Dark/Light Mode

Puisi Esai Berjaya Di Malaysia Dan Thailand

Rabu, 7 Juni 2023 12:59 WIB
Penggagas Puisi Esai Denny JA. (Foto: Ist)
Penggagas Puisi Esai Denny JA. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Puisi Esai semakin mengembangkan sayap di Malaysia dan Thailand. Hingga kini, tercatat sudah belasan buku puisi esai yang diterbitkan oleh penyair dari kedua negara tetangga Indonesia tersebut. 

Minat penyair Malaysia dan Thailand itu tidak lepas dari marketing yang dilakukan oleh pecinta genre puisi esai itu sendiri. 

Begitu itu disampaikan Penggagas Puisi Esai Denny JA dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/6). Hal tersebut ia sampaikan menjelang Festival Puisi Esai Antarbangsa ke-2 yang akan berlangsung di Kota Kinabalu, Negeri Sabah, Malaysia pada 16-18 Juni 2023. Festival Puisi Esai yang tahun lalu juga berlangsung di Sabah ini akan diikuti peserta dari negara-negara ASEAN.

Sebagai informasi, puisi esai sendiri merupakan genre sastra baru di Indonesia yang memadukan dua jenis pemikiran, yaitu puisi dan esai. Gagasan mengenai puisi esai pertama kali dikemukakan oleh Denny yang diwujudkan melalui buku pertama puisi esai berjudul "Atas Nama Cinta" yang diterbitkan pada tahun 2012. Sejak saat itu, Komunitas Puisi Esai pun lahir dan berkembang hingga saat ini. 

Kemudian pada tahun 2020, puisi esai resmi menjadi kosakata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam kamus, puisi esai didefinisikan sebagai “ragam karya sastra yang mengandung pesan sosial dan moral melalui kata-kata sederhana dengan pola syair, berupa fakta, fiksi, dan catatan kaki”.

Menurut Denny, selain Indonesia dan Malaysia, Thailand adalah negara yang memiliki penulis puisi esai terbanyak. Awal tahun ini, sejumlah penyair dan mahasiswa Thailand menyatakan berminat menerbitkan buku puisi esai yang mereka tulis bersama.

Denny mengatakan, puisi esai diterima dengan lapang dada di Sabah, sehingga bisa tumbuh subur di Negeri Jiran tersebut. Bahkan, di antara mereka sudah ada yang meraih penghargaan tertinggi pada lomba puisi esai yang diselenggarakan secara internasional.

“Sabah telah diangkat menjadi ibu kota puisi esai. Sedangkan, Jakarta dianggap sebagai negeri asal puisi esai,” kata Denny mengutip Jamal D Rahman.

Denny menuturkan, Festival Puisi Esai Antarbangsa pertama berlangsung sangat meriah yang dibiayai oleh Pemerintah Sabah pada 23-25 September 2022. Penyelenggaranya adalah Badan Bahasa dan Sastera Sabah.

Baca juga : Jokowi Dan Ibu Iriana Ke Singapura Dan Malaysia, Ini Agenda Pentingnya

Diperkirakan lebih dari 1.000 orang menghadiri acara ini, termasuk penyair dari berbagai negara. Acara utamanya digelar di tempat terbaik di Kota Sabah, yakni Grand Ballroom Hotel Promenade. Festival ini semakin berarti karena dibuka oleh Ketua Menteri Sabah, YAB Datuk Seri Panglima Haji Hajiji bin Haji Noor.

Pada pembukaan Festival Puisi Esai Antarbangsa itu digelar hiburan yang meriah, di mana Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam menampilkan wakilnya di panggung utama untuk ikut menyemarakkan acara. Mulai dari pembacaan puisi esai, hingga pementasan drama oleh siswa Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. 

“Mereka memainkan drama yang diangkat dari Puisi Esai Karya Handry TM (Alm). Puisi Handry ini adalah pemenang lomba puisi esai se-ASEAN pertama pada 2020 yang mengisahkan tentang Max Havelaar,” ungkap Denny.

Denny menambahkan, pada hari berikutnya, panitia menggelar empat forum diskusi yang menjadi menu utama pada Festival Puisi Esai Antarbangsa. Forum ini adalah milik para akademisi, pengamat sastra, penyair, dan peminat sastra pada umumnya, terutama praktisi puisi esai.

Mereka menggelar diskusi dengan beragam topik, yaitu mengantarbangsakan puisi esai; puisi esai dalam sistem pendidikan negara; masa depan puisi esai; serta puisi esei, nilai seni, dan komersial. Menurut Denny, pada setiap sesi diskusi selalu muncul gagasan besar dan menarik untuk ditindaklanjuti. Misalnya, bagaimana usaha pengantarbangsakan puisi esai. 

“Pada sesi ini muncul gagasan jika menyebarkan puisi esai ke mancanegara, tentu puisi esai harus didefinisikan secara jelas agar semua pihak mempunyai persepsi yang sama tentang puisi esai,” terangnya.  

Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena ini mengatakan, gagasan menarik lain juga muncul pada Forum Puisi Esai II, yakni tentang puisi esai dalam sistem pendidikan negeri. Pada topik ini ramai didiskusikan usaha memasukkan puisi esai ke dalam sistem pendidikan, dimulai dari negeri di Sabah. 

Gagasan ini dikemukakan oleh Presiden Bahasa dan Satera Sabah sekaligus Presiden Komunitas Puisi Esai ASEAN, Datuk Jasni Matlani. Datuk Jasni sudah menerapkan pembelajaran sejarah menggunakan puisi esai di sekolah yang diasuh oleh istrinya. 

