Dark/Light Mode

Kasus BPD Jateng Bobol Rp 133,47 M

Polisi Lengkapi Unsur TPPU

Kamis, 27 Oktober 2022 07:30 WIB
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo. (Foto: Antara).
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo. (Foto: Antara).

RM.id  Rakyat Merdeka - Dua tersangka korupsi pembobolan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah cabang Jakarta tahun 2017- 2019 terancam kembali dijerat pasal pencucian uang.

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo menjelaskan, penyidikan perkara korupsi fasilitas kredit Bank Jateng cabang Jakarta dikembangkan ke ranah pidana pencucian uang.

“Penyidikan tak berhenti pada perkara korupsinya saja. Namun juga mengarah pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ujarnya, kemarin.

Baca juga : Raup Untung Rp 45 M, KAI Logistik Luncurkan ISPOSSIBLE

Untuk itu, penyidik masih perlu mendalami bukti-bukti dengan menggelar serangkaian pemeriksaan lanjutan. Dia pun optimis, penyidik mampu memperberat tuduhan penyelewengan yang dilakukan kedua tersangka.

Dijelaskan, dua tersangka yang dijebloskan ke tahanan adalah Direktur Utama PT Samco Indonesia, Boni Marsapatubiono dan Direktur Utama PT Mega Daya Survey Indonesia, Welly Bordus Bambang.

Kiprah kedua tersangka terungkap berdasarkan pengembangan perkara terpidana Bina Mardjani, pimpinan BPD Jawa Tengah cabang Jakarta. Dalam persidangan kasus ini, Bina Mardjani dinyatakan terbukti melakukan korupsi. Dia dihukum penjara tujuh tahun.

Baca juga : Usung Puan Jadi Bacapres, PAN Dinilai Siap Koalisi Dengan PDIP

Diuraikan, modus operandi tersangka Boni dan Welly memohon dana BPD Jawa Tengah dilakukan dengan cara sama. Keduanya sama-sama mengajukan kredit pembiayaan fiktif pengerjaan proyek.

Hanya saja, Boni mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng cabang Jakarta Rp 74,5 miliar untuk pengerjaan lima proyek. Permohonan kredit tersebut pun disetujui terpidana Bina Mardjani. Saat pengajuan kredit, Boni mengagunkan atau memjaminkan Surat Perintah Kerja (SPK), cash collateral (uang jaminan/deposit), dan jaminan asuransi dari prosentase cash collateral.

Namun saat proses pemberian kredit berjalan, polisi menduga ada perbuatan melawan hukum. Tindakan tersebut meliputi ketaklengkapan dokumen kredit. Ketaklengkapan itu terkait dengan­SPK yang diduga fiktif.

Baca juga : The Magpies Ikat Sven Botman Rp 634 Miliar

Untuk memperlancar proses pencairan kredit bermasalah itu, Boni dituduh memberikan janji berupa comitment fee sebesar 1 persen dari nominal angka kredit. Dana yang dikategorikan sebagai suap diberikan Boni sebanyak tiga kali. Masing-masing Rp 1 miliar, Rp 300 juta, dan Rp 300 juta. Totalnya Rp 1,6 miliar.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.