Dark/Light Mode

Kepala BIN Soroti Tekanan Ekonomi Dari Situasi Global

APBN Didesain Untuk Lindungi Kelompok Rentan

Rabu, 31 Agustus 2022 06:50 WIB
Kepala Badan Intelijen Negara (KABIN), Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan. (Foto: Istimewa).
Kepala Badan Intelijen Negara (KABIN), Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Tekanan ekonomi akibat situasi global dirasakan semua negara di dunia. Tak terkecuali di Indonesia.

Kenaikan harga energi karena disrupsi rantai pasok akibat pandemi dan perang di Eropa, kini memunculkan polemik perlu tidaknya mempertahankan subsidi BBM dalam APBN.

Menurut Direktur Executif CSIS (Center for Strategic and International Studies) Yose Rizal Damuri, pengurangan subsidi BBM menjadi pilihan paling rasional bagi Pemerintah, tidak hanya demi ketahanan fiskal di APBN.

Baca juga : Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Disebut Lindungi Kelompok Rentan

Namun, juga untuk memberikan pembiayaan yang memadai bagi sektor yang lebih penting, misalnya pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

“Kenaikan harga BBM memang diperlukan, karena tidak mungkin Pemerintah menanggung subsidi yang makin lama makin besar,” ujar Yose Rizal Damuri di Jakarta, Selasa (30/08).

Hasil penghematan yang berhasil dilakukan dari pengurangan subsidi BBM, menurut Yose Rizal, bisa digunakan untuk membiayai sektor yang lebih penting dan mendesak untuk ditangani. Yaitu, pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

Baca juga : Kemenkominfo Gelar Literasi Digital Di Lingkungan ASN Pemprov Jabar

“Ingat ya, selama dua-tiga tahun ini pendidikan kita tertinggal jauh karena pandemi. Banyak sekali yang harus dikejar dan itu butuh APBN yang tinggi sebenarnya. Jadi (hasil penghematan subsidi BBM itu) bisa dimasukkan ke sana.”

Perihal transisi menuju energi berkelanjutan, menurut Yose Rizal, Indonesia sudah berkomitmen untuk terus mengurangi emisi karbon bersama negara lain sebagai aksi nyata menghadapi perubahan iklim. Perubahan iklim benar sedang terjadi.

“Kita tidak bisa lagi menyangkal dan mengatakan perubahan iklim itu tidak terjadi. Kita butuh transisi menuju energi yang bersih, ini membutuhkan biaya yang tinggi sekali. Harusnya subsidi sekian ratus triliun itu bisa membangun banyak sekali solar panel, banyak sekali mini dan micro-hydro di Indonesia, untuk transisi ke energi terbarukan, energi yang lebih bersih,” tegas Yose Rizal.

Baca juga : Indonesia Bisa Senasib Dengan Uni Soviet

Biaya Ekonomi, Fiskal, Sosial Dan Lingkungan

Menurut ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, kini saatnya Indonesia kembali ke upaya mengurangi subsidi BBM secara konsisten. “Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit. Namun, tentu bukan mustahil,” tulis pakar ekonomi pembangunan Faisal Basri dalam kajian terbarunya yang dia tulis dengan judul ‘Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran’, dirilis Minggu (28/08/2022).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.