“Hasilnya sangat menggembirakan, karena siswa menjadi lebih tertarik belajar sejarah,” sambungnya.

Baca juga : PB ISSI Kirim 9 Atlet Ke Asian Road Cycling Championships Thailand

Menurut Denny, petimbangan yang dikemukakan oleh Datuk Jasni adalah keunikan puisi esai yang bisa ditulis oleh semua orang. Pelajaran menjadi lebih menyenangkan dan cepat diterima oleh siswa jika materi ditulis atau disampaikan dalam bentuk puisi esai. 

“Cara ini mampu mengundang rasa ingin tahu siswa, sehingga mereka ingin mencoba menulis puisi esai,” ujarnya.

Gagasan Datuk Jasni juga mendapat sambutan dari para pembicara lain, termasuk penyair D Kemalawati dari Indonesia. Wanita yang merupakan seorang mantan guru ini berusaha mengenalkan puisi esai di sekolahnya dengan mempertimbangkan cara itu membantu menyampaikan materi pelajaran kepada siswa.

Selanjutnya, pada sesi masa depan puisi esai, para pembicara mempunyai rasa optimisme yang besar bahwa puisi esai akan berkembang dan mudah diterima oleh siapa pun di berbagai negara. Hal ini bisa terjadi karena karakter puisi esai yang berbeda dengan puisi pada umumnya. Apalagi, ada keyakinan bahwa yang bukan penyair akan mudah menuliskan puisi esai. 

“Atau ungkapan yang lebih populer adalah yang bukan penyair boleh ambil bagian,” kata Denny.

Sementara itu, terkait nilai seni dan komersial pada puisi esai, para pembicara sepakat antara menulis puisi sebagai karya sastra adalah pekerjaan para penyair atau penulis puisi. Sedangkan, aspek komersial dari karya tersebut menjadi wilayah para pengusaha untuk mengubah karya sastra yang bersifat pribadi menjadi karya yang laku dijual.

Denny juga mengungkapkan sejumlah akademisi dan penyair di Thailand Selatan menyatakan semakin paham tentang puisi esai. Mereka merencanakan menulis puisi esai bersama para penulis dari Malaysia dan Indonesia dan akan diterbitkan menjadi sebuah buku.

Beberapa mahasiswa dari Thailand Selatan juga akan berusaha menulis puisi esai setelah mengikuti pelatihan singkat tentang penulisan puisi esai bersama pengurus Komunitas Puisi Esai ASEAN. “Kelak puisi esai mereka akan diterbitkan menjadi buku digital atau dicetak,” ungkap Denny.

Denny mengatakan, pada 8-11 Maret 2023 digelar Dialog Sastra dan Puisi Esai ASEAN di Kota Hat Yai dan Pattani, Thailand Selatan. Peserta dialog adalah para pengajar sastra Melayu dari Prince of Songkhla, Patoni University, dan Wailalak University, Thailand Selatan.  

Baca juga : Kemampuan Pengiriman File Besar GB WhatsApp: Potensi Maksimal Dan Keuntungan

Mereka adalah Prof Abdul Razak Panaemalae, Wanidah Tehlong, Phoasan Jehwae, Djusmalinar, Zulfikri, Mahruzo (Ketua Writers Association of Nusa/WAN, Thailand), dan lainnya. Denny menuturkan, para pengajar di universitas ternama di Thailand Selatan tersebut pernah mendengar tentang puisi esai. Bahkan, empat di antaranya telah menulis puisi esai. 

Namun, mereka mengaku menulis puisi esai hanya berdasarkan contoh yang mereka baca. Kini, setelah mengikuti Dialog Sastra dan Puisi Esai, mereka mengatakan pemahaman terhadap puisi esai lebih lengkap, terutama kaitan puisi esai dengan fakta dari peristiwa.

Djusmalinar berpendapat, puisi esai juga berfungsi sebagai dokumentasi dari catatan peristiwa sosial dan politik yang terjadi di masyarakat. Puisi jenis ini tidak berisi hanya khayalan seperti puisi bentuk lama.

“Selain menggunakan bahasa yang sederhana, puisi esai juga membawa misi kemanusiaan dan semangat antidiskriminasi yang kental,” kata Sekjen Komunitas Puisi Esai ASEAN, Fatin Hamama R Syam. 

Fatin mengatakan, semangat antidiskriminasi tersebut terlihat dengan jelas pada lima puisi esai dalam buku Atas Nama Cinta karya Denny JA.

Fatin juga mengatakan, sampai hari ini, sudah lebih dari 2.000 judul puisi esai yang ditulis di Indonesia. 

Sedangkan di Malaysia, menurut Presiden Komunitas Puisi Esai ASEAN sekaligus Presiden Badan Bahasa dan Sastra Sabah, Datuk Jasni Matlani, telah menerbitkan delapan buku puisi esai.

“Saya yakin ada sesuatu yang sangat bermanfaat pada puisi esai yang perlu disampaikan kepada masyarakat. Puisi esai menyebarluaskan nilai-nilai yang baik dan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, saya berutang budi pada Bapak Denny JA yang telah memperkenalkan puisi esai kepada saya, sekaligus mengenalkan bentuk baru dari sastra kita,” kata Datuk Jasni.

Menurut Datuk Jasni, Komunitas Puisi Esai ASEAN akan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk menyebarkan luaskan puisi esai ke seluruh negara Asia Tenggara dan dunia. Kerja sama itu akan dilaksanakan dengan pihak kampus, asosiasi penulis di berbagai negara, dan para penyair di negara tersebut.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.