Dark/Light Mode

Kesannya Kaya Nggak Ada Tokoh Lagi

Mantan Napi Ikut Nyalon, Demokrasi Jadi Tak Sehat

Senin, 14 Februari 2022 07:47 WIB
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin. (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Khoirunnisa menilai, partai memiliki peran penting mencegah eks koruptor kembali memegang jabatan publik. Hal ini mengingat untuk menjadi anggota legislatif, seseorang harus mendaftarkan melalui partai. Begitu pula dengan calon kepala daerah yang diusung partai. “Saringan utamanya ada di partai politik,” tegasnya.

Dikatakan, Undang-Undang (UU) tidak mengatur bagi mantan koruptor untuk kembali ke partai. Yang diatur adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pencalonan mantan terpidana kasus korupsi di Pileg dan Pilkada. UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur pencalonan dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur pencalonan kepala daerah.

“Di Pilkada, mantan terpidana kasus korupsi baru bisa mencalonkan lima tahun setelah bebas murni. Di Pileg, mantan terpidana kasus korupsi harus mendeklarasikan dirinya pernah menjalani hukuman karena kasus korupsi,” jelasnya.

Baca juga : Corona Ngamuk, Tompi: Jangan Anggap Remeh, Kalau Semua Sakit Jadi Repot

Diketahui, sejumlah mantan napi narapidana kembali terjun ke dunia politik. Misalnya, mantan napi Samsu Umar Abdul Samiun menyatakan kesiapannya maju di Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara (Pilgub Sultra) 2024. Mantan Bupati Buton ini tetap bersemangat maju jadi orang nomor satu di Sultra .

“Insya Allah tanpa kekhawatiran sedikit pun untuk maju (Pilgub Sultra),” katanya.

Umar merupakan mantan napi kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) 2011. Dia pernah menjalani hukuman pidana terkait kasus memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Buton pada 2011.

Baca juga : Cacat Moral, Mantan Napi Jangan Dipilih Jadi Pejabat Publik

Dia terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan divonis pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan pada 2017.

Lalu, Umar mengajukan permohonan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian MA mengabulkan pengurangan hukuman menjadi 3 tahun penjara pada 2019.

Selain itu, eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Rommy masih menghadiri Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) DPW PPP Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (31/1) akhir Januari lalu. Rommy merupakan mantan napi perkara jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). [EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.