Dark/Light Mode

Menganalisis Video Jokowi Marahin Menteri

Qodari: Ini Tidak Biasa

Selasa, 30 Juni 2020 04:46 WIB
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari (Foto: Tangkapan Layar)
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari (Foto: Tangkapan Layar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Acara "Ngopi Pagi" virtual Rakyat Merdeka, kemarin, berjalan begitu seru. Narasumber dan host-nya sampai lupa waktu. Yang biasanya paling lama berlangsung sekitar 30 menit, kemarin molor hingga nyaris sejam. Tepatnya 51 menit.

Acara ini mengulas headline halaman utama Rakyat Merdeka edisi kemarin. Judulnya, "Ancam Reshuffle dan Bubarkan Lembaga: Jokowi Marah Besar, Menteri Dagdigdug". Acara dilakukan via Zoom dan disiarkan secara langsung di Facebook dan Youtube Rakyat Merdeka.

Narasumber yang dihadirkan adalah Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari. Host-nya, Direktur Rakyat Merdeka Kiki Iswara. Hadir juga dua wartawan senior Rakyat Merdeka: Ratna Susilowati dan Budi Rahman Hakim.

"Apakah ini memang kemarahan Pak Jokowi sudah sampai puncaknya, sehingga beliau memberikan warning yang sangat keras? Atau memang ini masih dalam tahap memberikan peringatan?" tanya Kiki ke Qodari, membuka diskusi.

Baca juga : Jokowi Marah Besar Menteri Dagdigdug

Sebelum menjawab serius, Qodari mengawalinya dengan berkelakar. Dia menyebut, host Ngopi Pagi sebagai pengamat politik andal. "Saya biasa ketemu beliau di ruang-ruang politik yang... he-he-he...," ucap Qodari, sambil berteka-teki. "Yang tidak semua orang tahu Mbak Ratna," tambahnya. Kiki, Ratna, dan Budi pun tersenyum.

Lalu, Qodari menyebut ada 2 panggung di dalam politik. Pertama, panggung depan. Kedua, panggung belakang. Sosok Kiki, sebutnya kerap ada di panggung belakang. "Saya kira bukan cuma pengamat, tapi penendang bola juga," godanya lagi.

Baru kemudian Qodari menguliti isi video yang memperlihatkan Jokowi marah. Menurutnya, ada beberapa aspek yang bisa disimpulkan. Pertama, sidang kabinet tersebut adalah pertemuan tatap muka pertama setelah sekian lama Jokowi dengan para pembantunya rapat secara virtual. "Boleh katakan bahwa Pak Jokowi selama berapa bulan ini memendam rasa," ucapnya.

Hal lain yang menarik adalah sorotan kamera, yang kerap kali mengarah ke Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Dia menilai, sorotan itu bisa saja diatur, bisa juga hanya karena naluri kameramen untuk menunjukkan ke publik siapa yang bertanggung jawab dari luapan kemarahan Jokowi. "Lho kok kameranya itu ke Pak Menteri Terawan," canda Qodari. "Dan Pak Menteri kelihatannya bengong... he-he-he," timpal Ratna.

Baca juga : Reshuffle Menteri Yang Kinerjanya Tidak Memuaskan

Dia meyakini banyak yang terkejut dengan perubahan sikap Jokowi, dari biasanya kalem menjadi galak. Mirip Ahok. "Pak Jokowi menjadi Ahok itu kemarin. Ini menurut saya sesuatu yang sangat luar biasa. Kalau Pak Ahok yang ngomong seperti itu, itu biasa. Tapi kalau pak Jokowi ngomongnya agak mirip dengan pak Ahok, itu saya kira sudah sesuatu yang sangat tidak biasa," imbuhnya.

Jebolan magister political behaviour, University of Essex, Inggris, itu juga mencatat beberapa kata yang sangat jarang diluapkan oleh Jokowi, seperti apa-apaan, jengkel, dan lainnya. "Jadi kemarin itu Pak Jokowi berkomunikasi dengan gayanya Ahok. Itu sangat tidak biasa."

Dari sana, ia menangkap adanya sinyal yang cukup kuat untuk melakukan kocok ulang kabinet. Kondisi itu dikuatkan lagi jika melihat pola yang pernah dijalankan Jokowi di periode pertama. Ia melakukan reshuffle, bahkan sebelum setahun menjabat. Beberapa menteri yang dicopot persis baru sekitar 10 bulan bekerja. "Oktober dia dilantik, pada Agustus terjadi reshuffle pertama," ingatnya.

Sementara, reshuffle gelombang kedua terjadi pada Juli 2016. Beberapa orang dicopot dan digeser. Termasuk menghadirkan nama-nama baru. Qodari menegaskan, reshuffle bukanlah hal asing dalam rekam jejak kepemimpinan Jokowi. "Jadi, siapa pun pembantu Pak Jokowi, itu harus bersiap melakukan evaluasi atau reshuffle setahun kemudian," terang Qodari, mengingatkan.

Baca juga : Seknas Jokowi: Relawan Dukung Kinerja Menteri BUMN

"Berani enggak kira-kira Pak jokowi mengenyampingkan representasi kepartaian?" tanya Budi Rahman Hakim. "Itu lah salah satu kesulitan Pak Jokowi ya," jawab Qodari.

Peneliti LIPI Syafuan Rozi yang ikut nimbrung dalam program Ngopi Pagi menyarankan agar demokrasi di Indonesia naik kelas. Menjadi demokrasi deliberatif. Dengan membuka ruang-ruang publik. Agar apa pun yang ditunjukkan politisi di panggung depan bisa mewujud sebagai kesejahteraan publik yang nyata. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.