Dark/Light Mode

Berkaca Pada Kasus ACT

Pakar UNAIR: Pemerintah Harus Bikin Aturan Yang Jelas Untuk Lembaga Amal

Jumat, 8 Juli 2022 17:57 WIB
Dosen Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Prawitra Thalib SH MH (Foto: Dok. Unair)
Dosen Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Prawitra Thalib SH MH (Foto: Dok. Unair)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dosen Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Prawitra Thalib SH MH angkat bicara, atas dugaan penyelewengan dana masyarakat oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT), yang merupakan salah satu lembaga filantropi atau lembaga amal terbesar di Indonesia. 

Seperti diketahui, dalam klarifikasinya pada Senin (4/7), Presiden ACT Ibnu Khajar mengaku mengambil dana 13,7 persen dari donasi, untuk operasional gaji pegawai pada tahun 2017-2021. 

Terkait hal tersebut, Prawitra mengatakan, dugaan penyelewengan dana itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

"Karena berbadan hukum yayasan, ACT harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Serta prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat,” jelas Prawitra dalam keterangannya di situs resmi UNAIR, Kamis (7/7).

Baca juga : Pemerintah Mau Uji Coba KRIS Untuk Peserta BPJS

Dengan begitu, ACT dilarang mengambil keuntungan dari yayasan atau kegiatan usaha yayasan. Baik oleh pendiri maupun pengurusnya.

Selain itu, Prawitra juga menyampaikan ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, yang menetapkan batasan maksimal 10 persen untuk pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan.

"Kita juga harus melihat kembali Anggaran Dasar ACT, yang mengatur tentang gaji dan sarana pengurus berupa keputusan Dewan Pembina. Supaya kita dapat mengetahui, apakah Anggaran Dasar tersebut memiliki ruang tikungan penyelewengan regulasi yang terdapat dalam anggaran dasar," beber Prawitra.

Menurutnya, motivasi perbuatan pelaku dapat terlihat dari pintu regulasi Anggaran Dasar-nya.

Baca juga : DPD Organda DKI Jakarta Minta Pemerintah Tegas Soal Angkutan Ilegal

"Ini jadi ruang untuk menyisir pertanggungjawaban pidana yayasan ini. Termasuk, apakah ada perbuatan berlanjut atas pidana lain, berupa tindak pidana penggelapan atau tindak pidana pemalsuan,” ucap Prawitra.

Sanksi Pidana

Bila benar pengurus ACT mengambil keuntungan digaji, Prawitra mengatakan, lembaga amal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana terhadap perbuatan pelaku, yang menerima pembagian atau peralihan dari kekayaan yayasan dimaksudkan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Baca juga : Praktisi Hukum Nilai Penanganan Kasus Kripto Di Indonesia Masih Lemah

Aturan tersebut menyatakan, setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan hukuman penjara paling lama lima tahun.

Selain sanksi pidana penjara, pengurus ACT yang terbukti bersalah juga dapat dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.