Dark/Light Mode

Sekjen Forum Komunikasi Maritim Catat Sejumlah Masalah Nelayan, Ini Daftarnya

Minggu, 31 Juli 2022 19:57 WIB
Pengamat Maritim yang juga Sekjend Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim (FORKAMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. (IST)
Pengamat Maritim yang juga Sekjend Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim (FORKAMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. (IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nelayan Indonesia dinilai masih menghadapi sejumlah masalah di lapangan. Salah satu hal yang sering dikeluhkan para nelayan adalah persoalan ketersediaan bahan bakar solar subsidi.

Pengamat Maritim yang juga Sekjend Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim (FORKAMI), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengungkapkan, kurangnya pasokan solar bersubsidi karena diduga masih ada pemanfaatan oleh pihak yang seharusnya tak berhak menggunakannya.

Hakeng yang juga Wasekjend Bidang Maritim Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) ini mengungkapkan, disparitas harga solar subsidi dan nonsubsidi pun ikut mempengaruhi nelayan untuk pergi melaut mencari ikan.

Baca juga : Pasien BA.5 Belum Booster Dari Jakarta Sesak Napas, Diduga Ini Biang Keroknya...

"Lonjakan harga dari Rp 8.000 menjadi Rp 18.000 ikut mempengaruhi perhitungan biaya melaut para nelayan," imbuhnya.

Pihaknya mencatat, hal lain yang menjadi masalah utama yang memberatkan nelayan adalah penerapan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021.

"Ketentuan naiknya besaran tarif PNBP kepada nelayan menjadi sekitar 5-10 persen dirasa sangat memberatkan," katanya.

Baca juga : KPK Lantik 9 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Dan Kepala Rutan, Ini Daftarnya

Padahal kata dia, aturan sebelumnya yakni PP Nomor 62 tahun 2002 mengatur kategori kapal kurang dari 60 GT hanya dikenakan tarif 1 persen. Kemudian di PP Nomor 75 Tahun 2015 naik menjadi 5 persen dengan kategori kapal kecil 30-60 GT.

Dan di aturan terbaru, PP Nomor 85 Tahun 2021, ketentuan ini justru diperluas menjadi kapal dengan ukuran 5-60GT dikenakan tarif 5 persen untuk PNBP.

"Akibat dari peraturan itu, patut saya duga telah menyebabkan nelayan enggan melaporkan hasil tangkapan karena merasa terbebani. Situasi itu tentu berdampak pada ketidakakuratan pengumpulan data produksi penangkapan ikan yang tercatat oleh Pemerintah," sambung Hakeng.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.