Dark/Light Mode

Penerapan Sanksi Masih Setengah Hati

Sudah 144 Hari PSBB Tapi Urus Masker Tidak Becus

Senin, 31 Agustus 2020 06:38 WIB
Ilustrasi warga pelanggar PSBB dihukum menyapu di Jakarta. (Foto : Rakyat Merdeka/Putu Wahyu Rama)
Ilustrasi warga pelanggar PSBB dihukum menyapu di Jakarta. (Foto : Rakyat Merdeka/Putu Wahyu Rama)

RM.id  Rakyat Merdeka - Virus corona atau Covid-19 terus menggila di Jakarta. Herannya, masih banyak warga yang malas memakai masker.

Sementara, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) awal sudah dilaksanakan selama 56 hari. Ditambah PSBB transisi yang sudah berjalan selama 88 hari.

“Sudah 144 hari PSBB tetapi urusan masker saja tak becus. Masih banyak warga ogah memakainya. Pejabatnya juga tidak memberi contoh yang benar sih,” ucap Didin, warga Jakarta Utara, kemarin.

Dia mempertanyakan, kenapa di awal-awal penyebaran corona, awal Maret lalu, pejabat menyampaikan bahwa hanya orang sakit saja yang perlu memakai masker.

“Meski sekarang sudah diralat info itu, bahwa semua wajib pakai masker. Dikampanyekan berulang-ulang pun tetap saja banyak warga tak memakai masker. Ini karena penerapan sanksi setengah hati. Sanksi progresif saja belum diterapkan,” tegas Didin.

Baca juga : Hati-hati, Jumlah Kasus Baru Masih Tinggi, Didominasi OTG

Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Dr Pandu Riono mengatakan, ketidakpatuhan warga dalam memakai masker karena ada pejabat pusat dan daerah yang tidak memberikan contoh yang benar dalam memakai masker.

“Masih mudah dijumpai pemimpin dan penjabat negara yang menggunakan masker dengan tidak benar, menggantungkan masker di leher, bahkan mencopotnya,” sesal Pandu dalam keterangannya, kemarin.

Misalnya, lanjut Pandu, foto bersama sejumlah pejabat pemerintahan di Bali dan beberapa kasus penularan Covid-19 di sejumlah kementerian dan pemerintah daerah. “Kenapa warga banyak yang abai? Mudah saja, tidak ada contoh baik dari pemimpin dan pejabat dalam hal memakai masker,” ungkap Pandu.

Dia mengingatkan, memakai masker amatlah penting di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Dari simulasi pemodelan yang dilakukannya, prediksi risiko tertular Covid-19, jika tanpa pencegahan akan ada 30 persen berisiko tertular virus ini. Jika rajin mencuci tangan dengan sabun, risiko tertular 19,5 persen.

Memakai masker kain, risiko tertular 16,5 persen. Jika mencuci tangan dan memakai masker, risiko tertular 10,7 persen. Jika menjaga jarak minimal satu meter, risiko tertular 4,5 persen. Jika mencuci tangan dengan sabun, memakai masker dengan baik dan benar serta menjaga jarak minimal satu meter, risiko penularannya 1,6 persen.

Baca juga : Qodari: Ini Tidak Biasa

Pemerhati Kota Jakarta, Syarief Hidayatulloh mengakui, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan mengikuti apa yang dilakukan orang lain. Tetapi kalau di Jakarta, sejak awal pejabat Pemprov DKI Jakarta tidak meremehkan pandemi corona.

Misalnya, lanjut Syarief, Jakarta langsung ketat saat awal pandemi. Kebijakan pembatasan, saat awal banyak dikritik pemerintah pusat. Tes melacak penyebaran Covid-19, hingga kini juga dilakukan masif. Sinergi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di DKI Jakarta juga nampak berjalan.

Soal sosialisasi pemakaian masker, dari mulai gubernur hingga bawahan di Kelurahan hingga RT dan RW, sebenarnya berjalan. Pemerintah DKI Jakarta telah menggandeng tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam kampanye masker.

“Lihat Gubernur, masker tak pernah lepas saat di luar ruangan. Bahkan di rumah saat bertemu berdua, tak pernah lepas masker,’’ ungkapnya.

Sebenarnya, tambah Syarief, gubernur dan jajarannya gencar kampanye protokol kesehatan. Sudah banyak gandeng tokoh warga, tokoh masyarakat, masuk ke masjid-masjid, kelompok warga dan lainnya. “Kita diminta beri tahu warga pentingnya pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan,” ungkap Ketua Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) Jakarta Raya ini.

Baca juga : Penambahan Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Surabaya Baiknya Terapkan PSBB Lagi

Hanya saja, ini tak efektif jika warga kurang kesadaran. Apalagi belakangan ini banyak pelonggaran di berbagai sektor selama PSBB transisi. Inilah yang harus terus diwaspadai. Yakni dengan pengawasan ketat dan penindakan.

Misalnya segera menerapkan denda progresif pelanggar protokol kesehatan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19.

“Banyak sektor yang sudah dilonggarkan. Sebagai catatan, jika kasus terus naik, pelonggaran ini ya harus dicabut. Perlu pengawasan, penindakan dan evaluasi kebijakan secara rutin. Tentu selain penindakan yang keras, butuh kesadaran warga disiplin mematuhi protokol kesehatan. Supaya pandemi segera berlalu,” tandasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.