

Adakah deal politik yang ditawarkan Jokowi-Ma’ruf ke Yusril, jika menang di Pemilu 2019?
Tidak ada. Pak Yusril sudah menyatakan bahwa posisi beliau itu pribadi. Beliau ingin membantu sebagai profesional lawyer. Sama ketika Pak Rosan dan Pak Bahlil yang memiliki kedudukan sebagai Ketua Kadin dan Hipmi bergabung, namun bergabungnya sebagai individu.

Bagaimana kaitannya dengan keputusan pembubaran HTI?
Ya, itu ibarat ketika saya juga menjadi Ketua Umum Asian Games. Jadi, bagaimana kami punya visi menyatukan bangsa. Hari ini harus memilih di posisi yang saya yakini, kan juga berbeda. Nah itu hanya bagian dari profesional saja.

Baca juga : Pramintohadi: Usulan Pembentukan Mahkamah Penerbangan Siap Dikaji

Di acara pembekalan caleg Partai Hanura di Jakarta baru-baru ini, Jokowi menyebut suka dengan pemimpin tegas namun tidak suka marah-marah. Pernyataan tidak suka dengan pemimpin yang suka marah-marah ini, dimaknai banyak kalangan menyindir Prabowo Subianto. Apa benar begitu?
Saya rasa, pemimpin itu memang harus tegas. Tapi, tegasnya itu yang membimbing. Apalagi, kalau kita me-manage (contohnya) perusahaan, dan kita sebagai pimpinan marah-marah terus. Mungkin, pegawai kita tidak akan produktif. Ini yang kita harus jaga, kalau memang kepemimpinan Indonesia ke depan tidak hanya fokus pada kerja keras dan memperlihatkan bukti nyata dari track record-nya. Tentunya, ketegasan itu menjadi satu pokok yang penting.

Berapa kali Pak Presiden Jokowi sendiri mengingatkan pentingnya kita hijrah dalam melakukan banyak hal. Kalau kita bicara ekonomi lagi contohnya. Sekarang ini kan statement beliau pada saat pertemuan dengan pengusaha muda, salah satunya ekonomi ini berubah. Hijrah yang tadinya individu, sekarang kolaborasi. Nah hal-hal ini jadi hal penting buat perkembangan ekonomi kita ke depan. 

Kita lihat saja saat ini. Pemerintah sudah membuktikan dengan sikap gotong royong. Hal ini tidak hanya dari pengusaha, melainkan juga pemerintah. Kita lihat dolar sudah mulai menurun, dan ini juga karena gotong royong. Jadi ini yang kita harapkan ke depan, terlepas dari ekonomi dunia yang sekarang lagi gonjang-ganjing. Kita harus yakin, ini semua jadi solusi terbaik jika kita mau gotong royong. Terlebih, kalau punya pemimpin yang tegas, namun tidak marah-marah. Yang seperti itu, justru membimbing mencari jalan keluar.

Baca juga : Letjen Agus Surya Bakti: Massa Aksi Tetap Ingin Ketemu Pak Menko, Mereka Kenal Baik Pak Wiranto

Oh ya, Prabowo Subianto sudah meminta maaf secara terbuka terkait pernyataannya yang menyindir masyarakat Boyolali. Bagaimana Anda melihat sikap Prabowo itu?
Saya rasa wajar saja beliau meminta maaf. Kita ini kan bangsa besar, bisa saja tidak disengaja. Paling penting justru, kalau sengaja lalu berkali-kali meminta maaf, itu yang bahaya. Kalau berkali-kali minta maaf, ada hal-hal yang memang menjadi concern. Ya, kalau seorang pemimpin melakukan sesuatu, lalu minta maaf, itu lumrah. Tapi, kalau berkali-kali, itu harus dipertanyakan.

Jadi, menurut Anda, tulus tidak permintaan maafnya?
Saya tidak mau komen. Mungkin kalau tulus itu yang tahu Allah. Pun nantinya Allah sendiri yang menilai. Kalau kita hidup kan ada masanya. Jadi kita semua (akan wafat). Nah yang ada di atas, (Allah) yang menentukan. Ini realita. Pemimpin itu memang harus tegas , tapi membimbing. Minta maaf itu hal yang lumrah dan wajar. Namun, kalau berbuat kesalahan lalu minta maaf terus, saya tidak paham. Jadi, yang seperti itu saya tidak komen. Biar masyarakat yang bisa lihat, tulus atau tidak. [UMM]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.